Rabu, 06 April 2011

Perjalanan Blackbook: Mereka Bilang Blackbook Itu... (#2)

  5 comments    
categories: , , ,

Melanjutkan kisah Perjalanan Blackbook dalam berburu endorsement, ya! Waktu suamiku bilang untuk mencoba meminta bunda Pipiet Senja memberi endorsement, aku langsung tersadar dalam bahagia. Ah ya, ya, bunda Pipiet adalah salah satu yang mengikuti tayangan Blackbook waktu dulu aku publish di Kompasiana. Beliau selalu setia memberi komentar dan masukan, mengingat aku masih begitu ‘hijau’ dalam menulis.
Dengan sedikit perasaan was-was kucoba menghubungi bunda Pipiet melalu SMS. Subhanallaah, beliau langsung merespon dengan sangat antusias. Khas bunda Pipiet yang selalu ceria. Maklum, manini gaul. Wkwkwkwk…Berhubung bunda Pipiet sudah pernah membaca Blackbook, beliau langsung mengirimkan endorsement-nya melalui SMS. Semudah itu? Asli, begitu saja. Saya bersyukur, ternyata masih ada orang-orang yang menyandang nama besar yang masih mau memberikan dukungannya kepada pemula seperti aku.
Urusan dengan bunda Pipiet selesai bukan berarti urusan endorsement selesai juga. Masa cuma satu aja? Paling tidak aku masih membutuhkan tiga orang lagi untuk bisa memberikan tanggapan positifnya tentang calon novelku ini. Pikir punya pikir, aku teringat seseorang yang beberapa waktu lalu pernah menghubungi melalui e-mail, out of the blue. Orang yang sama sekali belum aku kenal yang mengatakan kalau dia menyukai salah satu serial komedi mini yang kutulis di kompasiana. Beliau bernama Dyah Kalsitorini. Buat yang belum ‘ngeh’ beliau ini siapa, beliau adalah penulis yang sempat sukses pada masanya dengan serial Zara, Hantu Gaul yang dulu pernah dimuat secara berseri di salah satu majalah remaja. Sekarang beliau aktif sebagai penulis skenario berbagai FTV dan sinetron budaya di banyak stasiun televisi. Dulu beliau sempat menawarkan kepadaku untuk ikut bergabung dengan tim kreatifnya dalam menulis skenario. Untuk sementara tawaran itu masih aku tahan, karena masih belum yakin akan kemampuanku. Bukan apa-apa, aku belum pernah dan belum belajar bagaimana cara menulis skenario yang benar.
Aku coba-coba SMS beliau juga, dan alhamdulillaah (lagi), mbak Dyah langsung membalas dengan penuh sukacita. Beliau mengungkapkan kegembiraannya mendengar aku akan menerbitkan sebuah novel. Ah, Allah memang Maha Baik, semua dilancarkan olehNya. Mbak Dyah minta dikirimkan soft copy naskah Blackbook melalui e-mailnya dan minta waktu satu hari untuk membacanya. Bayangkan, naskah sepanjang itu, beliau mau bersusah payah menyelesaikan membaca dalam satu hari. Hiks, kembali terharu.
Aku masih butuh dua orang lagi untuk mengisi space para endorser. Dan suamiku menawarkan dua orang temannya, yang juga temanku, yakni mas Indrawisudha dan Putri Violla. Mas Indrawisudha adalah seorang pengamat sastra dan penulis puisi yang sangat aktif. Aku sangat menyukai puisi-puisinya yang lugas dan to the point. Beliau juga sudah menelurkan sebuah buku antologi puisi bersama teman-temannya sesame pecinta kata yang berjudul “Seratus Persen Dianggap Buku Puisi”. Sedangkan Putri Violla adalah seorang pembaca dan pecinta buku yang kebetulan berprofesi sebagai seorang presenter televisi di salah satu stasiun televisi swasta kita. Untuk bagian ini, aku minta suamiku untuk menghubungi mereka, karena mereka lebih dekat dan sering bertemu dengannya.
Gayung bersambut air. Jburr! Mas Indrawisudha dan Putri bersedia untuk memberikan endorsement mereka. Dengan wanti-wanti waktu yang sudah mepet, aku kirimkan ke e-mail mereka naskah Blackbook. Dua hari kemudian aku mendapat e-mail balasan yang berisi kata-kata positif yang sangat mengharukan mengenai Blackbook. Yang membuat aku terharu, mereka benar-benar membaca dulu kisah Blackbook sampai selesai, baru kemudian mereka menuliskan apa pendapat mereka tentang Blackbook. Karena terlihat sekali dari komentar mereka kalau mereka menangkap esensi dari kisah yang kutulis itu.
