Selasa, 22 Februari 2011

Januari 50K (#19): Mencari Ala Kay


Ternyata memang ada ya beberapa orang yang dikasih kelebihan sama Tuhan yang bikin mereka itu enak banget dan nyaman banget buat diajak ngobrol. Bu Kay salah satunya. Decky sendiri nyaris nggak percaya kalau dia bisa betah ngobrol berjam-jam sama bu Kay yang usianya hampir sama dengan maminya itu. Bahkan dengan Mami aja dia nggak pernah ngalamin pembicaraan selama itu. Bukan karena Mami orang yang nggak enak diajak ngobrol juga, sih. Tapi mungkin memang ada beberapa hal juga yang buat Decky rada risih aja buat di-share sama Maminya sendiri.
Ngobrol sama Bu Kay itu hampir sama kayak ngobrol sama teman seumur tapi dengan pemikiran yang jauh ke depan dan keren banget deh pokoknya! Decky sendiri sampai nggak percaya, ternyata ada juga ya orang tua jaman sekarang yang bisa ngikutin jalan pikiran orang-orang yang lebih muda dari dia tanpa dia harus kelihatan memaksakan diri untuk fit in.
Awalnya emang ngobrol biasa soal puisi dan lukisan. Terus bu Kay ngajak makan malam sekalian di rumahnya. Sambil cerita-cerita tentang hidupnya yang bagi Decky menarik juga untuk ukuran perempuan seumur bu Kay. Maksudnya Decky nggak pernah menyangka kalau bu Kay itu ternyata orangy ang memiliki banyak sekali pengalaman menarik dalam hidupnya.
Walaupun dia hidup sendiri sampai usianya yang lima puluh dua tahun itu, bu Kay punya banyak sekali pengalaman hidup dengan banyak orang. Lahir dan besar di kota Bandung bu Kay ternyata sudah melanglang buana dari banyak sekali kegiatan sosial yang diikutinya. Menulis adalah salah satu kegiatan isengnya, merujuk ke istilah dia sendiri. Walaupun iseng, bu Kay ternyata sudah pernah menerbitkan beberapa buku dari hasil goresan tangannya. Sebagian besar buku-buku itu berisi tentang perjalanannya ke negara-negara yang pernah dikunjunginya bersama badan-badan PBB dimana dia menjadi sukarelawan. Siapa sangka bu Kay pernah menginjakkan kakinya di Nepal, sebuah negeri yang bagi Decky tidak pernah terbayang bagaimana wujudnya selain sekelebat gerombolan keledai sebagai sarana transportasi. Sigh, Decky jadi sadar kalau dia ternyata cuma satu bagian paling kecil di dunia ini dan belum melihat satu persennya dari seluruh bagian dunia yang terbentang luas di hadapannya.
Sambil makan malam Decky menyimak cerita-cerita bu Kay. Mbak Dyah, pembantu rumah tangga di rumah bu Kay masak pepes ikan mas yang enak sekali. Decky benar-benar betah berada di rumah bu Kay. Bukan karena jamuannya aja, tapi lebih karena bu Kay memang tuan rumah yang menyenangkan sekali.
“Jadi…apa sebenarnya yang buat kamu datang ke sini?” tanya bu Kay setelah mereka selesai makan dan masih duduk di meja makan kecil di ruang tengah rumah bu Kay itu.
Decky menelan ludah. Somehow, Bu Kay sepertinya tahu kalau dia berbohong tentang alasannya datang ke Bandung dan menemuinya.
“Mmmm..buku lukisan, bu…,” jawab Decky dengan sedikit ragu.
Kira-kira masih bisa dijual nggak ya kalau dia tetap ngibul seperti semula? Bu Kay tertawa lepas mendengarnya.
“Iya, okelah..selain buku lukisan, ada yang lain, kan?” tanyanya sambil menatap Decky denan tatapan menyelidik.
