Selasa, 27 Agustus 2013

Nenek Moyangku Seorang Pelaut, Katanya (#10daysforASEAN Day Two)

  20 comments    
categories: ,
Tema Hari Kedua 10 Days For ASEAN

Day two, everyone! Saya masih kuat, masih kuat, masih kuat ... *merapal* Tema hari ke-dua sebenarnya nggak susah-susah amat. *lalu digeplak peserta lain* Eh, sabar, sabaaar .... Beneran kok, coba dibaca-baca lagi tema yang dikasih panitia 10 Days For ASEAN hari ke-dua ini: 

Sudah pernah berwisata ke Candi Borobudur? Menurut penjelasan ahli sejarah, relief Borobudur ada kemiripan dengan Candi Angkor Wat, yang berada di Kamboja. Padahal, Borobudur dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat ada.  Apakah ini menandakan bahwa negara-negara di ASEAN itu serumpun? Apa pendapatmu mengenai hal itu?

See? Saya nggak mau terintimidasi dulu dengan kenyataan kalau pengetahuan saya seputar Kamboja dan candi Angkor Wat yang terkenal itu minim sekali. Kalau soal itu yang menghalangi saya, sejak awal saja saya tidak usah ikut kompetisi ini. Saya mau fokus ke pertanyaan di tema yang diberikan panitia di atas:
1. Sudah pernah berwisata ke Candi Borobudur?

Sudah, dong! Terakhir ke sana tahun 1994, sama rombongan sekolah, SMA. Ya ampuun, udah hampir 20 tahun yang lalu! Tua! Tua! Tua! -_-

Kesan yang saya dapat selain panas adalah bingung melihat Candi Borobudur waktu itu. Bingung mikirin bagaimana orang jaman dulu mobil dan alat berat belum ada bisa bangun candi sebesar itu? Bingung mikirin arsiteknya yang udah pasti nggak kuliah di ITB. Bingung melihat banyak banget cerita yang tergambar dari relief-reliefnya. Bingung mikirin gimana caranya supaya tangan saya bisa menyentuh patung Budha dalam stupa. Bingung ... Banyak banget bingungnya. *pegangan tiang*

Semua kebingungan itu bermuara pada rasa takjub sesungguhnya. Luar biasa ya negara kita. Borobudur itu fenomena sejarah dunia. Apa pencipta dan pekerja-pekerjanya dulu sadar kalau mereka sedang menciptakan sesuatu yang kelak menjadi salah satu keajaiban dunia? Sebagai orang Indonesia, saya bangga dan merasa beruntung Borobudur menjadi bagian dari negara kita. 


Angkor Wat, Kamboja

Nah, saya malah baru tahu nih kalau Angkor Wat yang ada di Kamboja ternyata memiliki kemiripan dengan Borobudur. Dan baru tahu juga kalau Angkor Wat berdiri 3 abad setelah Borobudur berdiri. Saya cuma bisa berharap semoga suatu hari saya diberi kesempatan untuk bisa melihat Angkor Wat secara langsung. 

2. Apakah kemiripan Borobudur dan Angkor Wat ini menunjukkan kalau negara-negara ASEAN itu serumpun?

Sebelum menjawab ini saya mau cerita dulu. Beberapa belas tahun yang lalu saya sedang menjalani training di sebuah hotel di Singapura sebagai seorang resepsionis. Sering sekali saya salah menebak kewarganegaraan seorang tamu sebelum melihat passport-nya. Orang Jepang, saya kira Korea. Orang Thailand, saya kira dari Filipina. Orang Singapura melayu, dengan sotoynya saya sambut dengan, "Hai, welcome to Singapore!" Yeh!

Kemiripan struktur wajah orang-orang Asia memang hampir-hampir mirip, no? Untuk kawasan asia timur mungkin masih bisa kita bedakan dari warna kulit dan bentuk mata. Tapi kalau sudah masuk wilayah asia tenggara terutama Indonesia, Thailand, Filipina, Brunei, Malaysia dan sebagian penduduk Singapura keturunan melayu, biasanya memang mirip. Warna kulit, bentuk hidung, bentuk mata secara sekilas tampak sama. 


Katanya sih saya mirip Siti Nurhalizah yang dari Malaysia itu. Nggak heran sih, kita kan serumpun ... Dia rumpun hijau, saya rumpun kering buat makanan kuda ... ngik

Beberapa tahun kemudian, abang sulung saya menikah dengan warga negara Malaysia yang berasal dari Negeri Sembilan (sebuah wilayah di Malaysia). Surprise, surprise, keluarga besar kakak ipar saya ternyata bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa Negeri Sembilan yang tidak ada bedanya sedikit pun dengan bahasa dari kampung asal Mama saya; Halaban, Payakumbuh! 

