ABOUT ME

Selasa, 23 Oktober 2012

Review Penggemar Remy Silado Garis Keras (Boulevard de Clichy)

Setiap kali saya selesai membaca novel Remy Silado, saya selalu merasa bangga dengan diri sendiri. Novelnya yang selalu lumayan tebal (diatas 500 halaman) dengan nama tokoh dan nama tempat yang sulit diingat (karena sebagian besar ber-setting luar negeri) merupakan tantangan tersendiri bagi saya untuk konsentrasi membaca kisahnya sampai selesai. Herannya, saya nggak pernah tuh nyerah di tengah jalan kalau baca novel-novelnya Om Remy. Maklum, saya penggemar garis keras beliau soalnya. Wkwkwkwk...


Baru semalam saya berhasil menamatkan membaca novel Remy Slado yang saya dapat dari berburu online via Facebook, Boulevard de Clichy, Agonia Cinta Monyet. Dan berakhir dengan nafas ngos-ngosan (literally) karena bahagia dan merasa beruntung sekali saya masih mampu menyelesaikan membaca novel setebal 671 halaman itu. Pada akhirnya uang sebesar Rp 80.000 (sudah termasuk ongkir dari Aruna Omah Buku) yang saya keluarkan terasa tidak sia-sia sama sekali. Seperti novel-novel Remy Silado lain yang sudah menghuni rak buku saya, novel ini menjadi aset berharga saya untuk belajar menjadi penulis yang baik dan berkarakter sepert Remy. Tsah!

Cerita novel Boulevard de Clichy ini berpusat pada kehidupan seorang perempuan Indonesia bernama Anugrahati atau Nunuk selama 5 tahun hidupnya. Dibuka dengan perkenalan pembaca dengan Nunuk saat usia remaja (SMA) yang dihantui perasaan minder dan kuper sebab bibirnya sumbing. Lalu hidupnya berubah 180 derajat ketika Suhardi, ayahnya yang seorang sopir Metro Mini di Jakarta, berhasil mendapatan uang untuk operasi plastik anak satu-satunya itu dari merampok seorang perempuan tua. Nunuk langsung menarik perhatian Budiman, anak pejabat DPRD, di sekolahnya. Anak kaya manja dan playboy itu berhasil menjadikan Nunuk sebagai pacarnya dan jreng jreng jreng...Nunuk hamil. Oh well... Sampai di situ dan beberapa bab selanjutnya kisah terasa klise. Anak orang miskin dihamili oleh anak orang kaya. Ketebak banget kalau cinta mereka pasti dihalangi oleh orang tua Budiman (Waluyojati, sang ketua DPRD dan Yani, ibunya). Tapi seklise apa pun kisah yang diangkat, saya nggak bisa  meninggalkan bacaan itu di tengah-tengah. Saya akan mengalami kerugian besar jika saya tidak menyelesaikan membacanya sampai selesai.

Kerugian besar yang saya maksud adalah permainan diksi Remy yang super lincah dan jugaaaa: KOSA KATA dan PERIBAHASA antik dan belum pernah saya baca sebelumnya. Simak sebagian yang saya temukan ini dan kasih tahu saya kalau kamu tahu artinya, karena saya sendiri akhirnya jadi buka KBBI karena penasaran. :D


KOSA KATA
1. halai-balai
2. nyanyang
3. tersunjam
4. sangsai
5. tulat
6. tubin
7. matra

PERIBAHASA
1. sudah eban dihela pula
2. angus tiada berasap, karam tiada berair

Itu baru sebagiaaan... Banyak banget sebenernya kosa kata 'aneh' yang saya temukan dalam novel ini (seperti halnya dalam novel-novel Remy yang lain). Daan, ngapain jadi belajar bahasa gini, sih? Jadi gimana kelanjutan ceritanya Nunuk dan Budiman? Ini baru 1/6 bagian pertama cerita. Dan sumpah mampus, saya nggak nyangka sama sekali kalau nantinya di bagian-bagian selanjutnya akan muncul tokoh mafia Bing Wijaya, polisi yang menyamar sebagai wartawan, bencong di Prancis yang asli Indonesia, kakek dan nenek tukang selingkuh yang tinggal di Bandung, perjalanan dinas anggota dewan ke Prancis, pembunuhan ala mafia, sampai opo-opo pun ada dalam kisah ini.

