Sabtu, 24 Agustus 2013

Novel Baru? Tidak Segampang dan Secepat Itu!

  20 comments    
categories: ,
Alhamdulillaah ...

Beberapa bulan setelah novel Macaroon Love terbit saya sempat merasa stuck karena belum juga mulai menulis cerita baru. Padahal saya paling getol nyemangatin teman-teman di Kampung Fiksi untuk terus menulis. Ditambah lagi waktu itu kondisi Mama juga menurun drastis sampai harus menjalani operasi besar. Saya terpaksa menggeser semua kegiatan menulis saya demi bisa fokus membantu, mendukung, mendoakan Mama dan Papa. Sampai saat ini kondisi Mama masih lemah, walaupun alhamdulillah kondisi jantungnya sudah diperbaiki melalui operasi beberapa bulan yang lalu. 

Saya tahu, harusnya ini bukan alasan. Saya masih bisa terus menulis kalau saya mau. Tapi sejak rutin menulis naskah novel sejak beberapa tahun yang lalu, saya selalu mengalami fase-fase seperti ini. Biasanya terjadi saat buku terbaru saya terbit. Apalagi Macaroon Love sudah melalui begitu banyak kejadian sebelum akhirnya terbit menjadi buku. Hari-hari belakangan ini saya lebih banyak membaca buku ketimbang menulis naskah baru. Mungkin yang saya butuhkan adalah recharge battery untuk bisa kembali nge-joss nulis beratus-ratus halaman cerita baru. 

Image from http://talentyouth.wordpress.com/

Begitu pun, saya berusaha tetap keep in touch dengan tokoh-tokoh cerita saya yang masih terkatung-katung nasibnya. Salah satu naskah yang lumayan lama terlunta-lunta diombang-ambing nasib adalah cerita Onis dan Fani yang duluuu sempat "populer" di kalangan teman sendiri. Naskah itu sudah melalui begitu banyak kejadian. Dengan PD-nya langsung mengirimkannya ke sebuah penerbit major begitu selesai ditulis. Sudah bisa ditebak, ditolak. Penolakan itu menjadi titik balik bagi saya. Saat itulah saya baru paham pentingnya re-write. Saya tidak bisa dengan gegabah dan over confidence mengirimkan naskah yang baru selesai ditulis tanpa melalui proses melelahkan yang sesungguhnya adalah inti dari keseluruhan proses menulis: REWRITE!

Setelah itu butuh waktu setahun bagi saya untuk membenahi naskah tersebut dan mengikutsertakan ke lomba menulis novel GagasMedia. Usaha saya berbuah hasil secara bertahap. Kisah Onis dan Fani yang saya tulis dan kirim dalam dua naskah berbeda, salah satunya masuk menjadi 20 besar lomba tersebut. Dasar bukan jodoh, saya missed melihat pengumuman di website penyelenggara yang mengatakan kalau naskah finalis 20 besar akan mereka terbitkan. Tanpa melihat pengumuman itu, saya mengirim e-mail ke Gagas untuk menarik naskah Onis dan Fani, keduanya. Seminggu setelah saya mengirim e-mail itu, saya baru melihat pengumuman itu. Glek! Saya cuma bisa menelan ludah waktu itu. Mau bilang lagi ke Gagas kalau nggak jadi ditarik, rasanya maluuu banget. Ah, sudahlah. Saya anggap naskah saya tidak berjodoh.

Lamaaaa setelah kejadian itu, naskah Onis dan Fani saya diamkan dalam folder sampai jamuran, karatan, ubanan, dan sebagainya. Saya beralih menulis naskah baru; Magali Chronicle (cikal bakal Macaroon Love). Saya begitu tenggelam dalam proses menulis Magali. Dua tahun lamanya saya terjun ke dunia kuliner dan jurnalistik. Hari-hari saya penuh dengan riset, wawancara, menulis, riset, wawancara, menulis dan rewrite, rewrite, rewrite. Kemudian sebuah jalan terbuka untuk Magali sehingga akhirnya dia bisa nongol di Macaroon Love. Saya sudah pernah cerita proses panjangnya di sini.

