Senin, 26 Agustus 2013

Pijat Thailand di Surabaya dan Javanese Massage di Singapura (#10daysforASEAN Day One)

  18 comments    
categories: ,
Tema Hari Pertama 10 Days For ASEAN

Hari ini merupakan tonggak sejarah dalam perbloggingan si Emak Gaoel ini. Bagaimana nggak, biasanya saya nulis hal-hal remeh-temeh seputar kenarsisan saya yang tiada tara, hari ini sampai 10 hari ke depan saya akan menulis tentang ... wait for it ... kerja sama negara-negara ASEAN dalam menyambut ASEAN Economic Community 2015! Wow! Terharu ... Mohon do'anya ya, teman-teman semoga saya bisa konsisten selama 10 hari mengikuti ajang ini. 

Ya Allah, mau nulis "berat", mohon bantuanMu ...

Tema hari pertama #10daysforASEAN sudah ditentukan oleh panitia, yakni:

 Bagaimana kalau di sekitar perumahan kamu banyak berdiri salon-salon Thailand yang profesional dan mempunyai sertifikat tingkat internasional apakah akan menggeser salon lokal ? Apa analisismu ?

Wahahaha! Kok baru hari pertama udah dikasih tema seru begini? Asiiik! Ngomongin salon emang akrab sama emak-emak seperti saya. Walaupun khusus salon Thailand (apalagi yang profesional dan mempunyai sertifikat internasional) belum pernah menemukan di sekitar perumahan saya. Begitu pun, saya banyak baca juga tentang treatment perawatan ala Thailand di beberapa salon besar di Jakarta dan Surabaya sebelumnya, terutama pijat Thailand yang terkenal itu. 

Jadi kalau nantinya akan lebih banyak bermunculan salon-salon Thailand ini di banyak kota di Indonesia, bagaimana nasib salon lokal? Begitu pertanyaannya. Saya agak bingung jadinya mengenai pengertian salon Thailand ini, apakah salon ini dimiliki oleh warga negara Thailand atau salon ini memberikan pelayanan seputar perawatan tubuh khas dari Thailand oleh tenaga terlatih yang orang Indonesia juga? Untuk pemikiran sederhana seorang ibu, bagi saya salon yang ada di dekat rumah ya masuk kategori salon lokal, walaupun mereka mencantumkan perawatan dari Jepang, Cina, Korea atau Thailand bahkan Yunani sekali pun. Tapi cukuplah dengan ke-unyu-an keterbatasan pengetahuan saya tentang hal ini. Mari bicara pijat Jawa. Lho?

Javanese Massage di Singapura

Beberapa tahun yang lalu Mama saya pernah pergi ke sebuah salon spa di Singapura untuk pijat/massage karena body pegel linu, rek! Si Mama saya ini tukang ngobrol dan kepoan gitu deh orangnya, ngelebihin saya. -_- Salon spa tersebut menawarkan beragam treatment yang bisa dipilih oleh Mama saya. Ada shiatsu, ada spa Yunani, ada perawatan kaki khas Mediteranian dan, surprisingly, ada yang mereka namakan Javanese Massage. Walaupun bukan orang Jawa, sebagai orang Indonesia yang baik (dan takut coba-coba yang aneh-aneh) tentu saja Mama saya langsung ambil perawatan Javanese Massage ini. Ternyata sang masseaur (tukang pijat) orang Singapura asli keturunan Cina. Bukan mbak-mbak Jawa atau melayu seperti yang diduga sebelumnya oleh Mama saya. 

Pijat tradisional Jawa (Image from  http://blog.kanghari.com/2013/01/pijat-refleksi-tradisional-kuno.html)

Jadi dipijatlah Mama saya dengan style pijat mbak-mbak Jawa oleh seorang warga negara Singapura keturunan Cina di Singapura. Bagaimana kedengarannya? Aneh, gak? Mama saya seperti biasa, langsung menjalankan proses wawancara dan investigasi dengan si mbak masseaur. "Belajar dari mana pijat tradisional Jawa ini?" tanya Mama saya. Sang masseaur menjawab kalau atasannya mengirimnya untuk training ke kota Solo kepada seorang tukang pijat kenalannya di sana. Say whaaat? Training, lho istilahnya. Sayangnya Mama saya nggak nanya-nanya apakah dia mendapat sertifikat setelah training pijat itu. Errr, semacam "Sertifikat ini diberikan kepada X karena telah menyelesaikan pelatihan pijat tradisional Jawa ala mbak Solo" gitu. Hehehe ...