Apa itu opo-opo? Alkisah, Yani, ibunya Budiman, maen dukun supaya Budiman lupa sama Nunuk dan nggak usah tanggungjawab atas janin yang dikandung pacarnya itu. Terdengar sinetron? Makanya baca dulu. Sebab bukan Remy namanya kalau menampilkan sesuatu tanpa alasan dan penjelasan yang jelas sejelas-jelasnya. Saya jadi belajar banyak juga tentang ilmu magi opo-opo yang ternyata berasal dari Minahasa ini. Konon orang-orang Minahasa lama masih percaya akan kekuatan-keuatan ghaib hitam yang mereka sebut opo-opo itu. Dikisahkan Budiman dikuasai oleh opo-opo selama hidupnya di Prancis sehingga dia sama sekali lupa pada Nunuk. Saat yang sama Nunuk juga terdampar d Prancis menjadi penari telanjang. Huaaa....Bingung bacanya? Makanya baca sendiri! Ngahahahaa...

Saya mau mengutip beberapa kalimat dalam novel itu yang membuat saya (lagi-lagi) menggeleng-gelengkan kepala karena takjub akan permainan diksinya.

Di bawah sadarnya itu pun sebetulnya dia sendiri ragu pada kerja sama antara kepala dan hatinya. Dia tahu, dan tidak pernah bisa dikatakannya, betapa isi kepalnya skarang seperti jalinan temali yang awut-awutan dan isi hatinya seperti adonan perawis yang acak-acakan. Dalam keadaan begini dia adalah anak domba yang malang terlempar ke dalam ngarai gelap hitam dengan ketiadaan jalan pelepasan.
Keadaan yang pelik ini membuat dirinya bagai apa yang dikatakan peribahasa sebagai 'sudah eban dihela pula'.
Malang dia kini.
Jalang dia tadi.
Kalang dia esok.
Sulit dia memindai dirinya sendiri.

Atau ini....

Ketika berangkat meninggalkan tanahair keadaan dirinya seperti merak menjulangkan ekor, maka kini ketika pulang meninggakan tanah orang keadaan dirinya seperti tabuhan dalam tukil. Bayang-bayang peristiwa tadi malam itu masih terus terbawa-bawa di selaput jala matanya. Bahkan itu awet membekas dalam ingatan sepanjang duduk diamnya di atas pesawat dari Schiphol sampai Cengkareng. Artinya, ternyata si rai gedek pun rapuh terhadap gaung kebenaran dalam sukmanya yang menalunkan kesadaran-kesadaran insani. Dia kalah pada gaung itu.

Atau saat Budiman menggambarkan dirinya yang tengah bingung akan pilihan hidupnya...

"Saya bukan Van Gogh. Saya hanya Budiman. Sayalah sosok asli di antara sosok-sosok yang mencari makna hidup begini jauh, dan belum juga menemukan: tidak dalam warna lukisan, tidak juga dalam irama puisi, apalagi dalam alam nyata."

Seperti yang pernah saya certakan di sini, saat saya bertemu dan bertanya langsung pada Remy Silado tentang kekayaan kosa katanya yang gila-gilaan itu, beliau bilang, " "Kalau mau bisa menulis dengan baik, banyak membaca, perbanyak kosa kata. Bahasa Indonesia adalah bahasa terkaya dalam jumlah kosa kata, jangan terlalu banyak ingin menunjukkan bisa berbahasa asing, tetapi melempem di bahasa sendiri. Bahasa Indonesia itu adalah satu-satunya bahasa yang memakai rasa atau hati, beda dengan bahasa Inggris. Maka banggalah dengan bahasa kita!" JLEB!

Pada akhirnya, seperti setiap resensi, penilaian saya ini tentunya sangat subyektif. Saya penggemar berat Remy Silado, tentu saja! Wkwkwkwk.... Tapi dari segi tata bahasa dan kecakapan permainan diksi, dari lima bintang, saya beri novel ini TUJUH bintang! Wakakakakkk...
Walaupun dari sudut cerita/kisahnya sendiri saya hanya berusaha jujur pada hati saya, dari lima bintang saya beri EMPAT SETENGAH. Beberapa adegan terasa agak 'sinetronisme'  dan 'hollywoodisme' buat saya. Terutama saat Bing Wijaya membunuh bodyguard-nya di tepi kolam renang dengan pistol lalu ikut membunuh perempuan simpanannya. Too mafioso...tapi emang tokoh Bing Wijaya itu digambarkan sebagai mafia, sih! Hihihihihi... Dan saat Suko sang wartawan ikut menangkap Bing di Hongkong dengan sejumlah interpol Hongkong, lalu membuat pengakuan yang bunyinya agak 'nggak banget' buat saya: "Sebenarnya saya adalah polisi," pada Bing Wijaya.

