ABOUT ME

Jumat, 28 Januari 2011

Januari 50K (#13): Tasha dan Donny



Donny duduk diam di ruang kerjanya. Sibuk mikirin Bali dan Tasha. Susan, sekretarisnya yang menunggu tanda tangannya sejak tadi di depan meja kerjanya bengong. Perasaan tadi dia udah ngomong kalau dia butuh tanda tangan untuk hasil rapat dengan klien dari Bali. Terus sekarang Pak Bos-nya malah jadi bengong. Susan nggak tahu aja si Pak Bos-nya sedang sensi sama yang berbau-bau Bali.
Donny sebenarnya curiga kalau Tasha udah tahu tentang perasaannya ke Tasha. Tapi kalau melihat gelagatnya yang dingin-dingin aja dan nggak kelihatan grogi sama sekali saat mereka pulang dari Bali, Donny jadi ragu. Ini cuma ada dua kemungkinan, Tasha tahu dan nggak punya perasaan apa-apa sama dia atau Tasha nggak tahu dan masih biasa-biasa aja sampai sekarang. Donny berharap banget kalau kemungkinan yang kedua yang terjadi.

Dia cuma butuh waktu untuk menguatkan hatinya sekali lagi. Setelah itu dia harus maju. Nggak bisa nggak. Perasaannya untuk Tasha udah terlalu lama nongkrong di pojokan hatinya dan dia khawatir lebih lama lagi maka hatinya akan karatan saking udah expired itu perasaan yang nggak pernah keluar selama hampir tujuh tahun.
Gila! Tujuh tahun, man! Apa yang bikin dia bisa bertahan segitu lama dan segitu kuatnya kalau bukan cinta? Sudah lama sebenarnya Donny yakin kalau cintanya sama Tasha memang nggak main-main. Masalah selama ini dia sering jalan sama cewek lain, itu dia anggap sebagai selingan aja. Sekalian pengen lihat juga gimana reaksi Tasha kalau dia sama cewek lain. Walaupun selama ini reaksi yang diliatin Tasha setiap kali dia jalan sama cewek yang beda-beda selalu mengecewakan. Tasha sama sekali nggak pernah kelihatan jealous. Paling dia cuma ngejek dan ngenyek.

