Rabu, 21 Desember 2016

Ketika Princess Naik Taksi Online

  22 comments    
categories: 
Assalamu'alaikum.

Semua orang tahu (nggak, deng!), Emak Gaoel gak tau jalan, tukang nyasar, gak bisa bedain kiri sama kanan, dan banyak kekurangan culun lainnya yang berhubungan dengan arah dan tujuan. Entah kenapa, mungkin dulu waktu kecil nggak pernah dibawa jalan-jalan. Hahaha. Yang jelas, saya emang susah banget hafal jalan dan arah. Kalau boleh jujur, jalan dari Bekasi ke Ciledug (rumah mertua) pun sampai sekarang belum hafal. Hiks. Bukan karena nganggep gak penting, tapi beneran saya suka blank aja kalau ditanya jalan dan arah. 


Makanya sejak dulu saya bersahabat banget sama public transportation. Naik Metro Mini, yang penting tau turunnya di mana. Naik Mikrolet, yang penting tau nomor berapa dan jangan lupa pesen, "Bang, kasih tau ya kalau saya udah sampe." Naik taksi apalagi, tinggal bilang mau ke mana. Asal siap duit aja.

Alhamdulillaah, sejak ada aplikasi online buat trasnportasi model-model Go Jek, Grab dan Uber, keculunan saya makin dimanja. Ini enak banget! Tinggal klak-klik, cusss! Nggak perlu jelasin mau ke mana, tinggal naik, jadi princess. Tapi kemudian ....

Ternyata nggak semudah itu jadi princess. Karena mulai sering naik mobil/taksi online, saya jadi ketemu sama beragam supir yang sukses bikin saya gagal duduk cantik sambil main hape manjah dalam mobil. Kadang itu cuma keberuntungan belaka. Kalau lagi nggak beruntung, ada aja yang bikin saya blingsatan, takut telat, takut nyasar dan yang paling ngeselin adalah, takut ditanya, "Kita lewat mana, Bu?" Hah? Lu nanya guwwe?


One time, dapat driver yang GPS-nya nggak mau kerja sama. Nggak tau kenapa, tapi saya sih curiga paketannya abis pas abis ambil orderan saya. Ya, mbok isi aja dulu sih di minimarket. Jangan malah nanya ke saya, "Kita lewat mana, bu? GPS saya mati." Errrgh, sebelah kiri sama kanan aja saya bingung. 

Pernah juga dapat driver yang baru hari pertama kerja. Itu sih biasa, mengingat aplikasi online ini kan memang masih baru booming ya di Indonesia. Masih banyak rekrut tenaga baru. Yang nggak biasa itu, dapat driver yang hari pertama kerja, orderan pertama, bingung pakai aplikasi dan GPS, baru pindah dari Kalimantan setelah tinggal di sana selama 10 tahun, dan bilang, "Ibu tunjukin jalannya ya nanti." Ya Allah, tunjukkanlah jalan yang benar, pada kami berdua. -_-

Kadang dapet driver yang hasrat curcolnya tinggi banget. Baru duduk dalam mobil, "Bu, ada lowongan kerja, gak?" Yah, mas. Aku lelah mendadak. Tapi ya, sering juga hasrat ngobrol saya yang lagi tinggi, terus dapet driver yang lempeng. Nggak mau diganggu saat bertugas, pokoknya serius banget mengendarai mobil, sampai ajakan ngobrol saya dicuekin. "Udah lama pak bawa mobil?" Diam lima detik. "Baru, bu." Karena hasrat ngoceh lagi membludak, nanya lagi dong, "Sebelumnya kerja di mana, pak?" Dilirik sinis. Ih, aku salah apaaah? :(