Akoh itu akoh! Sama Remy Silado! Keliatan banget kan girangnya? Ngahahahaaa....

Overall, rugi lo rugiiii kalo nggak baca novel ini! Sesungguhnya yang bikin saya penasaran sejak awal adalah adanya klaim Novel Pop pada sampul buku. Se-pop apa sih Remy Silado itu, pikir saya? Saya bisa bilang sekarang, dia nggak cuma nge-pop, tapi juga tengil, nyentrik, seenak udel, semaunya dewe dan jenius! Saya maafkan beberapa adegan 'sinteron' dalam kisah ini karena saya terlalu kagum padanya. Ahahahahaa...:))))

Judul buku: Boulevard de Clichy, Agonia Cinta Monyet
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2006)
Tebal: 671 halaman

12 komentar:

  1. Plotnya gimanaaa??? Gw udah ga kagum sama bahasa-bahasa dia, secara dia emang ahli bahasa bo' hahahahahaaaaaaaa.... Yg elo bilang ala sinetron itu yg justru gw tuntut untuk diceritakan dengan lebih lebar-luas-panjang-dalam, sebab itu dia mainan dia di plot, bijimana yg ituh?

    Over all, gila, elo emang bener2 fansnya si oom inih :D *standing ovation for this review* ehem, pinjem doooong bukunyah wkwkwk

    BalasHapus
  2. huakakakakkk...plotnya sinting!!!! lo bayangin aja, dari kisah cinta monyet dia bisa nyeret ke adegan anggota dewan lagi rapat dan adegan-adegan di klub striptis d prancis... SINTING! you know what, gw emang pengen minjemin ke elooo bukunyaaa...hahahahahaaa

    BalasHapus
  3. 671 halama...busyettt dah...berapa bulan kelarnya kalo aku yg baca :D

    BalasHapus
  4. uhuk, novel Remy yg terakhir aku baca kembang jepun, itu zaman kapan yaa hahahaha...

    tengkyu review-nya mba Win, bikin penasaran kepengen baca ;)

    BalasHapus
  5. Dari pengalaman pertama baca Remy Sylado, memang ajaib bahasa yg dituturkan beliau. Aku baca "Namaku Mata Hari". 500an halaman jg, dan gak bisa berhenti bacanya kecuali terpaksa. Sepertinya gak salah nih ngefans sm Opa Remy. :D *mau baca bukunya yg lain jg aaahhh...

    BalasHapus
  6. yang ini memang jleb banget, mbak... :)) --> "Kalau mau bisa menulis dengan baik, banyak membaca, perbanyak kosa kata. Bahasa Indonesia adalah bahasa terkaya dalam jumlah kosa kata, jangan terlalu banyak ingin menunjukkan bisa berbahasa asing, tetapi melempem di bahasa sendiri. Bahasa Indonesia itu adalah satu-satunya bahasa yang memakai rasa atau hati, beda dengan bahasa Inggris. Maka banggalah dengan bahasa kita!"

    kalo buku ini sendiri, dari awal saya udah tertarik sama cover-nya, tapi tapi... mau baca udah takut duluan sama tebalnya, hahahah cemen banget ya??

    BalasHapus
  7. :) Wah, seneng nemu blognya Emak gahul. :) Renyah di lidah.

    Aku terakhir baca bukunya Om remy apa ya? Kalau nggak kerudung merah ya ca bau khan.. :D Lama banget ya?..

    Dan kebetulan besok ada temen datang mo bawain aku buku ini. Ga sabar jadinya nunggu dia datang. :)

    BalasHapus
  8. Remy Silado, buku yg "Boulevard de clichy" saya juga pny mbak, tapi sampai sekarang belum selesai bacanya.. hihiii..
    Bahasanya luar biasa..
    Harus cari buku itu sekarang dan membaca kembali dari awal!!

    BalasHapus
  9. weww, musti yg bner2 hobi baca ini, klo ngga ya ga bakalan mudeng, hehe :p

    slm kenal mbak :)

    BalasHapus
  10. saya beli novel ini 35.000, masih cetakan pertama dan pas ada pameran. setuju samap reviewnya. :)

    BalasHapus
  11. 1 minggu baru kelar siang malem di baca. Hahaha

    BalasHapus