Jumat, 17 Agustus 2012

Rest In Peace, Mama...

  19 comments    
categories: ,


Almh. Mama dan Papa saat masih bertugas di Roma, Italia

Sekitar tahun 2000, saya diajak oleh Bang Edu—yang saat itu masih berstatus pacar—ke rumahnya untuk pertama kalinya. Waktu itu kami baru berhubungan sekitar 3 bulan dan dia ingin mengenalkan saya dengan sang mama. Dalam perjalanan menuju rumahnya di Ciledug, dia menceritakan sedikit tentang mamanya. “Mama itu perempuan super! Teman-teman anak-anaknya diperlakukan seperti anak-anaknya sendiri. Rumah sudah seperti rumah mereka semua. Tidak ada yang akan kelaparan kalau main ke rumah. Mama juga punya usaha catering keci-kecilan di rumah. Pokoknya, apa pun yang penting halal dia lakukan untuk membantu orang lain.”

Dalam hati saya merasa lega. “OK, she sounds like a very nice lady,” pikir saya dalam hati.
Saya masih ingat sekali saat kami sampai di rumahnya di Ciledug setelah melalui perjalanan dari Pondok Bambu dengan berboncengan Vespa. Saat itu sudah jam 11 malam dan mama seperti sudah tertidur lalu terbangun karena kedatangan kami berdua. Dengan celana pendek dan kaos oblong, beliau menyambut saya dengan seadanya. Dua nampan kue basah terletak di atas meja. Tanpa saya tanya beliau lalu berkata, “Ini ada pesenan kue, Win. Tante kan terima pesenan catering. Lumayan buat nambah-nambah.” Saya mengangguk karena Bang Edu sudah bercerita tentang kegiatan sang mama sehari-hari. 

Almh. Mama, Papa, Bang Edu dan Andis
Ketika kemudian saya menikah dengan Bang Edu, saya makin mengenal sosok mama yang memang apa adanya. Mama adalah orang yang paling tidak bisa berpura-pura, baik dalam bersikap maupun berkata-kata. Apa yang dirasa dan ingn diungkapkannya akan dkatakan dengan jujur. Kadang untuk orang yang tidak terlalu mengenalnya mama mungkin terkesan galak dan cerewet. Untuk saya pribadi, saya tak keberatan sedikit pun dengan sifatnya yang satu itu. Semata karena sifat blak-blakan seperti itu tidak saya miliki. Saya cenderung mengagumi sifat yang dimiliki orang lain dan tdak saya miliki.

Saya diberi kesempatan oleh Tuhan hidup bersamanya sebagai menantu selama dua belas tahun. Walaupun tak setiap hari kami bertemu dan berbincang-bincang, karena jarak yang memisahkan kami (Bekasi-Ciledug), sedikit banyak saya mulai mengenalnya dari hati. Sifat-sifat kecil yang mungkin samar terlihat di mata orang yang mengenalnya sekilas, saya cukup mampu melihatnya seperti keluarganya yang lain. Mama tak pernah bisa melihat orang lain kesusahan. Kesenangannya untuk menolong orang lain kadang lebih besar dari keinginannya untuk memuaskan dirinya sendiri. Tidak pernah sekali pun saya mendengar mama ingin ini dan itu dalam bentuk materi, seperti pakaian , sepatu atau tas. Keinginannya yang sering terdengar oleh saya adalah selalu seputar keinginannya untuk sering-sering berkumpul dan menghabiskan waktu bersama dalam setiap kesempatan. Keinginan beliau ini seringnya tak terpenuhi karena kesibukan anak-anak dan sekolah cucu-cucunya. This is one thing I regret now. Saya merasa masih kurang sekali waktu yang kami habiskan bersama. Dan saat saya menyadarinya, mama sudah tidak ada.
Banyak hal yang saya dapat dari beliau. Bahkan saat mama sudah pergi tiga hari yang lalu, saya juga baru mengetahui satu hal yang membuat miris hati saya. Mama tak pernah mau membuat orang lain mengkhawatirkan dirinya. Beliau tidak pernah menunjukkan rasa lelah mau pun sakt yang dirasanya. Itu sebabnya, sampai mama pergi pun, kami tak pernah tahu apa penyakit mama yang menyampaikan usianya hari itu. Beberapa hari terakhir hidupnya, kesehatannya menurun, namun mama selalu berkata itu bukan hal yang serius. “Paling masuk angin. Dikerik juga nanti baik lagi.” Selalu itu yang keluar dari mulutnya saat kami menanyakan tentang kesehatannya. Sepertinya kelelahan yang luar biasa yang dirasa oleh mama beberapa hari menjelang kepergiannya, karena beliau menerima pelayanan catering untuk buka puasa selama 3 hari berturut-turut. 

