ABOUT ME

Kamis, 24 Maret 2011

Perjalanan Pohon Pinus Terakhir

Pohon pinus terakhir di puncak bukit yang sejuk berdiri pasrah. Menanti gergaji mesin memotong batangnya. Teman-temannya sudah lebih dulu naik ke atas truk pengangkat yang besar di kaki bukit. Mereka bersiap untuk melakukan sebuah perjalan panjang yang belum terbayangkan akan seperti apa nantinya.
Kemana mereka akan dibawa? Apa yang akan mereka lakukan? Akan jadi apa nanti mereka? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu menari-nari dalam pikiran mereka setiap melihat segerombolan pohon pinus ditebang dan dinaikkan ke dalam truk besar itu. Tak ada satu pun dari mereka yang datang kembali untuk menceritakan apa yang mereka alami setelah mereka dibawa pergi oleh truk pengangkut itu.
Pohon pinus terakhir ikut naik ke atas truk besar itu. Bergabung bersama teman-temannya. Bersama-sama mereka terguncang-guncang di atas truk itu. Memandang bukit yang gundul karena sudah tak ada lagi pohon yang tersisa di sana.

Rabu, 23 Maret 2011

All Hail Internet! My Achievement In Writing!

Buku Dear Papa, berisi surat cinta dari anak kepada sang ayah. Buku Dear Papa 6 ini memuat tulisanku di dalamnya.

Baru tiga hari yang lalu akhirnya saya bisa memegang sebuah buku yang nama saya tercetak di sampulnya sebagai (salah satu) penulis. Olalaa, maafkan ke-norak-an saya ini, teman-teman. Dan biarkanlah saya menikmatinya sejenak. Ihik! Saya tahu (mungkin) tidak semua orang yang suka menulis bercita-cita untuk menerbitkan buku. Apalagi jaman sudah makin canggih. Internet bagi sebagian orang 'disalahkan' sebagai bergesernya minat 'penulis' untuk menerbitkan buku dalam bentuk yang riil. Buat apa ngemis-ngemis ke penerbit untuk menerbitkan tulisan kita, kalau blog gratis bertebaran di dunia maya dan jelas-jelas lebih mudah untuk di-akses oleh para pembaca? Oww, saya sama sekali tidak bisa mengecilkan peran internet dalam perkembangan dunia literatur dunia. Walau bagaimana, bisa jadi saya adalah salah satu dari ribuan penyuka kegiatan menulis yang merasa dibesarkan melalui internet.

Selasa, 22 Maret 2011

Biduk


Berayun terhempas ombak...
Bertahan agar tak terjungkal...
Berjuang untuk merapat...
Bertahan di dermaga...
Biduk adalah pejuang...
Tak rela terhempas ombak...
Menahan untuk menatap langit...
Terus berjalan dalam peluh kayuhan...
Untuk akhirnya selamat sampai tujuan...

Aku Tak Butuh Sesal

Aku tak ingin hidup dalam penyesalan
Kadang kudapati mimpiku tak tergapaikan
Tak mengapa bagiku
Kadang kutemui jalan buntu di hadapan
Tak masalah bagiku
Selama aku tahu
Juangku telah sampai ujung
Setidaknya aku puas bertarung
Mimpiku masih banyak
Tak kan kubiarkan diriku menyerah telak
Sebab tak kuizinkan diriku menyesal kelak

Cinta Lama Menyapa

Saat cinta lama menyapa...
Akankah kau sambut dengan bahagia?
Sedangkan kau bukan lagi untuknya...
Maukah kau sekedar berjudi?
Mencoba kembali rasa yang lalu...
Dengan dalih melepas rindu...
Dan yakin tidak akan tersesat...
Seperti apakah keyakinanmu?
Apakah seperti kau yakin 
matahari esok akan duduk di timur?
Jika tak begitu yakinmu...
Maka pergilah menjauh...
Sebelum langkah salah terpijak...
Tak bisa tersurut walau sejengkal...
Bukankah dia ada di sampingmu...
Cinta sejati yang kau genggam...
Tak layak sungguh melepasnya...
Hanya untuk sebuah cinta usang...
Dari masa lalu yang telah berdebu....