Jadi karena ingat cerita Mama saya itu, dan sekarang saya sedang ikut lomba #10daysforASEAN dengan tema salon Thailand ini, maka sampailah saya pada sebuah pemikiran dan analisa. Tsah! Geplak aja aku, geplak!


Mbak Pijat dan Masseaur di Salon
So what kalau ada banyak salon-salon Thailand bermunculan di sekitar perumahan saya dengan tenaga terampil berijazah? Haruskah kita, sebagai orang Indonesia (terutama pengusaha salon lokal) merasa terancam? Kenapa harus merasa terancam? Anggap saja peluang. Caranya?

Untung saya sudah agak pinteran dikit setelah ikut kelasnya Akademi Berbagi Bekasi beberapa bulan yang lalu. Kelas yang saya maksud adalah kelas Memberdayakan Komunitas yang disampaikan oleh praktisi kondang Shafiq Pontoh. Wuuah, beruntungnya saya punya modal 'elmu dikit yang bisa saya coba padankan dengan tema ini. 

Mejeng sama Shafiq Pontoh dulu dong, ah!

Kehadiran salon-salon Thailand di sekitar kita ini merupakan fenomena sosial. Mereka tidak akan muncul kalau pasarnya tidak ada. Jadi, kenapa harus merasa terancam kalau sebenarnya kita justru bisa menjadi seperti mbak masseaur yang mijet Mama saya di Singapura waktu itu? Atau mau lebih kerennya lagi, jadi pemilik salonnya sekalian. Shafiq Pontoh bilang, fenomena sosial seperti ini bisa menjadi social movement yang baik untuk masyarakat sekitar. Social movement yang baik adalah yang berkembang dan tumbuh besar. Kalau awalnya hanya bermanfaat untuk masyarakat kecil, harusnya seiring dengan waktu tumbuh dan memberi dampak lebih besar untuk kalangan yang lebih luas lagi. Bagaimana caranya? Melalui Shafiq Pontoh saya bisa kasih jawabannya: KOLABORASI.

Kalau si mbak masseaur itu pergi ke Solo dari Singapura untuk belajar pijat Jawa, kirim dong orang kita ke Thailand untuk belajar pijat Thailand. Mau yang efeknya go "internesyenel" (internasional) kayak Agnes Monica? Ya departemen terkait adakanlah pelatihan resmi bersertifikat di sini untuk trainee dari luar negeri dan bekerja sama dengan departemen yang sama di negara-negara ASEAN (for start) untuk memberikan sertifikat yang kompetensinya diakui di seluruh negara ASEAN. Setidaknya, untuk bidang pijat-memijat, ASEAN sudah memiliki keseragaman dan divalidasi dengan sertifikat resmi. Aeh! Jadi siapa pun yang memegang sertifikat itu bisa bekerja di negara ASEAN mana pun sebegai masseaur. Dan setidaknya lagi, kampanye ASEAN Economic Community 2015 untuk satu bidang (katakanlah bidang pariwisata deh kalau nggak mau disebut bidang pijet-pijetan) sudah berjalan pada koridor yang benar. 

Jangan sembarangan pijat begini :) (Image from http://budayahidupsehat.wordpress.com/2012/05/05/pijat-thailand-buang-stres/)

Sesederhana itu saya melihatnya. Sesederhana itu analisa saya. Tapi kalau pemahaman sederhana saya ini ditindaklanjuti oleh orang yang paham dalam bidang ini, saya yakin kolaborasi segala bidang antara negara-negara ASEAN ini akan memberi dampak luas kepada semua masyarakatnya secara ekonomi. 

Lap keringet. Sekarang tolong kasih saya air minum, karena mendadak saya haus setelah menulis ini. Sekian dan terima teh botol dingin. Oh, by the way, jangan sembarangan ikut pijat Thailand, ya. Dari yang saya baca di sini, nggak semua orang bisa dipijat ala Thailand. Salah-salah bisa salah urat, nek! :D

18 komentar:

  1. Saya ga tau pijat Thailand itu gitu ya... (Liad foto)

    Wah, lucu juga ya kalo pijat Jawa di luar negeri pake sertifikat, saya juga kalo pijet manggil orang-orang tua yang emang dari dulu doyan mijet dan tanpa liat apakah bersertifikat atau ngga, hehehe..

