Selasa, 19 April 2011

January 50K (#23): Salah Sendiri Udah Kawin!

publicrecordsresearch.net

“Ketemuan dong, Ky…,” ujar Sandra dengan nada memelas.
Decky tidak habis mengerti bagaimana Snadra bisa jadi perempuan yang desperate seperti pagi tadi saat mengucapkan kalimat itu padanya melalui telepon.
“Ada apa, San? Gue agak-agak nggak enak mau ketemuan sama lo sekarang, setelah inget gimana Reza kayanya kesel banget sama gue waktu di rumah lo itu,” kata Decky masih tidak mengerti.
“Justru itu, gue mau ngomongin itu,” jawab Sandra dengan suara pelan dan lemah.
Decky mengernyitkan dahi mendengarnya. Sampai sekarang dia masih belum paham benar kenapa Reza bersikap tidak ramah padanya waktu dia datang ke rumah mereka. Dia merasa tidak melakukan kesalahan apapun waktu itu. Yang pasti, sebelum dia datang pun dia sudah berusaha memastikan kalau Reza ada di rumahnya bersama Sandra.
Andainya Reza cemburu padanya, alasan apa yang bisa membuatnya berpikir demikian? Itu yang Decky tidak paham sampai sekarang. Dia memang tidak terlalu dekat dengan Reza, karena Reza bukan temannya seperti Sandra. Tapi kenyataan kalau mereka adalah suami istri tentu saja harusnya bisa menjadi alasan kuat bagi Decky bahwa Reza tidak pantas cemburu padanya. Harusnya pasangan suami istri itu kan berbagi semua cerita, bukan? Sewajarnya Reza tahu bagaimana perasaannya pada Kayla selama ini melalui cerita-cerita Sandra. Atau jangan-jangan mereka tidak pernah saling bercerita satu sama lain? Ah, itu aneh sekali. Kalau memang begitu kenyataannya, Decky tidak bisa menyalahkan Reza.
Sandra memang sering sekali terlihat agak sedikit manja pada Decky dibanding dengan Donny. Decky sendiri sudah lama merasakan hal itu. Tapi karena perasaannya pada Sandra selama ini biasa saja, dia pun menganggap itu biasa juga. Apalagi Sandra memang lebih muda beberapa bulan darinya. Sandra baginya tak lebih dari seorang sahabat yang nyaris dianggapnya sebagai seorang adik. Tak lebih, mungkin kurang. Sebab, asli, memang perasaannya biasa-biasa aja tuh ke Sandra!
Lalu kalau sekarang Sandra merengek (OK, let’s say merengek..karena kedengerannya memang begitu tadi) padanya untuk ketemuan, setelah suaminya pasang muka siap memukul wajahnya kemarin itu, apa harus di-iya-in aja, nih? Weh, cari gara-gara bukan, sih? Decky males banget membayangkan kalau nantinya dia bisa saja jadi laki-laki yang dianggap mengganggu rumah tangga teman sendiri. Huek! Nista amat!
Decky belum menjawab undangan setengah memaksa Sandra itu tadi. Dia cuma bilang, “Liat ntar siang aja, deh San! Ntar gue telepon balik.”
Sepuluh menit menjelang makan siang, akhirnya dia memutuskan untuk tidak mau ketemuan sama Sandra. Hal-hal yang perlu dibicarakan bisa dibicarakan melalui e-mail atau telepon aja. Segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak…halah, ngelantur! Pokoknya, intinya adalah dia nggak mau cari gara-gara! Titik, nggak bakalan pake koma!
Decky menelepon Sandra setelah memutuskan itu. Tapi memikirkan kalau Sandra bisa aja merengek-rengek lagi untuk ketemu sama dia, dan dia bisa aja jadi nggak tegaan, Decky akhirnya memutuskan  untuk kirim SMS aja ke Sandra.
