Rabu, 03 Oktober 2012

Pertemuan Sebatas Kopi

  13 comments    
categories: ,


Langkahku semakin berat memasuki cafe teduh itu. Ini sudah pertemuan yang ke-empat kalinya dan masih belum ada kemajuan yang berarti. Aku masih menemui orang yang sama, masih membicarakan hal yang sama dan masih minum bergelas-gelas kopi yang memberikan efek mual yang sama. 

Aku sudah bisa membayangkan percakapan yang akan kami hadapi sebentar lagi. “Saya dapat donator baru, Sha! Kamu tahu kan, Pak Doyok, wakil DPRD itu lho!” atau, “Media sudah mau meliput kegiatan kita, kamu tinggal arrange aja waktu dan tempatnya. Usahakan tempatnya yang agak cozy, ya! Pilih panti asuhan yang agak besarlah, yang punya aula,” atau, “Kita bikin seragam aja untuk acaranya nanti, ya! Batik gimana? Tapi aku nggak mau batik kodian, ah! Bahannya panas!”

(Image from http://www.diylife.com/2007/12/28/21-ways-to-use-old-coffee-grounds/)

Perempuan setengah baya yang sama sudah menungguku di sana. Dia melambaikan tangannya yang berkuku merah sempurna. Sebuah kursi di sampingnya, khusus untuk meletakkan Birkin-nya.


“Minum apa, Sha?” tanyanya setelah melakukan ritual cium pipi kiri dan kananku. “Latte? Frappuccino? Atau cappuccino? By the way, kamu lihat anak kecil dekat mobilku nggak tadi pas masuk ke sini?”

Aku menggelengkan kepala. Aku melihat mobilnya yang mentereng di parkiran cafe memang, tapi aku tidak melihat anak kecil yang dia tanyakan. “Nggak, mbak. Kenapa?” tanyaku.

Dia mengibaskan rambut berwarna burgundy berkilaunya itu sambil berkata, “Ah, syukurlah. Itu anak tadi nggak mau pergi minta-minta sama aku, nggak aku kasih, eh ngeyel! Kesel aku dibuatnya!”

Aku mengangguk. Berusaha keras membaca menu di tanganku. Hmm, kopi apa yang akan kupesan kali ini? Yang harganya 25.000 segelas? Atau sekalian yang 50.000 saja? Entah mengapa hanya rentetan angka rupiah yang terlihat olehku. 25.000 untuk segelas kopi, dan perempuan itu tidak mau mengeluarkan  2.000 perak untuk pengemis tadi?

Sebenarnya sedang apa aku dengannya di sini? Aku sedang merancang sebuah acara sosial untuk menyantuni anak yatim dalam skala besar. Perempuan di depanku ini, penyandang dana dan pendiri yayasan. Dia menggandengku untuk menjadikan acara itu sukses, karena aku sering terlibat acara semacam ini. Alih-alih membicarakan tentang kegiatan ini, perempuan menor ini justru sibuk mengatur-atur semua persiapan liputan dan penyambutan para pejabat yang akan datang ke acaranya itu. 

Ini sudah pertemuan ke-empat! Dan perutku sudah penuh dengan cairan kopi mahal racikan barista ber-apron hitam itu. Belum sekali pun kami membicarakan berapa santunan yang akan diberikan. Atau kemana mereka akan kami sekolahkan. Atau apa yang akan kami lakukan untuk menambah keahlian mereka yang sudah putus sekolah. Atau bagaimana membantu orang tua mereka yang pengangguran.

“Sha, minum apa?” Suara perempuan itu terdengar lagi.

Aku terhenyak. Harusnya aku tak perlu menunggu sampai pertemuan ke-empat dan memenuhi perutku dengan bergelas-gelas kopi mahal itu. Aku berdiri dari dudukku. “Teh botol, mbak!” jawabku sambil menyeringai. Aku berjalan meninggalkannya. Tak kuhiraukan teriakannya memanggilku.

Seorang pengamen kecil berjalan melintas di depanku. Aku menggamit tangannya dan mengajaknya berlari menuju warung di seberang cafe itu. Setengah kebingungan dia mengikuti tarikan tanganku. “Kak? Mau dibawa ke mana aku, kak?” tanyanya ketakutan.

“Minum teh botol sama kakak, mau?”

Cukup sudah pertemuanku dengan perempuan itu. Pertemuan kosong sebatas kopi. Tak ada makna hanya basa-basi memualkan. 

“Kamu masih sekolah?” tanyaku membuka pertemuanku dengannya. Aku tahu, pertemuanku kali ini tidak hanya akan menjadi sekedar pertemuan sebatas teh botol saja.

13 komentar:

  1. perempuan. kadang memang ingin dikenal lebih.

    BalasHapus
  2. hmm gambaran ibu2 borju, hahahaa

    BalasHapus
  3. Aih, ada cerita baruuuuu :) nice one Winda ;)

    BalasHapus
  4. tapi kalau kita ketemuan jangan ajak aku minum teh botol ya mbak, aku bisa eneg krn gak suka :) cukup air putih saja

    BalasHapus
  5. Mba Win, aku mau dunk diajakin nge-teh botol jg hihihihi

    BalasHapus
  6. teh botol pk es batu, sy suka :D

    BalasHapus
  7. Ya ampun, kerennya. Tidak dipikir lagi langsung difollow :)

    BalasHapus
  8. Wooo... ini bagus bagus bagus banget!

    BalasHapus
  9. Langsung jatuh cinta sama tulisan mba winda,.... wajib folow ^_^

    BalasHapus
  10. emaaaaaak aku punya cerpen pengen di terbitin, tapi nggak tau caranya XD

    emak bisa baca di blogku

    http://intan1003.blogspot.com/2012/09/kesalahan-orang-tua-atas-anaknya-by.html

    gimana ?

    BalasHapus