Decky menggaruk-garuk kepalanya. Sejelas itukah? Sampai bu Kay bisa menebaknya dengan mudah kalau dia punya niat lain datang ke Bandung ini.
“Is it that obvious?” tanya Decky sambil nyengir.
Tawa Bu Kay kembali berderai mendengar pertanyaan bodoh Decky itu.
“Saya langsung tahu dari cara kamu mandang saya tadi waktu saya keluar menemui kamu!” katanya. “OK, young man. Sepertinya kita harus mengulang perkenalan kita dengan cara yang benar. Gimana kalau kita mulai dengan nama depan kamu? Saya nggak nyaman manggil kamu dengan nama belakang, sedangkan kita sudah begitu akrab bercakap-cakap dari tadi,” kata bu Kay kemudian.
“Hehehe, panggil saya Decky aja, bu. Maaf, saya bukannya mau bohong sama ibu, tapi ada alasan di belakang itu semua,” ujar Decky malu-malu.
“OK, Decky. Mari kita mulai sesi curhatnya,” kata bu Kay lagi sambil menuangkan kopi ke cangkir di hadapan Decky.
Decky ragu. Kenapa tiba-tiba dia harus curhat sama perempuan ini? Tapi kenapa nggak? She seems like a good listener and a great friend to talk to. What the heck! Toh bu Kay juga nggak tahu siapa Kayla yang dicarinya itu.
Maka meluncurlah curhat Decky dari sejak awal dia kenal dengan Kayla tujuh tahun yang lalu, sampai kepergiannya ke bandung yang dalam rangka untuk mencari Kayla itu. Total empat gelas kopi habis sembari menunggu kisah Decky itu selesai.
“Kalau ibu jadi saya, ibu bakalan gimana?” tanya Decky akhirnya sambil menyenderkan punggungnya ke sofa di samping meja makan.
Mereka sudah pindah duduk ke ruang keluarga yang lebih santai sejak cangkir kopi kedua tadi. Bu Kay tersenyum padanya dengan penuh arti.
“Kalau saya jadi kamu, saya akan cari tahu apa yang saya temukan dari pencarian saya selama ini,” katanya.
“Maksudnya?”
“Mencari dan menemukan adalah dua hal yang berbeda, Decky. Kadang apa yang kamu cari belum tentu itu yang kamu temukan. Tapi penemuan itu sendiri tidak selalu harus berbentuk sesuatu yang sedang kamu cari.”
Decky tambah mumet. Makin nggak ngerti sama perkataan bu Kay yang menurutnya muter-muter itu. Mungkin karena nggak tega juga melihat muka Decky yang makin blo’on itu, bu Kay mengambil sesuatu dari rak buku di dekatnya. Dia menyerahkan sebuah buku kecil yang lumayan tebal ke Decky. Dan Decky mengerang perlahan ketika membaca judulnya.
“Kenapa?”
“Segitu fenomenalnya ya buku ini sampai semua orang punya seolah-olah buku ini kitab suci?” tanya Decky lagi sambil membolak-balik buku di tangannya itu. “Dan saya mungkin adalah orang kafir karena tidak punya buku ini,” lanjutnya dengan malas.
“Nggak juga, sih…Sebenarnya banyak buku-buku tentang mencari dan menemukan yang lebih bagus. Tapi kebetulan aja sekarang yang lagi naik daun ya buku dia ini. Lagian pencarian itu kan sebenarnya personal sekali. Tidak sama dan tidak bisa disamakan antara satu manusia dengan manusia yang lain. Intinya adalah kamu paham nggak dengan konsep mencari itu sendiri?”
OK, is it going to be a difficult discussion or is it going to be the fun one? Well, apapun itu kayanya Decky udah nggak punya pilihan lain selain melanjutkan percakapannya dengan bu Kay malam itu.
“Mencari ya mencari. Nyari sesuatu yang hilang…” jawab Decky sekena otaknya mampu memikirkan jawaban.