“San, sori gk bisa. Lain kali aja, deh!” Singkat, padat dan mudah-mudahan Sandra bisa mengerti, pikir Decky sambil menekan ‘send’.
Satu menit kemudian BB-nya bunyi. Dari Sandra, sudah pasti. Malas-malasan diangkatnya panggilan itu.
“Ini penting, Ky!” Suara Sandra langsung terdengar di seberang.
Heran, sejak kapan si Sandra ketularan Donny yang nggak kenal manner kalau nelpon itu, ya? Decky sampai kaget sendiri mendengar ucapan Sandra yang tanpa basa-basi itu.
“Sepenting apa, sih? Nggak bisa lewat telpon aja kayak gini?”
Sandra diam di sana. Sepertinya lagi berpikir. Mudah-mudahan dia mau bercerita lewat telepon. Walau bagaimana Decky concern juga dengan masalah yang lagi dihadapi sahabatnya itu, apapun masalahnya.
“Reza marah sama gue, karena dia pikir gue masih suka sama lo sampe sekarang,” kata Sandra dengan suara pelan.
“What? Maksudnya masih suka, gimana?” tanya Decky nggak ngerti.
“Don’t be stupid, Ky! Gue tau lo tau kalo gue suka sama lo dari dulu!” Kali ini suara Sandra terdengar ketus.
“Ha? Nggak! Gue nggak tau! Dan kalau pun gue tau sekarang, apa gunanya buat lo? Emangnya lo masih mau sama gue gitu?” Dan, ups, Decky mengutuk mulutnya yang mengeluarkan pertanyaan super stupid itu.
Sialan! Ngapain dia nanya kayak gitu ke Sandra, ya? Tapi Sandra juga aneh, sih! Ngapain dia bikin ini jadi masalah? Kan gampang, tinggal bilang kalau dia sudah nggak punya perasaan apa-apa lagi ke Decky. Kecuali, kalau…Oh, no! Decky memukul jidatnya sendiri menyadari sesuatu yang nyaris tidak bisa dipercayanya.
“Ternyata gue masih cinta sama lo, Ky…” Suara Sandra terdengar lamat sekali di telinganya. “Dan Reza marah besar. Gue nggak bisa bohongin diri gue sendiri lebih lama lagi. Gue tau ini amat sangat absurd baik untuk gue dan lo. Buat apa gue nikah, kalau hati gue selama ini masih sama lo? Tapi dulu gue pikir, dengan menikah gue bisa ngelupain lo, Ky. Ternyata nggak.”
Decky nggak bisa ngomong sama sekali. Astaga! Astaga! Astaga! Nggak ada kata lain. Ini bisa ya terjadi di dunia nyata? Bukan cuma di sinetron-sinetron yang sering ditonton maminya itu setiap malam? Astaga, lagi!
“Trus, gimana dong?” Decky bertanya sambil menyadari kalau pertanyaannya  adalah sebuah pertanyaan bego banget.
“Oh, nggak, nggak, jangan salah paham, Ky! Gue ngerti lo nggak punya perasaan apa pun ke gue. Itu pun juga udah gue bilang ke Reza. Tapi yang Reza permasalahkan adalah perasaan gue sendiri. Gue nggak minta lo untuk mau mengerti perasaan gue atau minta belas kasihan lo. Sama sekali nggak! Cuma gue mikir, andainya yang terburuk terjadi sama gue dan Reza, gue rasa lo perlu tau alasan sebenarnya kenapa. Paling nggak itu bisa bikin gue lega. Itu aja, sih…,” kata Sandra berusaha menjelaskan sebisanya.
“Kemungkina  terburuk gimana, maksud lo?” tanya Decky dengan was-was.
“Gue dianter pulang ke rumah nyokap gue sama Reza semalem, Ky,” kata Sandra.
