Selasa, 03 September 2013

Seragam (#10daysforASEAN Day Nine)

  7 comments    
categories: ,
Hari ke-9 10 Days For ASEAN ngomongin seputar Brunei dan ASEAN. Giliran ngomongin Brunei kenapa saya malah jadi inget Nia Daniati ya? Hahaha! Isu umur detected. Wkwkwkwk ...

Brunei Darussalam adalah negara penyelenggara KTT ASEAN ke-22 pada bulan April 2013 lalu. Dalam KTT ke-22 di Brunei Darussalam itu,  tema yang diangkat adalah “Menyatukan Rakyat, Menciptakan Masa Depan”, dengan pokok perundingan pembangunan badan persatuan ASEAN, dengan tiga pilar yaitu Persatuan Keamanan, Persatuan Ekonomi dan Persatuan Sosial dan Kebudayaan. Pembangunan Badan Persatuan ASEAN itu harus dirampungkan sebelum 31 Desember 2015. Dengan ketiga pilar tersebut, bagaimana mencapai tujuan pembangunan badan persatuan ASEAN? Mampukah negara-negara ASEAN mewujudkan Menyatukan Rakyat, Menciptakan Masa Depan?

Source

OK, ternyata nggak harus ngomongin Brunei, kok. Walaupun saya lebih semangat sebenernya kalau boleh bicara tentang mimpi jalan-jalan ke sana. Tapi itu nanti aja deh, kalau amunisi ngayal saya udah saya re-charge. Sekarang lagi nggak semangat berkhayal karena udah kebanyakan ngayal tapi belum jadi kenyataan aja. #curcol

Ngomongin soal pilar-pilar ini jadi inget beberapa waktu yang lalu ada beberapa saudara saya yang pergi berobat ke Melaka, Malaysia. Kabarnya, di sana pengobatan cepat, tidak bertele-tele dan to the point. Jadi tidak ada biaya terbuang percuma hanya karena harus menunggu dokter atau alat lebih dari dua hari seperti yang sering terjadi di sini. Sebab, habis-habisnya ya akhirnya sama juga.

Terus jadi inget juga sama beberapa teman dan saudara yang pergi belajar ke Singapura dan Malaysia dengan biaya sendiri. Kabarnya, sistem pendidikan di sana lebih terarah dan tidak membebani pelajarnya dengan kurikulum berat seperti di Indonesia.

Lalu inget lagi sama Mama saya yang dulu kerjaannya mengisi pameran-pameran produk Indonesia di Singapura dan Malaysia. Kalau ini bukan kabarnya, tapi emang saya tahu sendiri, lebih untung ikut pameran di sana ketimbang di sini. Karena biaya sewa tempat dan harga jual lebih tinggi mengikuti kurs mata uang mereka. 

Jadi kenapa yang di sana sepertinya selalu jadi pilihan utama kalau punya kesempatan ketimbang di negeri sendiri begini? Tanya kenapa? Dan tanya siapa? Saya juga bingung. #peganganpacar. Kalau dipikir-pikir, dengan kondisi seperti ini, apa iya tema KTT ASEAN ke-22 kemarin itu bisa terwujud: Menyatukan Rakyat, Menciptakan Masa Depan? Saya hampir pesimis, karena pada akhirnya kondisi jomplang begini malah bikin negara yang lebih maju akan terus melesat maju, dan yang masih diem-diem aja dan susah bergerak karena banyak amsalah intern ya malah makin njupruk (bahasa apa ini?).

Source

Buat saya yang terpenting untuk bisa mewujudkan ASEAN yang menyatu-padu adalah penyeragaman beberapa aspek penting terlebih dahulu. Misalnya, sistem pendidikan yang seragam di semua negara ASEAN agar pelajar-pelajar dari negara-negara ASEAN mau dan tidak sungkan pergi belajar ke negara kita. Jangan cuma orang kita aja yang semangat belajar ke Singapura, misalnya. Ya kalau bisa pelajar Singapura juga semangat mau belajar ke Indonesia. Aspek kesehatan juga butuh keseragaman, dari pihak pelaksana: dokter, perawat sampai perangkat dan tempat: Rumah Sakit dan fasilitasnya. Dengan begitu, siapa pun nggak ... ummm, apa ya bahasanya yang tepat, sungkan dan ragu-ragu untuk pergi jalan-jalan atau bahkan menetap ke negara lain karena pelayanan kesehatannya sama seperti di negeri sendiri. Kemudian soal pertumbuhan ekonomi, masing-masing negara memang berbeda kondisi. Tapi sebenarnya keseragaman upah bisa jadi solusi. Misalnya gaji guru di Filipina dan Malaysia, kalau sama, maka nggak hanya program pertukaran pelajar aja yang bisa kita lakukan, tapi juga pertukaran guru. Dengan begitu, kita punya guru-guru yang lebih open socially se-ASEAN dan kualitasnya tidak kalah dengan pegajar-pengajar dari negara lain.