Ternyata, nggak cuma nyari pasangan hidup aja yang susah-susah gampang. Sama driver taksi online pun perlu campur tangan Tuhan agar berjodoh. Sering juga kok saya dapat driver yang klop banget mood-nya sama mood saya. Kalau udah gitu, ngobrol sampe tujuan nggak selesai-selesai. Saya pernah dapat driver yang udah lumayan berumur, kira-kira seumuran Papa saya. Orangnya suka ngobrol, dan pas kebetulan saya lagi seger banget abis mandi pagi-pagi. Ternyata si Bapak pensiunan PNS dan pejabat pemerintahan yang kenalnya sama menteri-menteri. Rumahnya di perumahan elit, dan mobil yang dipakai untuk bawa taksi online itu mobilnya yang ke-tujuh. Dan saya bingung. Ngapain bawa taksi, paaak? "Iseng, isi waktu. Sambil nunggu weekend, cucu-cucu saya datang ke rumah." Nyesss. Kalau udah gitu, kan saya bingung ya, mau ngasih tips apa nggak? Lah, banyakan duit dia daripada gue? Hihihihi.

Eniwei, jadi mau naik taksi online pun kita harus siap mental, jiwa dan raga. Karena belum tentu "jodoh" sama drivernya. Yang paling bikin serba salah kalau udah nyasar, sama-sama nggak tau jalan, hape sama-sama bulukan gak bisa konek ke GPS dan sama-sama gaptek gak ngerti cara pake Maps. Sekian wasalam. Happened to me one time. Akhirnya kami menyerah, berhenti di minimarket, beli kopi kaleng dan nanya arah sama orang setempat. Hyuuuk. 

Naik taksi, belum tentu bisa duduk cantik kayak princess, yaah. Makanya sekarang mau gak mau saya belajar dikit-dikit cara pake Maps sama nyari-nyari bagian belah mana di hape buat nyalain GPS. Wakakakak. Alhamdulillaah, kemaren ke Bandung udah bisa pake aplikasi Maps, tapi tetep kebablasan karena koneksi lemot. Belokan udah lewat, aplikasinya baru ngomong, "Turn right." Telaaat! #tetepnyasar

Tips Sukses Sampai Tujuan Buat Princess Tukang Nyasar

Ini sekalian aja, karena baru beberapa minggu yang lalu, saya sama Neng Irma Senja terpaksa nunggu 3 jam selesainya jam ganjil-genap di Jl. Sudirman, karena kita terjebak gak tau jalan lain ke hatimu yang nggak ngelewatin peraturan itu. -_-

- Pasang aplikasi Maps atuhlah! Terus belajar gimana cara pakenya. #noted
- Bawa duit lebih, biar bisa kabur ninggalin si Neng, naik taksi. Huahaha.
- Punya temen yang bisa ditelponin, ditanyain arah dan jalan alternatif. Usahakan temennya itu model-model biker penjelajah. Hampir bisa dipastikan temennya itu tau banget jalan-alan alternatif.
- Selalu cukup minum air putih, biar konsentrasi, gak salah belok kiri atau kanan.
- Kalau nggak yakin, jangan masuk tol. Karena kalau di luar tol, kita bisa sewaktu-waktu menepi. Mayan, ngopi dulu di Sevel. Hlah.
- Kalau dapet driver yang sama culunnya, katakan dengan gamblang, "Pak, apakah Bapak yakin kita bisa sampai tujuan? Kalau nggak, saya ikhlas kok dicancel." Jangan PHP, "Kita cari aja ntar, Pak." Hahahah. Wassalam.

Kamis, 08 Desember 2016

[Jogja Trip, Part 2) Meleleh di Pantai Indrayanti dan Foto-Foto Manja di Hutan Pinus Imogiri

  8 comments    
categories: 
Assalamu'alaikum.

Yang belum baca Part 1 dilarang baca yang ini. Maksa harus baca semuanya. :v

So, hari kedua di Jogja, sewa mobil dari pagi karena mau ke Wonosari. Dari jauh-jauh hari anak-anak udah ribut mau ke pantai pokoknya. Nanya-nanya sama Mbak Irma (owner Pesona Jogja Homestay, tempat kami menginap) dan googling, katanya di Wonosari berjejerlah pantai-pantai syantiex berpasir putih. Ada beberapa pilihan, tapi akhirnya pilihan kami jatuh ke Pantai Indrayanti, salah satu pantai yang paling populer di jejeran pantai komersil di wilayah Wonosari.