Dari cerita-cerita orang tua yang saya dengar, seperti yang kita tahu, orang Minang memang perantau. Mereka merantau sampai ke negeri-negeri yang jauh. Nggak heran restoran Padang ada di mana-mana. Hihihi! Dan kata orang-orang tua lagi, perantau-perantau Minang sampai ke wilayah Malaysia ratusan tahun yang lalu dan menetap. Mereka membangun perkampungan yang akhirnya sekarang dikenal sebagai Negeri Sembilan. 

Belok sedikit dari cerita di atas, masih ada yang ingat lagu Nenek Moyangku Seorang Pelaut? Siapa yang menciptakan lagu itu, ya? Siapa pun, saya yakin lagu itu true story. *sotoy* Kenapa? Lihat aja sejarah orang Bugis dan kehidupan maritimnya. Pelaut seperti kita tahu, pergi mengarungi samudera menuju tempat-tempat dan pulau-pulau yang jauh. Dalam ukuran jaman dulu kala, bisa jadi sejauh kawasan Asia sudah cukup jauh. Perantauan dan penjelajahan selalu akrab dengan kisah-kisah migrasi. Ada yang menetap, ada yang kembali ke kampung halaman. Yang menetap kemudian menikah dengan warga lokal dan memiliki keturunan. Sampai akhirnya terbentuk satu komunitas/perkampungan baru dari hasil percampuran darah ini. Nggak heran bentuk wajah dan tubuh mirip-mirip, walaupun nggak sama-sama banget.

Dari banyak analisa saya yang terbatas sekali di atas, harusnya saya sudah bisa menjawab pertanyaan, apakah kita (negara-negara ASEAN) serumpun? 

Serumpun tapi tak sama. Asal muasal bisa ditelusuri, bentuk wajah boleh mirip, kebudayaan mungkin hampir sama, bahasa kadang terdengar serupa, tapi nasionalisme tentu berbeda. Orang Indonesia tetaplah orang Indonesia, begitu pun Malaysia dan negara lain. Kita memiliki kebanggaan masing-masing atas negara kita dan tidak ada yang salah dengan itu. Kesamaan kita seharusnya bisa membawa sesuatu yang baik untuk kepentingan bersama. Perbedaan yang ada harusnya tidak membawa perpecahan. Makanya saya pribadi sih menyambut baik sekali ASEAN Economic Community 2015 dan berharap programnya sukses. Karena saya yakin akan membawa kebaikan bukan hanya untuk Indonesia tapi juga negara-negara serumpun yang bisa jadi (jangan-jangan) asalnya nenek moyang saya? 

Naik kapal pinisi di Taman Mini Indonesia Indah, demi mengenang nenek moyang yang katanya seorang pelaut :D



20 komentar:

  1. Aahh keren ini pendapatnta. Punya kok nggak sedikitpun nyinggung soal tujuan pembentukan komunitas asean ya.. hahaha *ngeplak diri sendiri*

    BalasHapus
    Balasan
    1. jiah, mak Noe ini....yg postingannya selalu berhasil membuatku minder, muji postinganku...aaaak, terharuuu....:')

      Hapus
  2. keren nih mbk.....serumpun tuh sama nana hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo sama nana mah bukan cuma serumpun...setempat tidur malah...hahahahaa

      Hapus
  3. Mak aku bingung nih. Kalau salon bisa kira2 lah ya, kalau sejarah gini apalagi sejarah purbakala njuk piye? Tapi aku percaya ASEAN serumpun, aku aja mirip Siti Nurhaliza atau Anita Serawak? Isssssh

    BalasHapus
    Balasan
    1. anita serawak mah orang indonesia maaak...eh iya kan iya kan? hihihihihi

      Hapus
  4. Rumpun hijau dan rumpun kering.. Aduh, makkk hahaha....

    BalasHapus
  5. Aku belum pernah ke Borobudur belum pernah juga ke Angkor Wat...Kalau perbedaan tak boleh membuat perpecahan kemiripan tentu juga harus membuat kita dekat kan ya? Serumpun.

    BalasHapus
    Balasan
    1. .Kalau perbedaan tak boleh membuat perpecahan kemiripan tentu juga harus membuat kita dekat kan ya?<<<--- aeh, kece banget nih!
      moga2 segera bisa liat borobudur dan angkor wat ya mak...;)

      Hapus
  6. Nasionalisme ditentukan oleh corak bendera ya, Mbak. Walau negara-negara Asean sama2 punya bendera tapi coraknya berbeda..#ngawurpagi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya kira2 demikianlah....ikutan ngawur aja deh...:)))

      Hapus
  7. ah nek saya lebih tertarik sama potonya Mak Gaul...hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh iya dong, sesuatu yah? *kedip-kedip* kelilipan....

      Hapus
  8. Balasan
    1. yang siap bersemi kembali...halah...opo iki? :))))

      Hapus
  9. kasian sekali siti nurhaliza, kembarannya begonohhh :)))))))

    BalasHapus
    Balasan
    1. kasian tuh gw...muka mirip siti nurhaliza, tapi nasib beda jauh...wakakakakakkkkk

      Hapus