Sabtu, 13 Agustus 2011

Secarik Surat Tentang Cinta, Logika dan Pengorbanan

  2 comments    
categories: 


Aku dilahirkan dari sebuah keluarga yang penuh cinta. Dimana cinta menjadi satu-satunya sumber kekuatan dalam kehidupan. Berawal dari keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Baik, cinta datang ke sekujur tubuh sejak kami kecil hingga saat ini. Tak berlebihan rasanya jika aku bisa mengatakan kalau cinta menjadi satu-satunya jawaban dalam setiap masalah kehidupan kami.Aku meyakini itu, sampai beberapa saat yang lalu.

Hari ini aku menemukan cinta sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar jawaban. Karena seperti pisau bermata dua, cinta ternyata bisa menjadi sebuah pertanyaan, tidak hanya jawaban. Aku merasa dikhianati dan ketika sesuatu yang kau yakini berbalik mengkhianatimu, hatimu akan mendingin. Bunga es akan tumbuh perlahan, dinginnya menusuk sampai ke tulang-belulangmu. Seperti itulah perasaanku ketika berhadapan dengan pengkhianatannya.


Aku hanya mampu terdiam dan berpikir. Mengapa begitu sulit untuk dapat mengerti dan dimengerti oleh dia yang aku cintai? Padahal seperti keyakinanku selama ini, tak akan ada yang sesukar ini selama ada cinta di antara kami. Apa pun itu, cinta selalu datang sebagai jawaban dari masalah-masalah kami. Tidak untuk sekarang.

Cinta berkhianat. Alih-alih dia datang sebagai jawaban, dia justru muncul di hadapanku dengan mengenakan jubah bergambar tanda tanya besar. Dia kemudian berkata padaku, "Kalau memang cinta, mengapa hatimu resah seperti sekarang ini? Kau lihat, tak selamanya aku bisa menjadi jawaban untuk semua masalahmu! Sudah saatnya kau tempatkan aku di tempat lain, selain di hatimu."

Di mana lagi aku harus menempatkannya selain di hatiku? Sedangkan selama ini yang aku tahu, cinta selalu datang dari relung terdalam sebuah rasa yang paling primitif dalam jiwa manusia, hatinya. Aku berpikir dan berpikir, keras, sangat keras. Mencari-cari mengapa perbedaan antara aku dan dia yang aku cintai tak lagi cukup dijawab dengan cinta saja. Kalau sudah demikian besar perbedaan itu, apakah aku masih bisa mengandalkan cinta di hatiku sebagai sebuah jawaban? Apakah cinta saja cukup untuk membuatku bahagia? Kebahagiaan yang seperti apa yang aku inginkan kalau ternyata bukan cinta yang mendasarinya?

Aku duduk diam, tercenung dan merenung. Merasakan perlahan sebuah rasa merayap naik, dari hatiku menuju kepalaku. Cinta bergerak dan berusaha membantuku mencari jawaban dari semua kekacauan dan kelelahan ini. Dia kini bertengger di kepalaku, dalam pikiranku. Dan seperti sebongkah es di bawah terik matahari, wujudnya pun perlahan berubah. Dia bermetamorfosis menjadi logika, sangat perlahan.

Seketika sebuah cahaya menitik di gelapnya relung hatiku yang lelah dan penuh tanda tanya. Selama ini yang aku tahu, cinta tak mengenal logika. Aku mencintai tanpa syarat dan kondisi. Aku menerima segala sesuatu yang menyertai cinta sebagai sesuatu yang tak bisa diubah dan diperbaiki. Karena selama ini aku percaya, cinta dan pengorbanan adalah teman sejati. Tak heran hatiku menjadi begitu lelah setelah sekian lama. Ah, harusnya sejak lama aku mempertemukan cinta dengan logikaku. Setidaknya aku tak akan merasakan kelelahan ini.

2 komentar:

  1. Unconditional love itu mudah diucapkan tp sulit dipraktekkan. Ingat salah satu lagu Sting "if you love somebody set them free", salah satu lagu favorit saya krn, spt lagu2 Sting liannya, sederhana dan filosofis. Dalam. Mengajak saya merenungkan pesannya.



    Meskipun Cinta dan Pengorbanan itu teman sejati, dua-duanya ada batasnya. Saya percaya, kecuali Tuhan, semua yang ada di alam semesta ini berbatas. Ketika Cinta mulai menuntut Pengorbanan lebih tinggi, lebih intensif, Sang Cinta itu sebenarnya sedang menyebarkan benih2 Benci. Pihak yang lebih banyak berkorban bisa saja diam, namun tdk berarti ikhlas, krn keikhlasan itu juga, nurut saya ada batasnya. Bergerak naik/turun juga. Saat ia turun, maka muncul rasa lelah (ini indikasi rasa tidak suka/benci).

    Perasaan seperti yg tertuang di tulisan Winda itu saya yakin dialami oleh semua orang, dalam semua bentuk hubungan (pertemanan, kerja/bisnis, keluarga dan suami/istri). So, ini artinya Winda juga manusia... wuahahahahahahaaa... ayooo ketawaaaa...
    Kirim sekardus peluk dari Jogja (ER yg ogah log-in)

    BalasHapus
  2. perbedaan itulah yang membuat cinta semakin kuat, kalau menganggap perbedaan sebagai beban itu berarti egoisme yang dominan... salam

    BalasHapus