Minggu, 07 November 2010

Rubbish is Sampah

  5 comments    
categories: 

Rubbish is sampah. Begitu kira-kira terjemahan literaturnya. Akhir-akhir ini sampah lagi naik daun. Entah bagaimana caranya sampah bisa naik ke daun, yang jelas semua jadi bicara soal sampah atau bicara sampah.

Bicara soal sampah, ada event keren tadi di Istora. Judulnya Festival Green. Di sana terkumpul ide-ide dari seluruh dunia untuk menyelamatkan bumi dengan green campaign-nya. Kewl! Aku sendiri, jujur, masih minim banget berkontribusi dalam menyelamatkan bumi dari efek global warming itu. Hiks. Maaf ya. But for me, diapers are still crutial. Dan kantong plastik masih jadi tempat membuang sampah yang utama. Aku nggak tahu harus ganti kantong plastik pakai apa untuk buang sampah-sampah di rumahku. Kalau langsung dituang ke tempat sampah akan mengundang tikus dan binatang-binatang kotor lainnya. Any ideas, guys?

Tapi kalau pemakaian kertas aku udah mulai mengurangi. Nggak tahu kenapa, setiap mengambil satu helai kertas baru yang kosong yang terbayang ada satu pohon di hutan yang hilang. Kebayang waktu kemarin ngirim naskah ke lomba. 200 halaman kertas HVS dipakai untuk print naskah. Kayaknya penerbit-penerbit sekarang sudah saatnya untuk jangan males baca lewat e-mail deh. Kenapa harus hard copy kalau masih belum yakin juga untuk dicetak? Kalaupun akan dicetak jadi buku, toh prosesnya juga lewat komputer, bukan? Atau mau dong penerbit terima naskah yang di-print di kertas daur ulang. Yang belakangnya sudah terpakai. Bayangin aja, 200 kertas baru. Itu baru aku sendiri. Peserta lomba itu ada sekitar 300 orang. Hitung sendiri berapa lembar kertas baru yang dipakai. Sedangkan nantinya cuma akan ada lima naskah yang gol untuk dibukukan. Kemana sisa naskah yang tidak menang sebanyak 295 copy itu? Itu kertas-kertas...huaaa...ngilu.... :(

Aku bicara begini juga bukan berarti aku aktivis go-green atau semacamnya. Cuma kadang pengen juga bisa bebas dari segala plastik, kertas tissue, diapers secepatnya. Tapi suliiit...Kadang aku mikir, ini bukan salah aku sepenuhnya. Membela diri aja. Kemajuan jaman sudah menciptakan suatu kondisi tertentu yang membuat manusia jadi ketergantungan dengan benda-benda ciptaan pabrik yang tidak bisa di daur ulang. Memangnya jaman dulu aku pake diapers gitu? Nggak! Trus kenapa sekarang anak-anakku harus pakai? Itu dia...Kenapa? Dipakai karena ada. Coba nggak ada, mau makai diapers apa? Pasti tetap pakai popok kain seperti jaman dulu, kan? Jadi, bukan salahku sepenuhnya. Tapi salah si punya pabrik diapers. Hehehehe...Maaf, ini rada cetek emang. I know.. :P

Bicara soal sampah dan bicara sampah. Nah, ini beda! Waduh, sudah berapa minggu terakhir ini banyak banget aku ketemu tulisan-tulisan berisi curhat-curhat sampah di mana-mana. Mungkin ini juga termasuk curhat sampah. Ya, mau gimana? Seperti yang sudah aku bilang tadi, sampah lagi naik daun. Hihihihi...

Mulai dari orang-orang yang bicara nggak pakai hati. Pemimpin yang harusnya bisa menenangkan rakyatnya yang tengah ditimpa musibah dengan entengnya bisa bilang, musibah yang diterima rakyatnya itu resiko mereka sendiri. Dengan kata lain, ya hadapi aja, gak usah cengeng! Dude...Kemana hati lo?

Belum lagi curhat emosi cemburu seorang perempuan publik figur yang diumbar-umbar di ruang publik. Amat sangat tidak pantas, karena yang dia bicarakan adalah kekurangan suaminya sendiri, yang notabene juga publik figur. Duh, kemana mukamu, jeung?