Menurut Tasha, Donny itu cowok gamang. Awalnya Donny nggak paham-paham banget apa maksudnya Tasha dengan istilah aneh itu. Waktu ditanya ke Tasha, jawabannya emang cukup bikin Donny menelan ludah, getir.
“Lo itu cowok gamang. Butuh perhatian dari semua orang. Somehow, semua perhatian dan fasilitas yang lo dapet dari sekeliling lo itu nggak pernah cukup buat lo. Itulah, karena udah terlalu terbiasa dengan segala sesuatu yang selalu berkecukupan, makanya enough is never enough buat lo!” kata Tasha pedas saat itu.
“Ha? Nggak salah denger gue, Sha? Bukannya orang yang selalu kekurangan yang harusnya kayak gitu? And by the way, gue rasa semua manusia selalu merasa nggak puas dalam hidupnya. Itu manusiawi banget. Nggak cuma gue doang, kallee!” kata Donny nggak terima.
Dan seperti biasa yang tiga lagi, Sandra, Ratna dan Decky, cuma diem aja dengerin mereka berantem argumen sambil senyum-senyum menikmati kerusuhan itu.
“Iyaa, itu gue tau! Maksud gue kan kita lagi bahas hobi lo yang suka gonta-ganti cewek itu. Lo itu nggak beda sama ABG labil. Masih pengen dielus-elus, disayang-sayang, dipuja-puji, padahal lo tau yang ngelus-ngelus dan puji-puji lo itu ada pamrih ke lo. Tapi lo cuek aja. Apa namanya kalo bukan gamang? Nggak jelas!” kata Tasha tambah ngotot.
“Oooh, kalo itu sih gue nggak keberatan. Biarin aja deh, toh mereka juga tau mereka itu nggak bisa ngarepin yang lebih jauh dari sekedar jalan keluar bareng gue dan, maybe, sedikit hadiahlah karena udah mau nemenin gue. Paling nggak gue nggak keliatan kayak cowok jomblo desperado kalo lagi pengen nonton di mall. Masa gue jalan berdua aja sama Decky? Gue lebih nggak rela lagi kalau ada yang nyangkain gue homo,” kata Donny santai.
“Kenapa nggak ngajak gue aja? Gue juga nggak akan nolak kok kalo lo sering-sering nraktir gue nonton. Kenapa harus ganti-ganti cewek? Ituuu intinya!” Tasha makin sewot ngeliat Donny yang santai aja menghadapi cercaannya.
“Lhooo? Jadi selama ini lo pengen jalan sama gue? Kenapa nggak bilang-bilang, Shaaa? Kan gue nggak usah repot-repot cari cewek lain buat nemenin gue! Hahahaha!”
Dan kali ini Donny sukses dapet lemparan sebungkus rokok tepat di mukanya. Semua tertawa ngakak melihat kejadian itu. Itu sudah lama sekali terjadi. Kira-kira setahun yang lalu, di rumahnya Sandra, di salah satu pertemuan bulanan Dharma Wanita mereka itu. Dan Donny masih inget banget bagaimana muka Tasha merah kuning ijo waktu dia becandain Tasha seperti itu.
Tasha memang sulit sekali dibaca. Walaupun dia tipe cewek yang ceplas-ceplos, tapi kalau soal perasaan dia jago banget nyembunyiinnya. Dulu waktu jadian sama Rakha juga Donny luput melihat Tasha yang sempat suka sama cowok sialan itu. Mau nggak mau Donny geram juga kalau inget yang dulu-dulu. Rasanya dia lebih pantas buat Tasha dulu, dan sekarang juga dong! Tau-tau Tasha udah jadian aja sama Rakha. Dan waktu dia putus juga, Donny nggak pernah ngeliat Tasha sedih, kecuali waktu dia cerita tragedi pengusiran mamanya Rakha itu. Setelah itu dia biasa-biasa aja. Malah terlalu biasa, alias lempeng banget jadi cewek. Rakha emang patut disalahkan. Dia berhasil memunculkan sisi kejam dan sinis Tasha setelah mereka putus. Dan itu mempersulit Donny untuk mendekati Tasha.