Perjalanan dari kota Jogja kurang lebih makan waktu 3 jam. Safina sempet mabok di mobil karena ngelewatin jalan agak belok-belok, turun-naik. Maklum, bocah rumahan, hahaha. Kondisi jalan overall sih bagus, cuma di beberapa titik agak sempit sehingga kadang kalau papasan sama bis gede, terpaksa ngalah. 

Kami berangkat jam 9 pagi, dari rencana mau jalan jam 6 pagi. Yeah, right, jam 6 pagi. -_- Begitu masuk di area pantai komersil Wonosari, kami harus membeli tiket seharga Rp 9.500/orang. Pilihan pantai ada beberapa nama, dan itu bisa didatangi semua dengan tiket seharga itu. Pas dilihat-lihat, nama Pantai Indrayanti ternyata gak tercantum di tiket. Ternyata kata Dimas, guide kami, pantai Indrayanti memang bukan milik Pemda, melainkan milik pribadi, jadi tidak tercantum di tiket yang dikeluarkan Pemda. Tapi kita tetap bisa ke sana, kok. 


Mama cantik makin cantik waktu tepat jam 12 siang sampai di pantai, cwuyyn! Meleleh paripurna. Duhai! Tapi demi apalah, gak peduli foundation udah jadi bubur MPASI rasa kacang merah, pantainya tsakeeeppppp! Pasirnya banyaaak! Warnanya putiiih! Airnya biruuuu! Langitnya biruuu! Ombaknya indaaah! Dan ada bukit kecil di area kiri untuk yang pengen foto ala-ala memandang lautan dari ketinggian, sambil merenung, "Jodoh, di mana kau gerangan?"



Ah, pokoknya cucoklah Pantai Indrayanti. Anak-anak kayak gak ngerasain panas sama sekali, langsung jebar-jebur, main pasir, mondar-mandir gak tau ngapain aja. Akuh berteduh di bawah pos lifeguard, pakai topi lebar dan berharap hujan turun. Tapi doa saya tidak makbul. Seharian itu cerah banget, nyaris ngeselin panasnya. Saking aja lagi piknik, pantang kesel. Telen aja itu keringet rasa garem. 


Hayati hanya mampu bertahan sampai jam 2 siang, bukan karena kepanasan aja, tapi juga laper. Widhi kemarinnya ngusulin abis dari Wonosari, kami bisa melihat Hutan Pinus di Imogiri, gak jauh dari situ. Akhirnya kita bubar dan siap-siap cari makan sambil menuju Hutan Pinus di Imogiri. 





Alhamdulillaah, karena udah sore, plus suhu udara di Hutan Pinus ternyata lumayan sejuk. Lumayan buat ngadem sambil foto-foto. Nggak bayar kok masuk ke sana, cuma bayar parkir aja. Cantik beneran hutannya. Tapi ya, cuma itu aja sih. Adalah tempat foto di atas pohon model yang lagi nge-heits itu. Cuma Safina nggak mau naik, takut katanya. Ada hammock-hammock warna-warni terpasang di pohon pinus yang menjulang tinggi kurus, lagi-lagi, cantik buat foto-foto. Hihihihi. 

Hari ini, mission accomplished. Anak-anak happy, emak meleleh, bapak tepar. Besok lanjut lagi.

(Bersambung)

Rabu, 07 Desember 2016

Menyebar Inspirasi Lewat Hobi Lettering Art

  16 comments    
categories: 
Assalamu'alaikum.

Bismillaah.

Cerita ini berawal dari sebuah kegelisahan. Satu pertanyaan yang selalu terlontar dari ibunda sejak tiga tahun yang lalu, "Umur sudah hampir 40 tahun. Harus sudah berubah jadi lebih baik, atau kamu nggak akan berubah selamanya." 


