Minggu, 10 Oktober 2010

Perjalanan Menulisku: Modalku Untuk PD Menulis (#4)

  8 comments    
categories: ,
Maaf, rada terganggu nih postingan. Yang harusnya tiap hari masukin satu, kemarin jadi absen. Semua gara-gara SAMPAH! Wkwkwkwkwk...sudah..sudah yaa, nggak usah dibahas di sini. Di sini tidak menerima sampah.

Melanjutkan perjalanan menulisku. Ini sedikit curcol (lah, yang kemaren-kemaren emang bukan, ya?). Aku suka iriiii sama penulis-penulis muda seumuranku yang sudah bisa menerbitkan buku. Entah ya, biarpun katanya jaman sekarang nerbitin buku itu gampang, tapi tetap saja ada nilai lebihnya di mataku. Nerbitin buku gampang? Iya, self publish ternyata sudah ada yang gratisan! Wah, berita baru buatku. Setahun yang lalu sempat ngobrol sama beberapa teman yang suka menulis, mereka bilang kalau mau indie harus punya modal minimal 20 juta dan team marketing yang mumpuni. Waaah, begitu beratnyakah? Ah, nggak kuaaat!

Tapi sekarang ternyata lain. Tetap saja, buatku buku adalah buku. Sebuah bukti hasil tulis yang tercetak. Buatku pribadi, walaupun bisa menerbitkan buku sendiri, tetap harus milih-milih tulisan yang dianggap layak untuk dibaca orang lain. Belum lagi mengingat orang lain akan mengeluarkan uang untuk membacanya. Wuaaah, kebayang kan keselnya kalau kita beli buku mahal-mahal, ternyata isinya nggak bangeeet! Hahahaaa...gondok! Mau minta balikin duitnya sama si penulis, apa nggak diketawain? Paling dia cuma bilang : Sori sori sori jek! Wkwkwkwkwk...

Kembali ke rasa iri tadi. Ini adalah aspek penunjang untuk membuat rasa PD kita dalam menulis meningkat lho. Ceile! Teori siapa noh? Teori aku sendirilaaah! Hahahahaa...Setelah beberapa tahun menekuni tulis-menulis di ranah internet ini, aku menemukan ternyata suka saja tidak cukup. Harus ada cemeti yang memecut berlabel IRI. Plis, iri bukan dengki, lho! Iri itu ingin menjadi seperti (teori siapa lagi ini? ya masih teorikulaaah!). Kalau dengki itu cenderung jahat dan ingin orang yang didengkiin (kembali bahasa yang aneh) untuk jatuh atau celaka. Wadaww, aku belum sampai ke taraf itu sih jahatnya. Mudah-mudahan nggak pernah sampai ke sana. Amiiin....

Jadi tersebutlah seorang penulis novel. Kategori tulisannya aku masukin ke chicklit, karena menurutku tulisannya memang chicklit banget, walaupun beberapa resensi mengatakan dia adalah seorang sastrawati. Dia seumuran denganku. Dengan pengalaman yang nggak jauh-jauh beda denganku. Novelnya aku beli beberapa kali, berharap dapat sebuah kemajuan dari tulisan-tulisannya. Ukuran kemajuannya siapa yang bikin? Ya aku doong, kan aku yang baca. Wkwkwkwk...Tapi ternyata eh ternyata, kok dia ini kayak keasyikan narsis sendiri, kisah hidupnya dibuat novel dengan diganti nama tokohnya aja? Aaaah, aku jadi iriiii. Kalau cuma begitu aku juga bisa kayanya. Hahahaaa...sotoy!

Berbekal rasa jumawa itu, aku coba mulai-mulai menulis fiksi berdasarkan pengalaman pribadi. Eh, eh, eh...tidak mudah! Tidak sama sekali! Walaupun iya, awal, klimaks dan ending cerita sudah tahu. Karakter tokoh sudah jelas terbentuk dalam benak. Konflik sudah ada, tinggal dituliskan sedramatis mungkin. Tetap semuanya butuh proses. Nggak bisa ujug-ujug jadi novel kayak yang dia tulis. Hohohhooo...sotoy sih lo! Wkwkwkwk...

Akhirnya nggak jadi jumawa. Malah manggut-manggut paham. Ya ya ya, ternyata menerbitkan buku itu tidak mudah. Bahkan secara indie sekalipun. Tanggungjawab moral terhadap kepuasan bathin sendiri, itulah yang berbicara paling banyak. Sadar dong ah, siapa kamu? Baru nulis iseng-iseng aja selama tiga tahun, udah mikir mau bikin buku? Ehm, saya emak-emak sih, tapi cita-cita setinggi langit emang. Wkwkwkwk...boleh dong?

Kembali lagi ke tahap awal. Iri aja dulu. Sambil mengamati, belajar, banyak membaca. Pokoknya usaha terus. Ah, masa sih suatu saat nggak kesampaian itu cita-cita setinggi langit itu? Jangankan langit, bulan aja orang udah bisa sampai ke sana. Ya toh? Toh ya....