Tapi yang udah ya sudahlah. Sekarang saatnya mikir bagaimana supaya Tasha bisa tahu isi perasaannya yang sesungguhnya dan nggak nganggap dia lagi ngegombal, kayak yang selama ini selalu disinisin sama Tasha ke dirinya. Jangan sampe Tasha mikir kalau Donny lagi merayunya, sama kayak dia merayu cewek-cewek lain. Nggak! Itu nggak boleh terjadi! Sama Tasha harus beda. Dan yang pasti harus hati-hati banget supaya dia nggak salah nangkap maksudnya.
Donny menarik nafas panjang sebelum menekan nomor Tasha di handphone-nya. Semoga tu anak saat ini lagi in a good mood. Nggak lagi PMS dan nggak lagi banyak kerjaan yang bikin stress. Donny berdoa dalam hati sebentar lalu menekan tombol ‘call’ sambil menahan nafas.
“Halo!” Suara Tasha menyapa dengan keras. Khas Tasha banget!
Dia nggak pernah bersuara lembut seperti Ratna yang keibuan itu. Tapi justru itu yang Donny suka dari Tasha. Dia sangat tegas.
“Sha…,” Donny kehilangan kata-kata seketika.
“Eh, lo, Don! Kenapa?” Dan seperti biasa, to the point! Sekali lagi, khas Tasha banget!
“Mmmm…lagi ngapain lo?” Dan tidak seperti biasa, Donny tambah nggak karuan nggak tau mau ngomong apa.
Shit! Shit! Shiit! Donny sibuk mengutuk dirinya dalam hati. Brengsek! Kenapa dia jadi kayak cowok kuper yang lagi nelpon cewek populer di SMA yang suka ada di sinetron-sinetron itu ya? Norak banget, sumpah!
“Lagi nungging!”
“He?”
“Astaga, Donny! Lo kenapa sih? Tumben banget nelpo gue nanya lagi ngapain? Sejak kapan? Lagian lo tau sendiri kan ini lagi jam kerja? Ya ngapain lagi gue kalo bukan kerja? Ck!” Tasha ngedumel panjang mendapati Donny yang sedang kepayahan menyusun kata-kata itu.
“Eh, iya, iyaaa..gue tau! Maksud gue, lagi sibuk, nggak?” tanya Donny. Akhirnya bisa juga keluar satu kalimat yang agak keren dikit dari mulutnya.
“Nggak, sih! Lagi nggak ada kerjaan juga. Hehehe…Kenapa, cyiiin?” Kali ini suara Tasha melunak sambil mengajaknya bercanda.
“Can, cin, can cin!” Ups! Salah langkah lagi, kan! Dia nggak seharusnya membuka front perdebatan nggak penting sekarang ini.
Shit! Donny mengutuk dirinya sekali lagi.
“Ehm, ntar pulang kerja ada acara nggak?” tanyanya.
“Nggak, tuh! Kenapa?” tanya Tasha.
“Ketemuan, yok? Di Grand Indo…,” ajak Donny dengan suara mengambang.
Terus terang dia agak takut kalau Tasha bakalan nolak ajakannya. Tapi udah kadung diajak, ya tinggal tunggu jawabannya aja, kali!
“Tumben?” tanya Tasha lagi.
“Nggak boleh?” kata Donny membalikkan pertanyaan Tasha dengan pertanyaan lagi.
“Bolehlah! Tapi tumben aja. Dalam rangka apa nih? Mau curhat? Biasanya lo curhat sama Ratna,” kata Tasha.
“Nggak. Nggak mau curhat. Lagian gue udah lama kali nggak curhat sama Ratna. Sejak dia udah married mana berani gue ngajak dia ketemuan kayak gue ngajakin lo gini. Mau digampar suaminya apa? Apalagi dia udah punya anak gitu, nggak mungkin bisa keluar malem kayak lo,” jelas Donny masih sambil berusaha menemukan kata-kata yang tepat supaya tidak terjadi perdebatan nggak penting lagi.
“Oooo, jadi karena gue the only one yang masih single, jadi gue yang paling gampang buat diajak kemana-mana malem-malem, ya?” kata Tasha dengan nada suara yang nggak bisa ditebak oleh Donny.
Shit lagi! Dimana letak kesalahannya kali ini? Donny jadi bingung, kenapa semua yang diucapkannya selalu bisa dibuat sebagai bahan perdebatan oleh Tasha. Dimana kesalahannya? Kenapa Tasha selalu begitu sama dia? Suddenly, sebuah perasaan lelah yang aneh menyeruak dari dalam hatinya.