Saya gelisah. Dan bingung. Sepuluh tahun terakhir ini bisa dibilang justru saya banyak membuat prestasi-prestasi penting yang harusnya membuat Mama bangga pada saya. Kenapa pertanyaan itu terlontar dari beliau? Apa menurutnya saya masih belum membuatnya bangga? Apa prestasi-prestasi saya selama ini, yang saya klaim sebagai kerja keras saya sendiri untuk menunjukkan jati diri saya sebagai seorang ibu dan perempuan, kurang besar baginya? 

Udah 40 tahun. nih. :)

Saya tanyakan pada diri saya sendiri, "Kamu bahagia, kan?" Saya berusaha tersenyum untuk menjawab, "Ya!" Lalu saya pandangi wajah polos anak-anak saya. Terlintas wajah Mama dan Papa. Lalu teringat sebuah nasihat yang begitu sering saya dengar dan baca, "Anak adalah pintu sorga kedua orangtuanya. Didiklah anakmu mengenal Allah, mereka akan jadi penyelamatmu di hari akhir." 

Tersedak. Kembali saya pandangi wajah kedua anak saya. "Duhai, akankah kalian menjadi penyelamatku kelak, anak-anakku? Cukupkah ilmu yang kusampaikan pada kalian sehingga menjadikan kalian mengenal Allah?" Apakah saya sudah cukup mengenal Allah? Lalu bagaimana nasib kedua orang tua saya nanti? Mereka tentu juga memiliki harapan yang sama atas diri saya, seperti saya kepada anak-anak saya. Bisakah saya menyelamatkan mereka di hadapan Allah kelak?


Tepat satu tahun yang lalu, setelah hampir dua tahun Mama meminta saya untuk mulai membaca Al Qur'an dengan rutin, memahami artinya, menghayati tafsirnya dan mempelajari semuanya, untuk kebaikan saya sendiri. Saya mulai membuka kembali Al Qur'an terjemah yang sudah lama saya miliki. Walaupun tidak setiap hari, tapi saya biasa membaca Al Qur'an itu. Hanya membaca, mengaji kalau kata orang kita. Sedikit pun tidak saya baca terjemah berhuruf kecil-kecil di samping jejeran huruf hijaiyah dalam Al Qur'an itu. Semata karena saya merasa kewajiban membaca Al Qur'an saya sudah tuntas hanya karena saya sudah menyelesaikan membaca satu juz dalam setelan rally. 

Saya mulai membaca perlahan arti tiap ayat yang saya baca. Terlintas sebuah keinginan untuk bisa menghafalnya. Dengan menghafal arti ayat-ayat suci itu, setidaknya saya tahu apa yang sedang saya baca. Tapi daya ingat saya sudah makin payah. Usia tidak lagi muda, penyesalan cuma akan membuang-buang waktu. Saya harus menemukan cara yang efektif dan menyenangkan agar proses ini bisa saya jalani. 


Hobi saya sejak kecil adalah menulis. MENULIS dengan tangan, memakai kertas dan pulpen. Entah berapa jumlah buku harian yang penuh saya tulis sejak saya berusia 12 tahun sampai sebelum menikah. Hobi itu terhenti ketika saya menikah dan punya anak. Waktu saya tersita dan internet menggantikan gerak tangan saya menggores tinta di atas kertas. Saya mulai lebih mahir menekan-bekan tombol huruf di keyboard komputer ketimbang menulis di atas kertas. Tiga novel yang diterbitkan menjadi saksinya. Blog ini juga salah satu hasilnya. 


