ABOUT ME

Rabu, 18 Januari 2012

Sepucuk Surat (Bukan) Dariku



Tanganku sudah cukup dingin, sekarang bergetar pula memegang selembar kertas itu. Terlalu lama aku menunggu rangkaian kata dalam secarik kertas itu menghampiri hidupku. Terlalu lama, sampai mungkin sekarang sudah terlambat.
Untuk apa dia mengirim surat itu untukku sekarang? Dia sudah menikah. Tak akan ada apa pun untuk kami berdua sekarang ini. Semua yang indah sudah menantiku dan dia, calon istriku. Jadi untuk apa selembar kertas itu sampai di tanganku hari ini?
Calon istriku menghampiri dengan tanda tanya besar di wajahnya.
“Surat dari siapa?”
“Bukan dari siapa-siapa!” jawabku sambil merobek dan membuangnya dengan tergesa.
“Bukan siapa-siapa adalah seseorang yang istimewa, begitu biasanya,” ujarmu pelan, menyelidik.
“Tidak istimewa! Tidak pernah istimewa dan tidak akan istimewa selamanya!” Entah mengapa aku merasa harus membela diri dengan suaraku yang tinggi.
Dia terdiam. “OK, kalau begitu,” katanya kemudian.

“Aku menunggumu di sini. Datanglah!”
Bergegas aku menuju ajakan itu. Dia begitu berarti bagiku. Tak mungkin aku mengecewakannya dengan datang terlambat. Sebuah café kecil di pinggir kota, tujuanku, tempatnya menunggu. Entah mau apa dia kali ini. Terakhir dia mengajakku bertemu di sana, adalah saat dia mengungkapkan cintanya padaku, dan aku tak punya hati untuk meruntuhkan harapannya. Dia begitu baik padaku. Dia begitu pemaaf. Dia begitu mengerti. Aku tak akan pernah beruntung dua kali untuk bisa mendapatkan seperti dia lagi suatu saat nanti. Aku tahu itu.
Calon istriku duduk di café itu, tidak sendiri. Berdua dengan dia, yang mengirim sepucuk surat itu. Aku tak mengerti ini.
“Duduklah,” Pintanya dengan senyum. “Aku membaca surat yang sudah kamu robek dan buang kemarin,” katanya padaku.
“Surat yang kemarin kau baca, itu bukan dariku,” kata dia yang kusangka pengirim surat itu. “Itu bukan dariku, dan bukan untukmu.”
Aku makin tak mengerti. Kata-kata dalam surat itu sepertinya memang untukku, dari dia, cinta lamaku. Kalau bukan darinya, lantas dari siapa? Dan kalau bukan untukku, lantas untuk siapa?
“Surat itu dari suamiku, untuk calon istrimu ini,” katanya sambil menatap ke arah calon istriku.
“Bagaimana bisa?” tanyaku semakin bodoh.
“Suamiku mengalami kecelakaan beberapa minggu yang lalu. Dia terkena partial amnesia. Sebagian dari ingatannya hilang, dan itu adalah bagian dimana ada aku di dalamnya. Bagian yang diingatnya terakhir adalah saat dia dan calon istrimu ini masih berpacaran lima tahun yang lalu. Saat dia masih sering menulis surat untuknya.”

Hari ke-7 #15HariNgeblogFF

11 komentar:

  1. ini namanya CLBK yang nggak di sengaja ya mbak...hehe....nggak papa deh...mungkin udah takdirnya begitu ya mbak....hehe

    BalasHapus
  2. hahaha, keren idenya.
    membalikan yg disangka orang
    :lol:

    BalasHapus
  3. waah. endingnya bagus :D
    salam kenal yah mbak Winda :D
    salam #15HariNgeblogFF :))

    BalasHapus
  4. walah calon istrinya itu mantan pacar suaminya mantan pacar laki2 itu. haduh gimana sih saya nulisnya amburadul hihihi

    BalasHapus
  5. Mantap mbak Winda....
    Amnesia partial jadi inget filmnya "50 First Date"

    BalasHapus
  6. trus, yang nerima surat itu jadi nikah gak sama si calon istrinya. #nunggu judul buat besok :D

    BalasHapus
  7. waduh bunda.. ribet yah tapi teteup keren. suka!

    BalasHapus
  8. wuihh. ga ke tebak jalan ceritanya.
    si cowok kegeeran tuh. hihihi :P

    BalasHapus
  9. Mami Zidane: hihihihi, iya, mbak...kalau udah takdir mau gimana? :)))

    Hadi: hiks, bolos sehari kemaren nih.. :(

    Biondy: terima kasih ya..salam kenal juga.. :D

    Mbak Lidya: hahahaaa..belibet deh...wkwkwkwkwkwk

    Robertus: My favorite movie!! ^_^

    Mira: eaaa...kenapa harus bersambung terus sih miiir....nanti kayak sinetron...huhuhuhuuu...

    Ruri: hiks, iya ya, kenapa jadi ribet sih? hiks.. :D

    Inge: jadi salah sangka..hihihihihi

    Santi: yoih.. :)

    armae: hahahaa, iya, abis suratnya gk ada nama...

    BalasHapus