Almh. Mama dan Papa saat masih bertugas di Roma, Italia |
Sekitar tahun 2000, saya diajak oleh Bang Edu—yang saat itu masih berstatus pacar—ke rumahnya untuk pertama kalinya. Waktu itu kami baru berhubungan sekitar 3 bulan dan dia ingin mengenalkan saya dengan sang mama. Dalam perjalanan menuju rumahnya di Ciledug, dia menceritakan sedikit tentang mamanya. “Mama itu perempuan super! Teman-teman anak-anaknya diperlakukan seperti anak-anaknya sendiri. Rumah sudah seperti rumah mereka semua. Tidak ada yang akan kelaparan kalau main ke rumah. Mama juga punya usaha catering keci-kecilan di rumah. Pokoknya, apa pun yang penting halal dia lakukan untuk membantu orang lain.”
Dalam hati saya merasa lega. “OK, she sounds like a very nice lady,” pikir saya dalam hati.
Saya masih ingat sekali saat kami sampai di rumahnya di Ciledug setelah melalui perjalanan dari Pondok Bambu dengan berboncengan Vespa. Saat itu sudah jam 11 malam dan mama seperti sudah tertidur lalu terbangun karena kedatangan kami berdua. Dengan celana pendek dan kaos oblong, beliau menyambut saya dengan seadanya. Dua nampan kue basah terletak di atas meja. Tanpa saya tanya beliau lalu berkata, “Ini ada pesenan kue, Win. Tante kan terima pesenan catering. Lumayan buat nambah-nambah.” Saya mengangguk karena Bang Edu sudah bercerita tentang kegiatan sang mama sehari-hari.