Sementara itu, keinginan untuk bisa sedikit demi sedikit memahami arti ayat dalam Al Qur'an makin membuncah. Saya mulai mengambil selembar kertas dan sebuah pena. Menyalin arti tiap ayat yang saya baca dengan tulisan yang seindah mungkin yang bisa saya buat. Dimulai dari surat Al Fatihah, tekad saya bulat; ingin tuntas menyalin semua arti ayat dalam Al Qur'an mulai tahun 2016. Saya tahu ini terdengar ambisius sekali. Entah pun saya bisa memenuhinya atau tidak, tapi hati saya begitu berdebar karena semangat yang tidak terbendung. Lembar demi lembar penuh dengan tulisan tangan saya. Menyalin arti dari ayat demi ayat suci itu membuat saya mulai paham beberapa hal yang tadinya belum pernah saya tahu. Sedikitnya, beberapa ayat yang sering saya dengar, saya bisa hafal artinya. 

Ini tulisan tangan terjemah Al Qur'an paling pertama yang saya buat bulan Desember 2015

Lembar-lembar tulisan tangan saya itu saya kumpulkan ke dalam satu album di Facebook milik saya, sebagai penanda hari saya memulainya, dan semoga ada teman yang mau menemani perjalanan baru ini. Saya tidak menyangka sama sekali, dari sana terbuka sebuah pintu besar yang tadinya bahkan saya tidak tahu kalau ada pintu itu dalam hidup saya. Allah Maha Kuasa. Semudah itu bagiNya membuka dan menutup jalan hambaNya. Tanggapan dari teman-teman di Facebook sangat positif dan membuat haru, membakar semangat saya menjadi makin berkobar untuk menyelesaikan tantangan ini.

Tidak menunggu lama, beberapa teman mulai memesan tulisan/lettering saya. Tadinya saya jengah, apa iya mereka serius mau membeli? Sebagus apa sih lettering saya yang baru mulai ini? Saya pun mulai tertarik untuk melihat-lihat lettering art artist-artist di Instagram. Melongo-melongo sendiri melihat keindahan karya tangan mereka, lalu mulai sedikit-sedikit mencuri ilmu mereka dari video-video tutorial yang mereka bagikan. Allah memberkahi mereka yang ikhlas berbagi ilmu.


Pintu-pintu yang dibuka oleh Allah melalui niat awal saya yang ingin bisa menghafal arti Al Qur'an begitu banyak. Sampai saat ini saya masih merutinkan membuat lettering art terjemah ayat Al Qur'an setiap hari, sambil menjalankan apa yang sekarang malah menjadi bisnis hobi yang menyenangkan sekali dilakukan dari rumah.

Souvenir




Wedding Signs





Home Decoration




Mural for Business





Mengisi Workshop





Kids Fun Art Club
 


Satu hal baru yang saya pelajari setelah beberapa saat mendalami lettering art, alat yang digunakan ternyata tidak banyak yang menjual secara offline. Beberapa brand malah merupakan produk import yang hanya bisa ditemukan di online shop. Saya mulai rajin mencari-cari alat gambar yang spesifik di online shop. Daripada saya ke mana-mana, saya selalu mencarinya di Bukalapak, karena di sana berkumpul banyak online shop dari berbagai kategori.

Alat untuk lettering itu banyak banget macamnyaaa!

Hanya dengan mengetikkan kategori alat yang saya cari, semua online shop yang menjual alat tersebut langsung terbuka. Saya lebih leluasa memilih dan menimbang-nimbang harga. Selain itu, di Bukalapak saya selalu merasa transaksi yang saya lakukan aman, karena pelapak/penjual baru akan menerima uang yang saya bayarkan saat saya sudah mengkonfirmasi barang sudah diterima di tangan.




Bukalapak membantu kelancaran pekerjaan saya sekarang. Semoga bisnis yang diawali dari hobi ini kelak bisa berkembang dan yang paling penting selalu diberkahi Allah. Saya banyak belajar di HIJUP Magazine seputar perempuan-perempuan inspiratif yang sukses merintis bisnisnya (sambil kadang suka khilaf belanja jilbab sekalian, hehehe). Semoga niat saya selalu terjaga dan banyak orang yang ikut merasakan manfaatnya, syukur-syukur terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Saya terbuka banget lho kalau ada yang mau mengajak untuk belajar bersama. Sekarang ini saya sudah menyusun sebuah modul latihan untuk di rumah berupa Brush Lettering Starter Kit. Yuk, belajar lettering art! ;)

Starter Kit yang saya susun untuk latihan lettering sendiri di rumah.