Yakin banget padahal pasti bukan itu jawaban yang diharapkan bu Kay darinya. Melihat gelagat dan caranya ngomong, Decky yakin banget kalau mereka akan banyak bercakap-cakap ke arah sesuatu yang filosofis dan mendalam. Jauh dari sekedar membahas sesuatu yang hanya tampak di permukaan saja. Tapi siapa takut? Decky juga bukan orang yang bego-bego amat. Malah boleh  dibilang di antara mereka berlima, dia dan sahabat-sahabatnya itu, dia adalah yang paling cemerlang prestasi akademiknya selama kuliah dulu. Mungkin sampai sekarang, kalau boleh nyombong dikit. Tapi bukan itu intinya juga, sih. Masalahnya dia sudah terlalu lama tidak memakai perasaannya secara optimal dalam memikirkan segala sesuatu. Sudah lama dia hidup seperti robot, sekedar menjalani hari demi hari tanpa memikirkan perasaannya. Apalagi merenungi makna dari segala sesuatu dari sudut yang sangat mendalam seperti seorang filsuf! Nggak ada waktu, mameeen! Time is money, and money will fly if you don’t chase them!
“Ganti konsep itu dari sekarang, karena kalau nanti sesuatu yang dicari itu nggak ketemu, kamu bisa nyungsep terus-terusan,” kata bu Kay sambil tersenyum kepadanya.
“Ganti gimana?”
“Mencari jawaban bukan mencari sesuatu,” katanya lagi.
“Lho, bu, saya kan memang dalam rangka mencari jawaban dari Kayla makanya saya cari dia,” kata Decky makin bingung.
“No…kamu bukan mencari jawaban kalau begitu, karena kamu hanya fokus untuk menemukan Kayla sampai saat ini. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kita itu bisa didapat dari mana saja. Pertanyaan kamu memang seputar Kayla, tapi bukan cuma lewat Kayla kamu bisa mendapatkan jawaban itu.”
Oooowkeeey…Decky manggut-manggut. Mulai sedikit paham maksudnya. Tapi masih agak ragu juga apa pikirannya benar seperti yang diucapkan bu Kay atau nggak, ya?
“Jadi, siapa aja bisa kasih jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saya tentang Kayla? Gitu, bu?” tanya Decky meyakinkan diri.
“Bukan. Bukan siapa saja, tapi juga apa saja yang terjadi dalam hidup kamu bisa jadi jawaban dari pertanyaan-pertanyaanmu.”
“Apa aja? Seperti kejadian-kejadian dalam hidup kita, begitu?”
Bu Kay mulai tersenyum lega karena Decky mulai rada pinteran dikit mengikuti pembicaraan itu. Dia mengangguk dengan bersemangat.
“Tapi itu bakalan lama banget jadinya untuk saya mendapatkan jawabannya, kan buuu!” ujar Decky dengan frustasi. “Sedangkan saya sudah siap buat move on dan melupakan dia seandainya saya sudah tahu jawaban kenapa dia dulu ninggalin saya begitu aja!” katanya lagi makin frustasi.
“Move on ya move on aja, kalleee! Jawabannya nggak usah ditungguin, tapi dicermati. Kadang-kadang kita suka miss sama petunjuk-petunjuk di sekitar kita yang bisa jadi merupakan rangkaian jawaban dari pertanyaan yang sudah lama menghantui kita.”
Sumpah ye, ini ibu-ibu gaul abis! Decky sampai bengong waktu dengar dia ngomong ‘kalleee’ dengan nada yang santai dan biasa banget. Wah, Decky jadi makin kagum sama dia.
“Kasih contoh, deh biar saya gampang ngertinya!” Pinta Decky akhirnya.