Sekarang, sudah hampir enam bulan sejak terbitnya Macaroon Love melalui Qanita Mizan dan euforia saya sudah mulai surut. Saya mulai panik, karena harusnya sejak Macaroon Love terbit saya sudah mulai menulis cerita baru, karena begitulah setting kerja ideal penulis bagi saya; tulis, kirim, lupakan, terbit/ditolak. Sampai kemudian beberapa minggu sebelum Ramadhan, saya teringat akan Onis dan Fani. Apa kabar mereka? Ya Tuhan, semoga mereka nggak ngambek sama saya karena sudah kelamaan saya biarin tidur dalam folder lama itu, pikir saya.

Dengan sedikit rasa takut, saya intip keadaan mereka. Saya takut akan reaksi saya sendiri. Saya takut akan kemalasan yang akan timbul lebih dulu sebelum saya mencoba untuk membangkitkan mereka kembali. Naskah itu masih berupa dua cerita yang terpisah. Sempat terbersit dalam hati saya untuk menggabungkannya menjadi satu cerita panjang. Tapi ya itu tadi, saya takut kalau setan malas itu muncul di tengah-tengah jalan. Kalau sampai itu terjadi, bisa-bisa dua naskah itu tambah hancur karena sudah saya obrak-abrik tanpa diselesaikan. Saya membayangkan seperti merombak rumah yang sudah bobrok, lalu saya tidak menyelesaikannya. Kondisinya akan lebih buruk dari kondisi sebelum dirombak. Dan bisa jadi saya akan mengalami break down jika itu sampai terjadi. Kenapa?

Karena Onis dan Fani ini memiliki kedekatan istimewa bagi saya. Kisah mereka sebagian besar terinspirasi dari orang-orang di dekat saya di masa lalu. Dan ada beberapa bagian yang ingin saya dedikasikan dengan sepenuh hati untuk seorang sahabat. Tapi itu nanti saja saya ceritakan terpisah. 

Beruntung Tuhan memberi saya kekuatan untuk meneruskan niat saya. Dalam waktu satu minggu saya berhasil menggabungkan dua naskah itu menjadi satu cerita PLUS mengganti sudut pandang pencerita! Ini rekor! Sulit sekali mengubah POV sebuah cerita yang sudah jadi, apalagi dibarengi dengan menggabungkan dua naskah. Tapi karena saya bertekad banget untuk menyelesaikannya, atau Onis dan Fani akan menghantui saya seumur hidup, akhirnya selesai juga. Whew!

Buru-buru saya kirim naskah tersebut ke beberapa first readers langganan saya. Hihihi! Hadi Samsul, G dan Carolina Ratri selesai mebacanya dalam waktu singkat atas permintaan saya yang minta untuk cepat memberi review. Padahal naskah itu lumayan panjang; 260 halaman A4! Thank you, guys! You're the best. 

Setelah mendapat review dan koreksi dari mereka bertiga, saya kembali membenahinya untuk terakhir kali dan langsung saya kirim ke Mbak Esti yang membawahi Qanita di Mizan. Seminggu, dua minggu, tiga minggu ... Lalu saya tepok jidat. Pleaselah, jangan mentang-mentang udah pernah terbit sekali melalui mereka lantas menganggap semua naskah kita akan lancar jaya aja langsung dapat respon diterima, kata saya dalam hati. 

Ramadhan saya lalui tanpa berita tentang Onis dan Fani yang sudah saya beri judul baru; Love of A Departure. Sesekali saya beranikan diri bertanya melalui e-mail kepada Mbak Esti, dan jawaban Mbak Esti masih tetap sama, "Ditunggu ya, Mbak ...." Tapi pertengahan Ramadhan sebuah sinar harapan muncul saat saya membaca e-mail dari Mbak Esti yang mengatakan kalau Mbak Esti sudah OK dengan naskah itu. Hanya saja keputusan bukan hanya di tangannya. Masih harus melalui tahap ACC dari atasan beliau. Jedag, jedug, jedag, jedug. Perasaan saya makin berbunga-bunga penuh harapan. Hanya tinggal satu tahap lagi untuk dilalui oleh Onis dan Fani, kemudian mereka akan bisa melihat dunia seperti Magali! 