Celebs...Are You Somekind of Gods?

Ini artikel lama, bulan November 2009 yang lalu, sempat posting di Kompasiana. Sekarang pindah rumah ke sini aja, deh! Hahahaa... Selamat ngetawain dirikyuh!
===============
Fotonya boleh ambil dari hasil googling

Teringat beberapa bulan yang lalu saya pernah menulis status dalam akun Facebook saya : "Bertekad mulai hari ini kalau ketemu selebriti, siapapun, akan memberanikan diri minta foto bareng =P". Status nyeleneh seperti itu biasanya akan mengundang komentar dari teman-teman. Dan benar saja, sepuluh menit kemudian terkumpul lebih dari sepuluh komentar yang nadanya sama, menertawakan tekad saya yang aneh. Satu dari mereka menanyakan mengapa saya sampai bertekad demikian. Saya menjawab, karena saya merasa jarang sekali bertemu dengan orang terkenal selama hidup saya. Sementara melihat-lihat photo album teman-teman di Facebook, hampir selalu ada foto mereka dengan wajah sumringah dengan orang terkenal atau hampir terkenal atau tidak terkenal tapi sepertinya ingin terkenal (baca : seleb jadi-jadian).
Saya memang jarang keluar rumah karena kesibukan saya sebagai seorang ibu di rumah. Istilah kerennya : "Saya gak gaul geto...". Jadi kapan saya bisa menemukan selebriti dalam hidup saya? Sedangkan mereka beredar di tempat-tempat yang saya hampir tidak pernah datangi (mall, cafe, movie theatre, dugem spots, etc). Masa saya harus berharap mereka yang datang ke rumah saya? Yang bener aja!

Minggu, 20 Maret 2011

Do Not Disturb My Happiness!

Dalam setiap keriaan dan perayaan yang gegap-gempita dan ramai sorak-sorai, akan selalu ada seseorang atau sekelompok yang berdiri di pojok ruang pesta mengamati dengan tatapan sinis. Entah mengapa mereka tak ikut bergabung dalam kebahagiaan yang memenuhi udara  sekitarnya. Mungkinkah karena tak diundang? Lalu mengapa mereka ada di dalam ruang pesta berlangsung? Atau mungkin karena mereka merasa pesta tak seindah yang dibayangkan? Harapan kadang memang sering menyalip terbang terlalu tinggi. Atau mereka memang sama sekali tidak bisa bahagia dengan melihat kebagiaaan orang lain? Waah, sungguh merugi hidup menjadi manusia seperti itu!

Rabu, 16 Maret 2011

"Kisah Tulip dan Kupu-kupu"



Bunga tulip yang sedang mekar menarik perhatian kupu-kupu. Warnanya yang cerah mengundang kupu-kupu datang mendekat.
“Aku suka warnamu, tulip,” kata kupu-kupu memuji.
“Aku juga suka warna sayapmu,” ujar tulip balas memuji.
“Tapi warnamu lebih cerah,” ucap kupu-kupu dengan rendah diri.
“Hey, jangan bersedih! Bukankah kamu bisa terbang, sedangkan aku tidak?” kata tulip menghibur kupu-kupu.
Kupu-kupu terdiam mendengar ucapan tulip. “Benar juga, ya? Tapi kenapa warna sayapku tidak secerah warnamu?” tanya kupu-kupu masih penasaran.
“Karena sayapmu harus bekerja keras untuk dapat membawamu terbang ke angkasa. Sementara kelopakku tidak melakukan apapun selain diam di sini,” ujar tulip sambil tersenyum.
Kupu-kupu ikut tersenyum. Sekarang dia tahu kalau dirinya tidak perlu merasa rendah diri. Setiap makhluk Tuhan memiliki keistimewaannya masing-masing.
Kupu-kupu lalu terbang sambil tersenyum berterima kasih kepada tulip. Tulip balas tersenyum kepada kupu-kupu. Warna kelopaknya terlihat makin cerah.

