Kamis, 24 Maret 2011

Perjalanan Pohon Pinus Terakhir

Pohon pinus terakhir di puncak bukit yang sejuk berdiri pasrah. Menanti gergaji mesin memotong batangnya. Teman-temannya sudah lebih dulu naik ke atas truk pengangkat yang besar di kaki bukit. Mereka bersiap untuk melakukan sebuah perjalan panjang yang belum terbayangkan akan seperti apa nantinya.
Kemana mereka akan dibawa? Apa yang akan mereka lakukan? Akan jadi apa nanti mereka? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu menari-nari dalam pikiran mereka setiap melihat segerombolan pohon pinus ditebang dan dinaikkan ke dalam truk besar itu. Tak ada satu pun dari mereka yang datang kembali untuk menceritakan apa yang mereka alami setelah mereka dibawa pergi oleh truk pengangkut itu.
Pohon pinus terakhir ikut naik ke atas truk besar itu. Bergabung bersama teman-temannya. Bersama-sama mereka terguncang-guncang di atas truk itu. Memandang bukit yang gundul karena sudah tak ada lagi pohon yang tersisa di sana.
Pohon pinus terakhir berpikir dalam hatinya, mungkinkah dia kembali ke bukit itu lagi? Bukit yang dulunya sejuk dan hijau, penuh dengan pepohonan, tumbuh-tumbuhan kecil dan binatang-binatang yang hidup di dalamnya. Saat ini bukit itu sudah kosong melompong tanpa penghuni. Burung-burung yang biasa bermain-main di pucuknya yang tinggi sekarang sudah tidak pernah lagi datang. Mungkin karena hanya tinggal sedikit pepohonan yang tersisa di bukit itu. Rusa-rusa kecil yang lincah sudah lama tidak pernah dilihatnya bermain dan mencari rumput di sana. Mungkin karena memang sudah tidak ada lagi rumput yang mau tumbuh di tanah kering bukit itu.
Pohon pinus terakhir tersentak. Truk besar itu berhenti dengan tiba-tiba. Dimanakah mereka saat ini? Dilihatnya sebuah bangunan besar di hadapannya. Bertumpuk-tumpuk batang kayu pohon besar terdapat di depan bangunan itu. Beberapa digulirkan oleh banyak manusia untuk masuk ke dalam bangunan itu melalui alur berjalan seukuran batang pohon besar. Mereka masuk ke dalam bangunan besar itu. Dari luar tampak cerobong asap yang mengepulkan asap tebal di bagian atas bangunan itu. Pohon pinus terakhir bergidik melihatnya. Apa yang mereka lakukan pada batang-batang pohon yang masuk ke dalam bangunan besar itu?
“Apa yang akan terjadi pada kita?” tanya pohon pinus terakhir pada batang pohon di sebelahnya.
“Kata burung pipit yang kemarin sempat mampir di pucuk pohonku, kita akan berubah menjadi kertas dalam waktu yang singkat,” jawab si batang pohon di sebelahnya itu.
Pohon pinus terakhir heran. Luar biasa! Bagaimana bisa ya dari sebatang pohon besar berubah menjadi lembaran kertas yang tipis?
“Lalu, kertas-kertas itu untuk apa?” tanyanya lagi.
“Hahaha, ya tentu saja untuk menulis! Memangnya untuk apa lagi?” jawab batang pohon di sebelahnya.
“Ck! Ya, tentu saja aku tahu kertas untuk menulis. Tapi setelah itu apa? Bukankah kertas-kertas itu akan dibuang begitu saja? Apa mereka tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebatang pohon menjadi sebesar kita sekarang ini? Belasan bahkan puluhan tahun!” jawab batang pohon pinus terakhir dengan kesal.
“Itulah yang aku tidak mengerti. Harusnya mereka menanam kembali bukit tempat mereka mengambil kita itu. Agar tumbuh pohon-pohon yang baru. Kudengar, kebutuhan manusia akan kertas semakin bertambah setiap saat. Tapi jumlah pohon makin sedikit dan hampir habis, karena tidak ada yang menanam kembali bukit dan hutan tempat mereka mengambil batang-batang pohon untuk bahan pembuat kertas itu,” jawab sang teman dengan wajah sedih.
“Bagaimana nasib kita kalau begini?” tanya pohon pinus terakhir ikut sedih.
“Mungkin kita akan menjadi batang pohon terakhir di muka bumi, kawan,” jawab sang teman lagi.
“Mengerikan…Kita harus melakukan sesuatu!” kata pohon pinus terakhir sambil matanya mencari-cari sesuatu.
“Apa yang bisa kita lakukan? Kita hanya sebatang pohon yang tidak mampu berbuat apa-apa.”
Pohon pinus terakhir terdiam mendengar ucapan temannya itu. Dia benar, mungkin mereka adalah batang pohon terakhir di muka bumi ini. Dan membayangkan bumi tanpa hijaunya dedaunan pohon sungguh mengerikan. Sinar matahari akan terasa makin panas. Tanah dan sungai akan mengering. Ikan-ikan perlahan akan mati dan binatang-binatang lain akan bingung mencari tempat tinggal. Ah, seandainya dia bisa menumbuhkan sendiri pohon-pohon baru agar bumi tetap hijau. Harusnya manusia-manusia itu tahu kalau mereka tidak boleh begitu saja menghabiskan semua pohon di hutan. Begitu banyak kehidupan lain yang akan terancam karenanya.

5 komentar:

  1. Manusia perlu menjaga keharmonisan dengan lingkungan

    BalasHapus
  2. go green mak... we will support you mudah2an menang kontesnya :D

    BalasHapus
  3. cerita menarik. makasih partisipasinya :)

    BalasHapus
  4. pergunakanlah kertas sesuai kebutuhan :)
    terima kasih atas partisipasinya

    BalasHapus