Saya mendapat sebuah pelajaran berharga dari berburu endorsement ini. Bahwa nama besar, jabatan tinggi atau profesi yang bergengsi jangan menyurutkan langkah kita. Banyak manusia sombong di dunia ini, tapi yakinlah masih banyak orang-orang hebat yang rendah hati dan mau menolong. Bunda Pipiet Senja, mbak Dyah Kalsitorini, mas Indrawisudha dan Putri Violla adalah orang-orang dengan kesibukannya masing-masing yang masih mau meluangkan waktu untuk orang sepertiku. Seorang ibu rumah tangga biasa yang baru meretas mimpi untuk menerbitkan buku. Salut untuk mereka semua. 
Silahkan simak apa kata mereka tentang Blackbook di bawah ini:
"Membaca karya penulis Kompasiana ini membuatku tersadar, bahwa blog sungguh bisa menjadi ajang ekspresi dalam berkarya. Blackbook saya baca pertama kali di Kompasiana. Kini bisa kita telisik bab per bab dengan lengkap. Selengkap kejujuran Winda dalam menuliskannya. Bahasa yang renyah dan gresss!"
(Pipiet Senja, novelis, penulis “Memoar Dalam Semesta Cinta”)
"Membaca Blackbook seperti membaca catatan pelajaran dari sekisah persahabatan. Saya terbenam menjadi hitam sehitam kisah yang dituliskan hingga kemudian menjadi cerah secerah harapan di laman penghabisan. Winda Krisnadefa begitu piawai mengisahkan dialektika perjalanan persahabatan. Konflik dipaparkannya seperti riak dan gelombang yang berhantaman menguji kesejatian batu karang. Winda Krisnadefa menulis Blackbook secara serius karena ia tahu betul di sekitar kita ada ancaman sangat serius."
(Indrawisudha – penggiat sastra, salah satu penulis buku antologi puisi “100% Dianggap Buku Puisi”)
"Sebuah novel tentang persahabatan dan cinta yang tidak biasa. Semua digambarkan dengan sangat kuat dan dramatis dalam novel ini. Anda pasti enggan beranjak sebelum ingin tahu bagaimana akhir kisah persahabatan Ayang, Amel, dan Tomi. Yes, sebuah novel yang juga sarat pesan bagi siapapun jangan sekali-kali bersahabat dengan narkoba. Semua remaja wajib baca novel ini agar semakin tergambar jelas, betapa bahayanya narkoba serta seks bebas."
(Dyah Kalsitorini, script writer, novelis)
"Menyusuri setiap kata dalam Blackbook, seakan menjelajahi metamorfosis kepompong yang tak sabar keluar melihat dunia. Kadang terpercik manisnya bunga, kadang tersulut panasnya surya. Amel, Tomi, dan Ayang tersesat. Cinta segitiga mereka memang tak sejalan dengan rumus kuadrat. Namun segitiga ini seakan menggambarkan garis penghubung nafsu dan murka antar manusia, yang tak kuasa mengelak dosa, tak pernah terlepas dari hitam. Blackbook bukanlah hitam, ada merah, putih, jingga, kelabu di sana."
(Putri Violla, presenter televisi, pecinta buku)
Akhir kata, jangan lupa beli novelku ke sini, ya! Hahaha, ujung-ujungnya ngiklan juga. Wkwkwkwk…Terima kasih, ya! ^_^

5 komentar:

  1. Mbak Windha, saya bukan yang termasuk bernama besar dan berjabatan tinggi lho.... Hehehehe.... Sekali lagi, sukses ya! Ditunggu karya-karya besar selanjutnya.

    Tabik.

    BalasHapus
  2. Yak, sama mbak, saya juga sedang berburu endorsement, hihi. Sukses untukmu selalu...

    BalasHapus
  3. mas jeppe: weehehehee, nama besar itu orang lain yang mengukur lhoo..hahahaa...anyway, saya berterima kasih sekali mas jeppe sudah bersedia meluangkan waktu untuk blackbook ini... :)

    mbak Elly: wah, semoga sukses ya mbak..aku nungguin nih bayi pertama 50K jebrol.. :)

    BalasHapus
  4. Saya bersemangat membaca Blackbook. Sangat. Sehingga waktu bukan persoalan jadinya. Saya suka. :)

    BalasHapus
  5. Iya, Mbak Elly itu si Ilalang Menarilah adalah bayi kita bersama, hehehe... eksaitit rasanya :D

    BalasHapus