Almarhum nenek saya pernah berkata, “Seseorang pergi saat melakukan hal-hal yang disukainya. Karena itu sukailah hal-hal yang baik agar kita pergi saat melakukan hal yang baik.”
Mama pergi saat melakukan hal yang paling disukainya. Jasa catering adalah sarananya, namun yang paling hakiki yang disukainya adalah memenuhi hajatan orang yang memesan jasanya dan memberikan kesempatan bagi para karyawannya untuk mendapat upah dari hasil kerja mereka. Banyak orang bergantung hidup dari mama, dan cara mama untuk membantu mereka adalah dengan mengajak mereka bekerja di catering miliknya. 

Begitu sibuknya mama dengan pekerjaannya, beliau bahkan tak punya waktu untuk sering-sering bersosialisasi dengan banyak orang. Namun lagi-lagi satu hal saya pelajari dari situ. Mama kandung saya berkata, “Mama Edu disebut-sebut sebagai pribadi yang diam tak banyak bicara sama tetangga yang mengantarnya shalat jenazah tadi. Insya Allah, itu yang akan menyelamatkannya di sana, karena dia tak punya waktu untuk bergunjing karena waktunya habis untuk membantu orang banya. Subhanallah!”

Dua belas tahun mengenalnya, bahkan sampai mama pergi masih banyak yang saya pelajari dari beliau. Namun seperti yang biasanya terjadi, manakala kematian itu datang begitu mendadak dan mengejutkan, selalu terselip beberapa penyesalan. Penyesalan itu memang akhirnya hanya akan bisa menjadi sebuah penyesalan yang tidak ada gunanya. Satu-satunya hal yang bisa menolong dan menyenangkan hatinya di sana sekarang ini adalah do’a dari kami anak-anak dan keluarganya. Amal jariyah dan ilmu yang bermanfaat sudah diberikannya dengan maksimal semasa hidup. Kekurangan mama sebagai seorang manusia akhirnya tertutup karena kabaikan hatinya menolong sesama. Tak sedikit pun saya khawatr melepas dan mengikhlaskan kepergian mama. Beliau amat sangat disayang oleh banyak orang. Do’a orang-orang yang telah ditolongnya selama ini akan mengantarnya ke tempat yang terindah di sisi Allah SWT. 

Istirahat yang tenang di sana, Ma!  You’ve done enough to many people. It’s time for you to sit back and relax. Just smile from above while we’re sending you prayers to keep your place on heaven. 

RIP Hj. Elva Yohana (13 Agustus 2012)

19 komentar:

  1. InsyaAllah Mama mendapatkan tempat yang terbaik mbak

    BalasHapus
  2. Mamanya kayak ibu peri O:)
    baik sekaliiiih semoga semua amal ibadahnya diterima di sisi Allah yaaa maak amiiin :)
    Salam

    BalasHapus
  3. Innalillagi, turut berduka ya mbak Winda

    BalasHapus
  4. sampai nangis bacanya, mbak..
    semoga amalnya menjadi penolongnya kelak di akherat. amin

    BalasHapus
  5. Semoga Mama mendapatkan tempat dan hidangan terbaik di Surga-Nya, sebagaimana beliau selalu memberikan tempat dan hidangan terbaik bagi orang-orang yang memerlukan. Aamiin...

    BalasHapus
  6. *hugs* May she rest in peace. Turut berduka cita ya Winda

    BalasHapus
  7. Jadi inget ibu mertuaku, ingin berbakti selagi masih punya ksempatan :')

    BalasHapus
  8. jadi terharu baca ini mbak.. :') semoga kubur mama-nya mbak senantiasa dijadikan taman-taman surga oleh Tuhan ya mbaaak..

    BalasHapus
  9. Insya Allah mama dapat tempat terbaik disana ..

    BalasHapus
  10. Innalillahi, turut berduka cita mbak..
    Semoga mamanya mbak mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah swt.

    BalasHapus
  11. Innalillahi... Semoga mama Bang edu mendapat tempat terbaik di sisinya ya, mak Win. Aamiin :)

    BalasHapus
  12. semoga alm Mama mendapat tempat yg terbaik di sisi Nya ya.. Aamiin..

    BalasHapus
  13. baru nemu blognya mba Winda..
    turut berduka cita ya mba walopun telat..semoga alm mama mendapat tempat terbaik disisi Allah SWT dan mba Winda & keluarga tabah semuanya..

    BalasHapus
  14. innalillahi...turut berduka cita

    BalasHapus
  15. semoga semua amal perbuatan almh. bsa ditrima disisi ALLAH SWT... amiiinn...

    BalasHapus