Intinya, jangan putus asalah. Wuahh, bukan aku banget kalau itu sih. Hihihihi...Oh, satu lagi modal tambahan untuk PD menulis ternyata NGGAK TAU MALU! Wkwkwkwk, teori siapa itu? Silahkan jawab sendiri...Aku jawab juga deh : ya teori akulaaah! Hahahahaa...Maksudnya nggak tahu malu itu bukan nggak tahu diri ya. Maksudnya jangan malu-malu menunjukkan hasil karya, dan jangan juga takut-takut kalau kena kritik pedas. Tulisan kalau nggak ada yang baca, ya bukan tulisan dong namanya. Cuma sekumpulan huruf terangkai menjadi kata dan kalimat yang teronggok di atas kertas atau dalam file komputer, bukan? Jadi, silahkan aja nggak tahu malu, publish tulisanmu di mana-mana. Resiko kena ejek dan hina pasti ada. Salah sendiri nggak tahu malu! Hahahaha...Nggak apa-apa...Bahkan katanya temanku, si Stephen Kings itu baru bisa menerbitkan bukunya setelah berpuluh-puluh naskah ditolak oleh penerbit. Sementara itu dia tetap menulis 1500 kata per hari. Luar biasa! Stephen Kings lho, weitjee...Keren deh lo! :)

Jadi hari ini membahas tentang seputar modal PD untuk menulisku dulu ya! Inga-inga :
*SUKA
*IRI
*NGGAK TAU MALU

Sip? Sip dong deh! :)

Peringatan keras : teori yang ada dalam tulisan ini belum terbukti keabsahannya. Apabila ada yang mengaplikasikannya dan ternyata gagal, saya tidak bertanggungjawab! Wkwkwkwk....

8 komentar:

  1. Pertama-tama, salut itu teori-teori bener2 mantaps Spongebob, hahahahaaha!!! *bentar ya gw ngakak dulu*

    BalasHapus
  2. Kedua-dua, kayaknya teman itu nulis di sms bukan Dan Brown, tapi Stephen Kings...*hikssss*

    Ketiga-tiga, gw setuju sama semua teori-teori lo.

    Good job Spongebob.

    Reagards, Mr. Plankton, I want to RULE the World!!!

    BalasHapus
  3. copy.. paste

    Aku suka iriiii sama penulis-penulis muda seumuranku yang sudah bisa menerbitkan buku.

    hah? situ muda?? wakakakakakakakaka, tidaaaaaaakakkkkkkkk.....
    garelagarelagarelagarelagarelagarelagarelagarela

    BalasHapus
  4. G, wahahahaaaa, salah quote...hiks, maafkan aku...akan aku ralat...wkwkwkwkwk....
    salam dari mr. crab....

    hadi, lho 21 masih muda kan? :P

    BalasHapus
  5. hahaha, gue ada tuh yg gue sirik abis..... Kayaknya sm penulis lain gue gak pernah sesirik itu.... :D
    Gue merasa sih...mungkin karena gue terlalu suka terburu2 mau nyelesai'in suatu cerita yg membuatnya jadi tidak menarik buat dibaca :D
    Nice posting and sharing ya Win;)

    BalasHapus
  6. Ria, kalo gitu, garap ulang cerita2 itu. Yuuuk kita terbitkan secara Indie, hahaaaiiiy, kayaknya asyik juga kalau jualan buku kita sendiri, terus nanti bareng2 menyutradarai film2 kita sendiri, wkwkwkwkwkwkwk.... *terlampau jauh berkhayal, lebih baik diteruskan*, nanti kita pilih aktor dan aktris yang emang beneran bisa akting walopun mukanya ga perlu yg cantik2 amat tapi bego aktingnya. Terus sapa tau aja kita bisa masuk Cannes-fest, ahuhuiiiy, kenapa tidak... *mau lanjut? gw sih pingin tapi ini mata sudah kagak kuat*

    BalasHapus
  7. busettt, gue baru baca nih.... NGayal emang enak yee... Hehehehe.... Buku laku, terus dijadikan film kita yg nentu'in siapa yg main... Kalau dijadikan sinetron mah gue OGAH. mending gak usah :D

    BalasHapus
  8. Soal penolakan, mustinya berpatok ama J.K. Rowling yaa karena Harry Potter ajaa berkali2 mengalami penolakan sebelon akhirnya ada yang ngelirik, and sukses pulaa, wakakakakak :p

    *gua pengen tau apa yang ada di benak para penerbit besar yang duluan disodorin naskah tapii nolak mentah2, hihihi :D*

    Ini sebenernya kembali mengingatkan bahwa antara penulis ama penerbit itu yaa jodoh2an juga sihh.. hanya karena ditolak ama satu penerbit khan bukan berarti hasil karyanya ngga bagus tohh.. mungkin aja ngga sesuai ama visi dan misi yang diusung ama penerbit yang bersangkutan atau yaa.. mungkin editor yang baca naskah kita tuh kaga jeli melihat potensi hasil karya kita, ahahaha..

    *pede amat :p*

    BalasHapus