Udin
(Posted : 17 Nov 2008 on my Facebook)
Udin bukan siapa-siapa. Kalau keluargamu punya Toyib, Soleh, Kirun atau siapapun untuk kerja serabutan di rumah, kami punya Udin. Walaupun kehadirannya semu, kadang ada, kadang tiada.
Aku dan saudara-saudaraku tidak ada yang tahu asal-usulnya. Dia muncul di rumah kami entah sebagai siapa pada saat kami masih kecil. Belakangan kami baru tahu bahwa kami memang tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengannya, apalagi hubungan darah.
Tapi kehadiran Udin selalu berkesan. Tubuhnya yang gempal adalah tempat persembunyian yang pas manakala aku dan adikku takut melihat tayangan horor di televisi. Tenaganya yang besar adalah bantuan yang pas untuk mengaduk rendang ibuku menjelang lebaran. Suaranya yang keras adalah perlindungan yang pas untuk menjaga rumah kami dikala kosong. Semuanya memang serba pas-pasan tentang Udin.
Perkenalan kami selama 20 tahun dengan Udin pun ternyata sangat pas-pasan. Kami tidak pernah tahu siapa keluarganya, dimana kampungnya, apa pekerjaannya. Dia datang dan pergi sebebas burung.
Ibuku bilang dia mantan preman Tanah Abang. Menyeramkan kedengarannya, tapi tak pernah sekalipun kami merasa terancam dengan kehadirannya. Justru terkadang kami mengakui kalau kami membutuhkannya.
Yang paling berkesan bagi kami tentang Udin adalah kejujurannya. Tak pernah sekalipun kami kehilangan sesuatu pada saat dia bersama kami. Padahal dia tidak pernah punya uang. Baginya yang penting perutnya bisa kenyang sampai esok hari, itu sudah cukup. Tidak pernah dia meminta-minta belas kasihan kami. Baginya apa yang diberi orang padanya, itulah yang dia terima dengan lapang dada. Siapa yang percaya kalau dulunya dia adalah seorang begajul Tanah Abang?
Sekarang Udin sudah berpulang ke pangkuan Tuhan. Dia meninggal karena sakit gigi. Siapa sangka sakit gigi bisa membuat seseorang meninggal? Tapi itulah yang terjadi pada Udin.
Kami sangat kehilangan. Ibuku bilang, orang yang banyak memberi manfaat kepada orang lain akan meninggalkan rasa kehilangan yang besar pada saat dia meninggal. Benar adanya. Udin ternyata sangat berarti bagi kami. Tapi kami baru menyadarinya setelah dia pergi.
Selamat jalan, Udin. Terucap doa untuk keselamatanmu disana. Semoga Allah melapangkan tempatmu disisiNya seperti kau selalu melapangkan urusan kami manakala kau bersama kami. Amin.
Udin memang bukan siapa-siapa. Tapi Udin punya tempat istimewa di hati kami.
0 comments:
Posting Komentar