    Good luck!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, iya niq...kebayang gak kita manggil mbok pijet, trus nanya, "sertifikatnya grade apa?" halah...hahahahahaa

      Hapus
  2. Hahaha.. prolognya lucu banget... semoga sukses, Mak :-D
    Pijat Thailand kayaknya enyaak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih mak hana...hihihihi
      katanya sih enak pijat thailand, tapi aku no thanks deh...hihihihi

      Hapus
  3. Di launching buku The destin Asean kolaborasi mbok Venus, Cerita Eka kemarin, mbok Venus juga katakan, kalau pijat Thailand mesti dicoba. jadi penasaran nih mak, Yuk ke Thailand, hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. gue takut ah mak....kayak mau dicopot2 gitu tulang ditarik2...eeeeuuuu...:|
      tapi ke thailand mah hayuk...yuk?

      Hapus
  4. Hahaha ngakak liat foto pembukaannya. sukses ngontesnya, mak :)

    yuk kita pijatan skrg :)))

    BalasHapus
    Balasan
    1. cetar ya mak? wkwkwkwk
      abis ini kita harus booking spa mak...balas dendam, begandang melulu nyari bahan tulisan...hahahahahaa

      Hapus
  5. Heheee...sprti biasa postingan mak winda selalu seru.
    Saya ikutan jg mak, gak mikir menang dan hadiah deh. Mikir 10 hari konsisten ngeblog aja dulu :D

    Smg tema2nya nanti gak bikin pundung :)))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dufaaan kali seru...hahahha
      iyaa, ayo semangaaat! yg penting bisa konsisten nulis dulu, menang kalah urusan panitia....hihihihi

      Hapus
  6. salam kenal mbak winda -___-"


    *sambil sms tukang pijet langganan*
    -ephy-

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, kalau udah dari rumah mbak, suruh langsung ke rumahku ya mbak...hehehehe
      salam kenal juga..:D

      Hapus
  7. Eeeeeh beneran lagi ngorok xixxiiiiii.... Aku tetap pecinta pijat mbok-mbok garis keras. Alasnyapun harus kain jarik hihih

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku juga sukaaa pijetan mbok2...tangannya haluuus...hihihihi

      Hapus
  8. Hai Nin. Kak Opi baru tahu ada lomba ini. Sebulan ini dan sebulan ke depan menekuri order terjemahan terus *efek mengurangi bersosmed.

    Nah, speak-speak about spa, massage, kak opi penggemar berat. Dekat rumah ada salon Humaira (khusus muslimah), juga ada salon Moz (ini juga khusus muslimah). Keduanya pernah kak opi datangi. Sekedar melepas penat karena kebanyakan ketak-ketik ama komputer atau emang karena niat luluran bareng the girls.

    Akhir tahun lalu kak opi sama suami berangkat ke Bangkok. Berhubung Bangkok itu nyaman buat jalan kaki, ya wes kemana-mana jalan kaki, naik turun MRT, begitu terus ampe telapak kaki berasa tergerus kelelahan. Bangkok memang surganya salon dan pijat. Dekat hotel kami nginep aja ada 8 toko! hadap-hadapan. Namanya aja yang beda tapi menunya jenis pijet-pijet yang mirip2.

    Maka kak opi cobalah. Subhanallah, tenaga pemijatnya itu bo! luar biasa. Jadi jahil membandingkan dengan salon2 yang pernah kak opi pergi selama di kota sendiri. Jauh deh Nin. Di kita itu tenaga pemijatnya kurang banget. Kalau di sana sangat kuat dan mereka tuh kayaknya terlatih betul menemukan titik-titik saraf yang perlu diluruskan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo kak,
      sebenernya pengen juga nyobain, karena banyak yg ngomongin pijat thailand ini...
      tapi serem liat foto2nya...:(

      Hapus
  9. wah mak, setuju banget itu sama ide kolaborasinya, keren! dengan begitu kita ga perlu khawatir ya mak sama ide soal salon thailand dan asean 2015 ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya betuuul...jangankan salon thailand, salon afrika juga, siapa takut? wkwkwkwkwk

      Hapus