Glek! Kenapa tiba-tiba jadi inget lagunya siapa itu namanya yang syairnya, “Pulangkan sajaa aku pada ibuku atau ayahkuu..uwoo..uwooo…”? Decky garuk-garuk kepala, nggak tahu harus ngomong apa.
“Reza nyuruh gue mikir masak-masak apa mau gue…” Sandra melanjutkan ucapannya.
“Trus…?”
Seriously, Decky belum pernah merasa sebodoh ini jadi seorang sahabat dan laki-laki! Apa yang diharapkan bisa keluar dari mulutnya saat ini? Bahwa dia merasa sangat prihatin? OK, itu pasti. Tapi berusaha untuk mengambil posisi sebagai sahabat yang seharusnya menghibur, itu lain soal. Bagi Decky, Sandra sepertinya mencari-cari masalah saja dengan mengangkat-angkat perasaan lamanya itu. Fine, dia bilang sampai sekarang dia masih belum bisa melupakan Decky, tapi membuatnya ikut mengetahui hal itu, apakah itu bijaksana? Sedangkan selama ini Decky sama sekali had no clue whatsoever kalau Sandra suka sama dia.
“Trus, ya gitu, deh! Gue lagi di rumah nyokap sekarang,” kata Sandra menyadarkan Decky dari pikiran semrawutnya itu.
“So sorry to hear that…Maksud gue, apa lagi yang bisa gue bilang ke lo, San?” tanya Decky putus asa karena tidak mengerti harus berbuat apa.
“That’s OK…Gue bukan mau cari simpati atau belas kasihan lo, kok! Kan udah gue bilang tadi. Gue cuma berpikir, mungkin lo perlu tahu kenapa. Dibanding temen-temen yang lain, tentu lo yang harusnya tahu apa alasan yang paling jujur dari kejadian ini, karena ada lo dalam masalah ini, walaupun lo sama sekali nggak terlibat di dalamnya. Seandainya nanti kemungkinan terburuk itu benar terjadi, paling nggak gue nggak harus bohong ke lo. Gue mungkin bisa menutupi dari Tasha, Ratna dan Donny. Tapi ke lo, gue merasa sudah saatnya gue jujur sama diri gue sendiri, kalau inti dari masalah gue ini memang tentang perasaan gue ke lo, Ky…”
Demikian saja percakapan mereka di telepon siang itu. Decky sama sekali tak punya keinginan sedikit pun untuk datang menghibur Sandra. Gila apa? Bisa-bisa dia diusir dari rumah orang tuanya Sandra. Whew, ogah, deh!
“Ya udah deh, San. Gue mendoakan yang terbaik aja buat lo dan Reza,” kata Decky akhirnya sebelum memutuskan pembicaraan itu.
Decky diam lama sekali di meja kerjanya. Jam makan siang sudah hampir habis, tapi sama sekali dia nggak merasa lapar. Seleranya menguap habis begitu tadi Sandra cerita tentang perasaannya dan masalahnya sama Reza. Masalah rumah tangganya yang dengan cara absurd telah menariknya ke dalam.
Mau nggak mau Decky jadi mengingat-ingat bagaimana perlakuan Sandra dulu kepadanya saat mereka masih kuliah. Sandra memang yang paling baik dan kadang manja sama Decky. Dibanding Tasha yang mandiri dan cenderung galak dan Ratna yang dewasa, Sandra memang lebih seperti adik bungsu dalam lingkaran persahabatan mereka. Sekali lagi, anggapan itu datang karena Sandra memang yang berusia paling muda di antara mereka berlima. Dia mungkin seusia dengan Kayla.
Decky ternyata nggak bisa baca kenyataan kalau manjanya Sandra waktu itu adalah bentuk ungkapan perasaannya pada Decky. Dia mungkin berharap Decky akan membalasnya dengan perlakuan yang melindungi atau apa pun itu. Yang pasti, Decky memperlakukan sahabat-sahabat ceweknya itu sama semua. Nggak ada bedanya.