“Saya pernah punya sebuah pertanyaan besar waktu seumur kamu. Bayangkan, perempuan usia tigapuluhan, belum menikah. Tau sendiri ribetnya ditanya-tanya sama orang tua dan keluarga. Saya bukannya nggak mau menikah, tapi jodoh itu memang belum kelihatan, bahkan sampai sekarang. Saya bertanya-tanya kenapa mister right itu nggak nongol-nongol juga. Sempat stuck kayak kamu sekarang ini. Saya mengurung diri di rumah, males keluar karena pasti akan banyak pertanyaan dari orang-orang yang saya sendiri nggak bisa jawab. Kapan menikah? Duh, itu benar-benar menyiksa. Kalau sudah ada pasangannya tentu aja saya mau nikah. Tapi kalau belum ada, ya mau apa, dong?”
“Trus? Trus?”
“Karena saya banyak di rumah, saya jadi banyak baca-baca buku, koran dan majalah. Semua deh saya baca, sampai saya lihat ada informasi untuk jadi volunteer di suatu badan PBB untuk anak-anak. Saya iseng coba-coba apply untuk ikut misi mereka. Niat saya tadinya cuma karena ingin keluar dari rumah menghindari pertanyaan cerewet orang-orang soal jodoh saya. Ternyata itu yang jadi jawaban pertanyaan besar saya pada akhirnya. Pertanyaan saya waktu itu adalah kenapa saya belum dikasih jodoh juga sama Tuhan? Jawabannya ternyata agar saya bisa merasakan kebahagiaan lain selain menikah melalui anak-anak yang kami datangi di berbagai belahan dunia. Dan itu priceless sekali, Decky!”
Bu Kay tampak menarik nafas panjang setelah menyelesaikan kisahnya itu. Decky sendiri ikut terhanyut dalam ceritanya.
“Saya tidak bisa membayangkan seandainya saya sudah menikah, mungkin saya tidak akan punya pengalaman seperti ini. So, you see…jawaban dari pertanyaanmu bisa kamu dapatkan dari mana saja, dan jawaban itu bisa sangat tidak diduga-duga seperti yang selama ini kamu pikirkan.”
Decky menggut-manggut lagi. Kali ini anggukan kepalanya tampak lebih pasti dari sebelumnya. Paham sekarang, pahaaam banget maksud bu Kay yang keren ini! Decky tersenyum lebar tanda ia mengerti maksud yang disampaikan oleh bu Kay tadi.
“I see..I see..,” katanya sambil bercanda.
“Hahaha, iya, saya yakin kamu pasti paham, kok maksud saya,” kata bu Kay sambil tertawa.
“Kalo gitu saya pamit dulu ya, bu! Udah malem banget. Jadi nggak enak ganggu waktu ibu. Mana pake bo’ong segala lagi. Tapi serius bu, saya pasti akan mulai melukis lagi! Dan mungkin aja kan jawaban pertanyaan saya muncul dari sana?”
“Mungkin! Mungkin banget! Bukunya buat kamu aja. Baca, ya! Bagus, kok!” kata bu Kay sambil menunjuk buku yang dari tadi masih dalam genggaman Decky itu.
Decky menatap buku itu sekali lagi. Eat, Pray, Love. Sekarang bukan Elizabeth Who lagi penulisnya, melainkan Elizabeth Gilbert. Dan Decky yakin akan menemukan nama Ketut Liyer di dalamnya nanti, dan bukan Ketut Who lagi. Hahaha…

*BERSAMBUNG*

2 komentar:

  1. Mencari dan menemukan adalah dua hal yang berbeda, Decky. Kadang apa yang kamu cari belum tentu itu yang kamu temukan. Tapi penemuan itu sendiri tidak selalu harus berbentuk sesuatu yang sedang kamu cari...
    Like Thiiiisssssssss....
    Kalimat ini menyadarkan sya ttg sesuatu juga, makasih banyak Bu Win... Lop u pul pisan atas kalimat ini.
    is ko

    BalasHapus
  2. aih senangnya, hasil mikir sampe kepala jadi sakit semalem ternyata berguna buat org lain...hahahaa...
    is ko emg pembaca setia banget deh...tiap kalimat dicermati...makasih yaaa...

    BalasHapus