Senin, 25 April 2011

Bapak Tua Berbaju Korpri

  3 comments    
Sudah lama sosoknya saya lihat setiap saya mengantar dan menjemput anak saya Fadhil, dari dan ke sekolahnya. Pakaian yang selalu dikenakannya adalah yang paling menggelitik saya. Tidak pernah berganti, sampai saya sempat berpikir, jangan-jangan dia cuma punya satu helai baju itu yang menempel di badannya. Janggut putih, kurus, mendorong gerobak berisi barang bekas yang dipungutnya dari tempat sampah di rumah penduduk sekitar sekolah anak saya, bapak tua ini tampak santai saja dengan kemeja korpri lusuhnya yang tak pernah berganti itu.
Sudah lama juga saya ingin memanggilnya dan mengajaknya bercakap-cakap. saya selalu tertarik dengan sosok lelaki tua yang terlihat struggle dalam kerasnya hidup, entah mengapa. Somehow, saya teringat papa saya, walaupun (alhamdulillaah) nasib papa saya jauh lebih baik darinya.
Hari ini saya berhasil bertemu dengannya lagi dan langsung memanggilnya. Dengan terheran-heran dia mendorong gerobaknya berhenti di dekat mobil saya. saya pun turun dan berjalan menghampirinya. Sebenarnya aneh juga dia bisa tersenyum pada saya, padahal kami tidak saling mengenal sebelumnya.
Saya sapa dia dengan salam. Dia menjawab dengan tetap tersenyum.
Bercakap-cakap di pinggir jalan dengan dilihat oleh beberapa tukang becak dan orang tua murid yang lain tidak menyurutkan rasa penasaran saya akan sosoknya.
Pak Suhudi dengan baju Kopri kebanggannya
Namanya Pak Suhudi. Dengan bangga beliau berkata kalau usianya sudah 94 tahun. "Saya lahir tahun 1917. Kalau nggak percaya saya bawa surat lahir saya," katanya sambil menunjuk ke arah saku kemeja korpri biru lusuhnya itu. Saya tersenyum sambil berkata kalau saya percaya. Tentu saja, dengan janggut dan rambut seputih itu, paling tidak perkiraan saya usianya sudah 70-an, ternyata dia jauh lebih tua dari itu.

Pak Suhudi punya sembilan orang anak, cucu, cicit dan (istilah beliau) kompi. Mungkin maksudnya anak dari cicitnya. Weleh, sudah banyak banget keturunannya.
Penasaran saya tanya apa pekerjaannya saat beliau masih muda. Dengan segera dia mengeluarkan dompet dari saku bajunya itu dan menunjukkan sebuah kartu. Awalnya saya tidak tahu kartu apa itu. Semacam kartu anggota sebuah organisasi. Lalu saya baca dan tertulis di sana, "Kartu Tanda Anggota Pejuang Siliwangi."
Kartu Anggota Veteran Pak Suhudi

"Jadi bapak veteran, ya?" tanya saya dengan takjub.
Dia mengangguk dengan bangga.
"Trus kenapa sekarang jadi ngumpulin barang bekas? Anak-anak bapak kemana?" tanya saya lagi.
"Tenaga masih ada, ngapain saya diam di rumah," katanya sambil tersenyum ceria.
Seriously, aura cerianya menular sekali. Selama bercakap-cakap dengannya, saya ikut-ikutan tersenyum melihat cara berbicaranya yang masih penuh semangat.
Saya suka sekali dengan semangatnya dan keceriaannya. Sempat saya tanyakan apakah dia tidak capek bekerja mendorong gerobak setiap hari. Dengan santai dia bilang, "Biasa aja...Saya malah pusing kalau di rumah aja. Lagian kan ini buat makan."
Waahahaa, hello orang-orang muda di luar sana (termasuk saya), malu ya sama Pak Suhudi ini? Umur 94 tahun dan semangatnya keren banget! Padahal bisa dibilang hidupnya juga susah karena harus mencari makan dengan susah payah seperti itu.
Mengakhiri pembicaraan saya menyelipkan selembar uang untuknya. Dengan sigap dia berkata, "Saya nggak minta, ya!" Saya tergelak, karena sesigap itu dia berkata, sesigap itu pula tangannya menyambut uang yang saya sodorkan. Hahaha, keren banget deh, Pak Suhudi ini!
Tiba-tiba saya teringat sesuatu yang belum sempat saya tanyakan.
"Pak, kok bapak pake baju korpti terus? Bapak pernah jadi pegawai negeri, ya? tanya saya penasaran.
"Ah, nggak. Saya punya banyak baju begini di rumah. Dikasih orang. Ada empat biji di rumah saya," katanya sambil mengantungi uang yang saya beri.
Hihihi, lagi-lagi saya tergelak. Aih, hidup kayanya nggak pernah susah buat Pak Suhudi. salut! Sementara banyak orang mudah yang sibuk mengeluh dan skeptis dengan keadaan, beliau bisa dengan santainya menghadapi hari tua yang menurut kita sulit untuk dijalani. 
Saya berjalan meninggalkannya dan beliau pun memberi hormat ala militer kepada saya. Lagi-lagi saya tertawa geli. Ceria banget si bapak, teh! Luar biasa!



 

3 komentar:

  1. Wah salut buat kek Suhudi ya mbak :D
    *blush....

    Tapi lagi2 tampak contoh kesejahteraan veteran yg sedikit terabaikan dari pemerintah ya mbak, padahal karena merekalah kita bisa hidup bebas seperti sekarang ini :(

    BalasHapus
  2. hhahaha, si kek suhudi geol pisan euh..benar2 tipe kakek periang..biasanya kalo ada kakek2 kerjaannya cuman nongkrong dirumah..
    sudah tua banget yah, sekarang dah 94, tapi masih seger bugar..minta resepnya gak?? lain kali bagi resepnya donk kek..hhehehe

    BalasHapus
  3. beda memang mental orang2x dulu dengan anak2x muda sekarang....

    thanks, mbak Winda...

    BalasHapus