Sekarang rumah tangga Sandra lagi di ujung tanduk karena dia nggak bisa mengatasi rasa sukanya pada Decky. Salah siapa, dong? Jangan-jangan ini karena mereka masih aja ketemuan setelah beberapa dari mereka berumahtangga? Confirm dong kalau gitu, menikah itu membatasi pergaulan? Hah, Decky geleng-geleng kepala sendiri dengan keputusan ngaconya itu. Kayanya Ratna nggak gitu, deh! Padahal dia kan pernah pacaran dengan Donny dulu? So? Ini masalahnya murni ada pada Sandra. Dan sekarang Decky merasa kasihan sekaligus kesal pada Sandra yang sepertinya mengalami kesulitan untuk menjadi dewasa. Padahal dia sudah menikah dan punya anak. Astaga! Kenapa mengambil resiko sebesar itu kalau cara berpikirnya masih saja sama seperti saat kuliah dulu?
“Sha! Lo jadi ikut ke Singapur sama gue?” tanya Decky saat sambungan telepon diangkat dari seberang sana.
“Hehehe, kenapa lo tiba-tiba nanyain lagi? Ikut kayanya sih kalo nggak ada halangan. Donny nggak diajak sekalian?” kata Tasha dengan suara ceria, seperti biasa.
“Terserah…lo aja yang ajak. Kayanya gue emang butuh liburan lagi, nih!”
“Kenapa, Ky? Ada masalah?” Suara Tasha terdengar prihatin dan khawatir sekarang.
“Nggak. Nggak ada, sih! Gue cuma mendadak suntuk aja sama kerjaan,” kata Decky berkilah.
Cukup dia aja yang tahu. Kasihan Sandra. Tapi asli, sekarang ini dia suntuk banget. Bahkan keinginannya untuk mencari Kayla di Singapura nanti nyaris hilang dan berganti dengan keinginan untuk sekedar bersenang-senang aja sama Tasha, dan Donny deh kalau dia mau ikut!
“Sip! Gue kasih tau Donny, ya? Akhir bulan ini kita berangkat? Bertiga, kan? Perlu basa-basi ngajak Ratna dan Sandra, nggak?” tanya Tasha sambil terkikik geli.
Decky tersenyum kecut mendengar pertanyaan Tasha itu. Bagi Tasha pertanyaan itu mungkin hanya jadi bahan becandaan aja. Tapi untuk Decky sekarang pertanyaan itu sudah nggak bisa dianggapnya lucu lagi. Kebayang gimana reaksi Sandra nanti kalau tahu dia akan pergi ke Singapura bersama Donny dan Tasha. Belum lagi niat awalnya yang mau mencari Kayla ke sana. Kasihan, ah! Mending Sandra nggak usah tau, deh!
“Jangan, deh! Nggak enak, kesannya kita seneng-seneng terus tanpa ngajak mereka,” kata Decky.
“Salah sendiri kawin duluan!” kata Tasha lalu tertawa lepas di sana.
Decky nyengir, nggak tau mau bilang apa. 

*Masih Bersambung*

4 komentar:

  1. Hahahaiiiy, gw sangat menikmati yg ini. Dan pengen ngakak karena cpc, wkwkwkwkwkwkwk...

    BalasHapus
  2. “Salah sendiri kawin duluan!” kata Tasha lalu tertawa lepas di sana.
    =============================
    klo daku yang jawab : Waa Kurang Uaaasemmmmm...

    wkwkwkwkw... ditunggu episode selanjutnya.. masih lama kah??

    BalasHapus
  3. “Salah sendiri kawin duluan!”
    Yeee... enak tauuuuuuuuu :D
    dibandingkan ga enaknya lebih banyak enaknya wew
    *ngehibur diri sendiri hihihi

    BalasHapus
  4. bacanya ngacak aja aku ud ngakak....salah sendiri udah kawin wkwkwkwkww

    BalasHapus