Dengan penuh harap, saya meminta do'a dari teman-teman saya melalui Facebook. Baru seminggu yang lalu saya pasang status itu, dan banyak yang dengan murah hati dan ikhlas meng-amin-kan harapan saya agar naskah ini bisa segera terbit. Sehari setelah saya memasang status itu, saya menerima e-mail baru dari Mbak Esti. E-mail itu berisi draft Surat Perjanjian Penerbitan untuk Onis dan Fani! Alhamdulillaah! 

Cepat sekali Allah menjawab doaku, doa saudara dan teman-temanku. Baru kemarin minta didoain, hari ini udah bisa baca-baca surat perjanjian terbit.
Alhamdulillaah ... novel baru insya Allah. Terima kasih semuanya. Saya doakan semoga Allah melancarkan dan melapangkan semua urusan kita. Aamiin!

Kalau ada yang mau lihat video trailer novel Fani yang dulu sempat dipakai untuk syarat ikut lomba di GagasMedia, silahkan lho! Saya jadi nangis lagi nontonnya. Video ini dibuat oleh sahabat saya Azmi Azhari. :')



20 komentar:

  1. Selamat ya, Mak. Insya Allah jodoh ga bakal ke mana. Ditunggu novel barunya. :)

    BalasHapus
  2. semoga lancar,laris manis aamiin

    BalasHapus
  3. selamat mbak windaaa, smoga suksesss ^^. videonya kerreen lho :)

    BalasHapus
  4. YAYYYY!!!!!!

    *nari hula-hula*

    etapi setelah liat videonya, dan menemukan foto paling terakhir, langsung deh muka jadi -____-"

    Whuakakakakk...

    BalasHapus
  5. Mak Winda, salut deh dengan dirimu. Trims sudah berbagi postingan ini, jadi memacu semangatku selaku novelis sgt pemula nih, untuk tetap keep fighting hasilkan naskah fiksi baru. Ternyata, tidak semudah itu ya, Mbak. Harus tabah, ulet dan terus semangat, itu kuncinya yaaa. Hiks.

    Sukses selalu yaaa. Btw video nya ok punya euy!

    BalasHapus
  6. woww..akhirnya fani dan onis mbrojol jg...mantap deh, kirain kmrn tuh minta doain magali yg mau diceasar gitu wakkk...jebule fani dan onis yg bakal lhr duluan...congrats mba, ntar beli lg deh bukunya :)

    BalasHapus
  7. alhamdulillah. congratz ya :)

    BalasHapus
  8. semoga mamanya cepat sembuh, dan sukses untuk novel barunya :)

    BalasHapus
  9. Hai Nin.

    Baca setelah isi blog Ninda, ngingetin Kak Opi tentang naskah ini dan sejarahnya. Kak Opi ngangguk-ngangguk, oiya ya, itu kan novel Ninda yang pake thriller yang dibikin teman Ninda ya.

    Semoga ini momentum buat kelahiran karya yang tertunda. Mau baca lanjutan isi blog, setelah mandiin Dzaky.

    Salam buat mama ya Nin, juga papa tentunya. Belum main ke sana lagi.

    BalasHapus
  10. Saya belum beli novelnya mba ... :(
    siap2 ke gramedia ahhhh ^^

    BalasHapus
  11. waahhhh....ga sabar kepengen baca....*gw poto lagi deh ntar pas beli novelnya yak :P

    BalasHapus
  12. wow mak.. sorry baru baca.. selamat ya.. sukses terus ^_^

    BalasHapus