oooOOOooo

Minggu, 13 Maret 2011

Januari 50K (#21): Menguak Misteri


“Lo bohong kan, Ky?”
“Bohong apaan, nih?”
“Lo nggak ketemu Kayla, kan?”
“Eh, emangnya kenapa?”
“Karena gue tau Kayla bukan di Bandung!”
“…”
“Kok lo diem?”
“Lo tau Kayla ada di mana selama ini?”
“Pokoknya gue tau kalo Kayla bukan ada di Bandung!”
Decky mengerutkan keningnya tidak paham dengan pembicaraannya di telpon dengan Sandra itu. Hari itu sehari setelah pertemuan bulanan mereka kemarin. Sandra tiba-tiba menelponnya dan bilang kalau dia bohong. Tahu dari mana Sandra kalau dia bohong? Dan ngapain dia sampai ribet banget cari tahu tentang Kayla?
“San, gue ke rumah lo, ya? Ada Reza nggak di rumah? Kalo ada, gue ke rumah lo sekarang. Mumpung hari Minggu, nih!” katanya pada Sandra.
Biarpun dia cowok lajang, dia cukup tahu manner untuk nggak sembarangan bertamu ke rumah teman cewek yang sudah menikah. Kalau sampai datang ke rumah mereka dan suaminya nggak ada di rumah, itu sama aja cari masalah. Fitnah gampang bertebaran di mana-mana. Dan Decky ogah banget terjebak dalam masalah rumah tangga orang lain. Apalagi rumah tangga teman sendiri. Hiiii, jauh-jauh, deh!

Sabtu, 12 Maret 2011

Tujuh Korban Rambutku


Rambutku adalah petualang. Aku tidak berlebihan. Sejak aku mengenal gunting, rambutku sudah memulai petualangannya. Usiaku tiga tahun saat petualangan perdana rambutku itu dimulai. Aku melihat gunting yang entah mengapa terlihat begitu lucu di mataku saat itu. Dua ujung tajamnya seperti sepasang tangan mungil dalam ruang imaginasi kanak-kanakku. Tangan-tangan mungil itu seperti mengajakku untuk menggandengnya. Kuraih dan kuselipkan jari-jari mungilku ke dalam dua lubang pegangnya. Lubang itu masih terlalu besar untuk jari-jari kecilku. Susah payah aku berusaha memantapkan kedudukan gunting itu di tanganku. Aku berusaha mengingat-ingat bagaimana Ibu dan Bapakku memegang gunting. Setelah mantap, mulailah aku beraksi. Tepatnya mulailah petualangan rambutku dimulai. Tak sampai dua menit rambut panjang, indah, lurus dan berkilau yang selalu dibangga-banggakan Ibuku itu sudah berserakan di lantai. Entah mengapa jeritan Ibuku saat itu justru membuatku terpekik girang. Aku memekik kegirangan sambil berusaha menghindar dari sergapan Ibuku. Aku berlari sambil mengacung-acungkan gunting di tangan dan tertawa gembira mengira Ibuku sedang mengajakku bermain 'tangkap aku'.
Itu dua puluh tahun yang lalu. Setelah kejadian itu aku seperti ketagihan untuk melakukan sesuatu dengan rambutku. Maka jadilah aku pelanggan salon depan rumah termuda saat itu. Aku selalu merengek-rengek kepada Ibuku untuk pergi ke salon untuk memotong rambutku. Ibuku tak pernah kuasa untuk menolak rengekan aku, bidadari kecil yang dipujanya ini. Akhirnya selama sebulan pertama sudah empat kali aku ke salon depan rumah untuk memotong rambutku. Takut dalam waktu sebulan lagi aku akan berkepala botak, akhirnya Ibu memberitahuku kalau banyak hal yang bisa dilakukan di salon selain memotong rambut.
Oww...sungguh sebuah penjelasan yang sangat mengagumkan bagiku. Ternyata aku bisa sekedar mencuci dan mengeringkan rambut di salon, mendapatkan layanan creambath bahkan meluruskan atau mengeriting rambutku. Wow!