Saya sebenarnya eneg banget sama yang namanya "seragam". Tau kenapa? Karena sejak TK sampai kuliah saya belajar di tempat yang mengharuskan saya pakai seragam! Semacam, "Ya ampun, pliiis ... kapan dong gue bisa gaya pake baju keren ke sekolah?" Wakakakak! Tapi untuk mempersatukan ASEAN demi masa depan bersama saya justru cuma bisa bilang satu hal tadi: SERAGAMKAN dulu hal-hal yang mendasar agar tidak ada keengganan dari negara yang so-called lebih maju untuk bekerja sama dengan negara yang so-called lebih unyu susah secara ekonomi misalnya.

Kalau yang mendasar seperti pendidikan, kesehatan dan upah sudah bisa seragam atau setidaknya mendekati sama, perbedaan-perbedaan yang ada justru akan jadi pemanis yang asyik untuk digarap bersama. Budaya misalnya. Kapan aja kita bisa mengadakan festival tari se-ASEAN di negara mana saja, karena di mana pun nggak jadi masalah, sebab biaya dan fasilitas cenderung seragam.

Jadi inget omongan guru saya dulu, "Seragam di sekolah itu untuk membuat kalian merasa sama walaupun kalian berasal dari keluarga yang berbeda secara sosial mau pun ekonomi. Jadi selama kalian pakai seragam, tidak ada yang namanya anak orang kaya atau anak jendral, kalian semua sama, anak sekolah!" Ahahahaha ... Kalau udah pulang sekolah, lain lagi ceritanya ya, pak guruuu! 

7 komentar:

  1. Ohohoho... Jangan salah, dulu pas jaman gw kuliah, tahun '87-an, itu banyak loh pelajar Malaysia yg datang untuk kuliah di Indonesia. Di kampus gw dulu, ITI (Institut Teknologi Indonesia) yang diprakarsai Habibie, dan saat itu digembar-gemborkan bakalan jadi saingan ITB dan IPB (tapi sekarang ga kedengeran lagi apa kabarnya, dan fakultas gw, yaitu MT aka Mekanisasi Tani ternyata sudah ditiadakan, huhuhu, menyedihkan bukan? Bukaaaan! Bukan urusan elu memang, wkwkwk) kedatangan itu pelajar-pelajar dari Malaysia dan Brunei juga untuk kuliah di kampus gw ituh. Gw inget ada satu cewek 'asing' tersebut yang kayak jadi rebutan cowok-cowok gitu lah karena dia bukan orang Indonesia Raya, padahal dari segi tampang dan warna kulit sih ga ada bedanya sama sekali, cuma dia ngomong dengan aksen aneh, kekekeke. Sekarang, dua puluh sekian tahun dari saat itu, malah jadi kebalik.... *tarik nafas panjang, trus klik publikasikan*

    BalasHapus
    Balasan
    1. jaman dulu iyaaa...gw masih inget banyak banget mahasiswa asing di kampus...hahaha...sekarang manaa??? wkwkwkwk...
      itu dia yang bikin heiraaan....:')))) ikut tarik nafas panjang, trus bobok...hahahaa..legaaa udah selesai tugas hari ini :)))

      Hapus
    2. btw, lo emang harusnya dapat hadiah buat jadi komentator...wakakakakakkkk

      Hapus
    3. taun 87 udah kuliah? OMG, jauh banget generasi kita... :))))
      87 itu gw baru masuk TK hahahahahahahahaha *lospokus*

      Hapus
    4. Woiiiy ini ada lagi nih komentar mengomentari komentar wahahahahaaa.... *gaplok-gaplok pake daun pisang* :)))))

      Hapus
  2. whaaa..iya jaman thn 93 di kampus saya jg banyak mahasiswa2 malaysia gitu, tp kalo skrg boro2 lht mereka ya, banyakan malah org2 kita yg belajar disana...
    btw itu raja komentator (nunjuk yg komen pertamax) kayaknya memang lg nongkrongin mba winda posting trs mau komen duluan ya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan mbak Edi, ini memang sudah jatah saya jadi komentator tertua dan tergesit, ngahahaha :'))

      Hapus