Wah, belum juga dibersihin, sampah-sampah ini sudah bikin repot. Tapi intinya, lebih mudah membersihkan sampah yang sebenarnya dibandingkan membersihkan omongan sampah yang sudah kadung menyakiti hati orang lain. So, watch your tongue. Think before you speak. Put yourself in other's shoes, so you can have a reflection of what they're dealing. Berempati itu memang sulit, tapi bukan tidak mungkin. Hanya tinggal mengikutsertakan hati ke dalamnya, maka ia akan muncul dengan indahnya.
Selamat mengelola sampah anda. :)

(image from www.xdzombiez.edublogs.org)

5 komentar:

  1. eh gue setuju soal nge-print! Makanya karena gue udah keenakan sama Reader Digest Indonesia dan salah satu penerbit di Jogja yang cuman minta dikirim lewat email gue kira yg lain begitu juga. Ternyata enggak yeee... Bikin sebel aja...

    Dan soal komentar sampah...uffh...org sekarang doyan popularitas kayaknya meskipun dari komen2 gak mutu

    BalasHapus
  2. bweeeh, penerbit besar kayak gramed sama gagas malah harus kirim hard copy..kebayang kan berapa ton kertas naskah yg masuk ke sana setiap harinya.. :(

    dan mulut sampah emang ada di mana2, barusan gw baca andi malarangeng bilang :
    "Menurut saya penting memberikan kegiatan positif bagi pengungsi. Saya
    lihat mereka itu sudah cukup sebenarnya, makan sudah siapkan dan MCK
    sudah ada. Mereka ini tinggal menunggu bunyi klenteng-klenteng lalu
    sarapan, klenteng-klenteng lalu makan siang dan klenteng-klenteng lalu
    makan malam,"
    segitu entengnya? :((

    BalasHapus
  3. Emaaaang, emang nyebelin banget soal kertas2 itu, huhuhuhuhuuuu... gw merasakan banget sama kerjaan gw yg terakhir kemarin itu, haduuuh, itu penulis, ga mau dikirim via email saja, harus pake kertas, mana lagi dia nambah2 melulu halaman2nya, dan dia kirimnya via email (HEBAT KAAAANNN???) Tapi minta gw bikin hardcopy-nya dan ga mau satu, minta 4 untuk dikirim ke beberapa orang lain. :-( Dan lo tau berapa halamankah itu??? 600 lembar, huaaaaa....

    Kalo soal sampah2 itu... Humm... memang keliatan banget pejabat2 kita tidak siap menduduki jabatannya. Mereka pikir kerjaan mereka itu apa sih? Ya justru untuk saat-saat seperti ini mereka itu digaji untuk melayani rakyat, untuk repot2 bagi rakyat, mereka kira mereka duduk di kursi itu untuk seneng2nya doang ya? Ga pake otak, ga ngerti tugasnya apa, bener2 ga cocok jadi pejabat.

    BalasHapus
  4. sampah kertas...? untung sya cuma pake kertas bekas price list dealer yg baru kepake sebelah. Penawaran pun udah banyak kirim lewat email :)
    Tapi.... hidungku sinus parah, saputangan sehari 2 kadang ga cukup. Blom buat ganti kadang masih pada basah karena hujan terus. Terpaksalah pake tissue :(

    Klo Para pejabatmah ga usah diomongin lah Bu... klo tidak bicara sampah y bukan pejabat namanya wkwkwkwk

    BalasHapus
  5. G : ya ampuuun, itu org yg lo editin tega bangeeeet...hiks.. :(

    kalo pejabat emang udah males bahasnya ya....gw udah masuk fase sebodo aja ama hidup lo, selama hidup gw dan saudara2 dan temen2 gw baik2 aja...hiks, itu kan sangat tidak baik...lah, abis pejabatnya juga gk peduli gitu....

    anonim : hehehhe, iya..aku jg masih pake tissue banyak banget..abis anak2 ini jorok2 banget, apalai kalo makan coklat..hehehehee...(tinggalin nama doong biar bisa kenalan...heheheheh atau jgn2 emang udah kenal?) wkwkwkwkwk

    BalasHapus