“Ya ampun, Sha! Gue bingung deh ngomong sama lo. Selalu aja jadi bahan berantem . Padahal gue sama sekali nggak ada maksud buat ngajakin lo berdebat. Tapi kenapa lo selalu aja bisa nemuin celah untuk ngajak ribut. Sumpah, gue cuma pengen ngajak lo jalan aja. Soal alesannya kenapa, nggak usah dibikin rame, dong. Gue heran, nggak boleh ya seorang teman ngajak jalan setelah pulang kerja tanpa alasan yang jelas, selain cuma pengen jalan bareng aja?” kata Donny dengan perlahan dan sedikit putus asa.
Terserah, deh! Donny yakin banget kalau Tasha bakalan tambah dapat celah lagi untuk mendebatnya akibat dari ucapannya barusan itu. Donny tinggal nunggu aja.
Tapi yang ditunggu Donny belum kedengeran juga. Tasha diam. Aneh. Kenapa dia jadi diam? Donny berdehem pelan berusaha memastikan kalau hubungan telpon itu masih tersambung. Suaranya terdengar agak bergema sedikit, pertanda telpon itu masih tersambung dengan Tasha.
“Sha? Kok diem?” tanya Donny pelan.
Tasha menelan ludah. Kata-kata Donny tadi dirasanya sangat…apa ya, pilu? Is it a lame word to use? Tapi memang itu yang sempat terasa oleh Tasha sehingga membuatnya terdiam beberapa saat. Tasha merasa Donny seperti putus asa dari nada suaranya.
Tasha sendiri nggak ngerti kenapa bawaannya selalu aja pengen ngajak ribut kalau ngobrol sama Donny. Walaupun ributnya juga sebatas bercanda dan berdebat sehat, tapi memang cuma sama Donny Tasha bisa begitu. Dia nggak bisa berdebat atau mendebat ucapan Decky dengan berkepanjangan seperti ini. Dan sekarang Tasha merasa kalau Donny mulai kesal dengan dirinya karena kebiasaannya itu.
“Ehm, ya udah. Ketemuan di GI jam tujuh ya…” kata Tasha akhirnya dengan suara pelan.
“OK.”
Tasha mematikan handphone-nya dan memandang keluar jendela kantornya. This is it! Donny mau ngomong sama dia soal ‘itu’. Pasti! Tasha yakin banget. Harus bagaimana dong sekarang? Tasha sendiri masih merasa aneh dengan penemuan tidak sengajanya di Bali minggu lalu. Dia sama sekali nggak nyangka kalau Donny suka sama dia. Dan yang lebih herannya lagi, dia jadi nggak bisa memastikan bagaimana perasaannya sama Donny selama ini. Kenapa tiba-tiba mendadak sekarang dia seperti gamang?
Gamang? Hellooo! Kayaknya sekarang Tasha lagi menjilat ludahnya sendiri. Bukannya dulu dia yang ngasih julukan ke Donny sebagai ‘cowok gamang’? Dan sekarang ternyata dia sendiri sedang terombang-ambing gamang nggak tahu pasti akan perasaannya sendiri. Apa dia mulai suka sama Donny? Sejak kapan? Sejak di Bali? Ah, rasanya itu terlalu movie dan insidentil banget! Mungkinkah sejak sebelum itu? Sejak lama? But how? Bagaimana mungkin Tasha luput merasakan pertumbuhan perasaan sukanya itu ke Donny? Itu juga kalau benar dia lagi merasakan perasaan suka sama Donny, ya! Sekarang ini semuanya masih belum bisa dipastikan.
Apa jangan-jangan dia cuma merasa kasihan aja sama Donny? Setelah dia tahu kalau Donny selama ini memendam perasaan suka sama dia dan dirinya sama sekali nggak tau dan nggak peduli. Ngebayangin gimana rasanya jadi Donny selama ini, bukan nggak mungkin Tasha sedang merasa kasihan dengan Donny, bukan suka.
Ah, ya, ya…ini menyebalkan. Tapi harus dihadapi. Kayaknya memang akan ada sesuatu yang terjadi dalam persahabatan mereka. Entah itu sesuatu yang baik atau buruk. Tasha nggak tahu. Belum tahu. Tunggu aja nanti malem, deh!

*BERSAMBUNG*
*Image from goodcomics.comicresources.com*

1 komentar:

  1. Ya ya ya.. tunggu malem aj deh ;-)

    *tiap hari ditengokin ga ada terus, eh sekarnag absen 3 hari doang tau2 uh kelewat 2 hadeuh...
    is ko

    BalasHapus