Selasa, 06 Desember 2016

Kenapa Didorong, Padahal Harusnya Ditarik?

  13 comments    
categories: 
Assalamu'alaikum.

Jadi kan, saya ngakak baca status Papap Rauf di Facebook:


Astaga! Ternyata ada juga yang ngerasa terganggu sama yang satu ini. :v Jadi kita bahas, nih? Semacam penting? Hahaha.

Gak tau kenapa, dari duuluuu saya selalu patuh sama aturan-aturan yang tertulis dan terbaca. Misalnya, lihat tulisan, "Dilarang buang sampah di sini," ya patuh. Gak bakalan berani buang sampah di situ. Atau misalnya ada tulisan, "Periksa lagi barang-barang milik anda sebelum meninggalkan taksi," saya mah beneran ngecek. Bukan karena takut ada barang yang ketinggalan, tapi karena merasa ada dorongan wajib mematuhi aturan yang gak sengaja kebaca di taksi.


Kepatuhan ini termasuk juga tiap kali melihat tulisan "Tarik" atau"Dorong"di pintu-pintu masuk minimarket atau gedung. Beberapa tulisan memang ada yang dalam bahasa Inggris; "Pull" dan "Push". Alhamdulillaah, saya nggak kebingungan bedainnya sih, padahal bedain kiri sama kanan saya masih suka ketuker.

So, kalau masuk minimarket sempet saya lihat orang lain enak aja maen dorong padahal tulisannya "Tarik" saya suka gemes pengen cubit-cubit pipinya. Halah. Kalau anak saya yang begitu, pasti langsung saya koreksi, karena kadang mereka suka gitu juga.

Saya paham sih, energi yang keluar untuk mendorong mungkin terasa lebih kecil ketimbang saaat menarik pintu. Apalagi pintu-pintu kaca tebal seperti di minimarket itu kan suka rada berat, ya. Tapi, kan itu ada tulisannya, masak dicuekin ajaa? Huaaa, Hayati baper.


Coba pikir deh, aturan pasti dibuat untuk menciptakan ketertiban. Kalau yang di dalam ruangan dengan tulisan "Dorong" patuh, dan yang di luar dengan tulisan "Tarik" cuek, kebayang yang terjadi? Dorong-dorongan pintu, gak kebuka-buka sampe lebaran unta. Atau lebih parah, yang di dalam baru sampai depan pintu, belum sempat dorong pintu, yang di luar dengan cueknya dorong pintu yang tulisannya "Tarik". Bisa bikin orang celaka. Lebih riweuh lagi, kalau ada petugas lagi nurun-nurunin barang berkotak-kotak.

Setelah pasang status tadi, terungkaplah beberapa alesan teman-teman saya yang ngaku masih suka cuek sama urusan Tarik-Dorong ini.  Alesannya macem-macem. Mulai dari:

"Bingung bedain Push sama Pull."

"Enakan dorong daripada tarik."

"Yang tulisannya "Tarik" lebih gampang didorong."

Hahahaha, dudul, ih. Terserah kaliyyan deh, terseraaah. *lah, kok pundung?* Sekalian masukan aja sama minimarket-minimarket, kalau emang niat kasih aturan Tarik-Dorong di pintu, sekalian aja kasih door-stopper, biar gak pada bandel. Wkwkwkwk. Di beberapa tempat saya pernah juga kok nemuin yang model gini. Yang "Push" gak bisa ditarik, yang "Pull" gak bisa didorong. Adil sejahtera, yang bandel terpaksa nurut. Hihihihi.

Maaf yah, ini tulisan gak ada intinya banget. Cuma omong kosong belaka yang sekadar menuh-menuhin postingan di blog. Semoga abis ini banyak yang ngelirik blog ini dan ngasih job bermilyar-milyar. Klik like dan aamiin.