Assalamu'alaikum.
Semoga kamu sekalian nggak malu-maluin ya ngaku-ngaku sebagai fans Emak Gaoel. Harus udah tahu kalau Emak Gaoel sedang merintis bisnes baru. Harus, ya! HARUS! *songong, jambak aja sampe botak!*
Eeh, jangan kabur. Pliiizzz! Ntar nyesel, lho. *balik songong lagi* Saya kan udah hampir setengah tahun ini belajar hand lettering, yaa.
Ceritanya di sini. Terus, saya iseng mengaplikasikan hasil hand lettering saya di atas mug. Alhamdulillaah, banyak teman-teman yang tertarik untuk beli. Horee! Karena kayanya laris, saya terusin aja modalin dikit-dikit supaya makin besar. Alhamdulillaah, dari yang tadinya ngirim pake kotak sepatu bekas, sekarang udah ada kotak khusus. Yang tadinya uwel-uwel pake kain perca, sekarang dimodalin pakai bubblewrap. Pokoknya, ini mau diseriusin ke depannya. Dan karena udah dua tahun terakhir ini saya aktif di
Crafting for Charity, sekalian aja saya masukkan penjualan lettering mug ini untuk bisa jadi salah satu donatur kegiatan sosial. Seperti biasa, donasinya saya salurkan ke Komunitas Lebah yang sudah dua tahun ini menerima donasi dari Crafting for Charity.
Namanya juga barang handmade, ya. Harusnya sih udah pada paham kalau barang model beginian jangan sekali-kali dibandingkan harga dan kualitasnya dengan barang hasil produksi mesin. JANGAN! AKU BISA NANGIS! KEJER! HUAAA! Konon kabarnya, orang yang mau membeli barang kreasi handmade adalah orang yang memang mau dan mampu menghargai proses di balik pengerjaannya. Semacam, memilih beli kain batik tulis yang harganya jutaan ketimbang batik print pabrikan. Jadi, emang pasarnya segmented banget, tapi bukan berarti kecil, ya.
Sekarang coba ya, saya cerita dikit (banyak kayanya sih) apa dan bagaimana di balik proses pembuatan lettering mug saya itu. Semoga, mencerahkan untuk teman-teman. Yang tadinya gak suka beli barang handmade, jadi mau beli. Yang tadinya gak paham cara pembuatannya, jadi nambah pengetahuan. Yang paling penting, yang tadinya cuma mau beli satu karena gak enak udah temenan lama sama saya, jadinya mau beli selusin. Okesip!
Alat
1. Mug
Ya iya atuhlah, perlu mug-nya. Kalo gak, nulis letteringnya di mana, deh? Hihihi. Saya beli mug di satu toko perabotan rumah tangga dekat rumah saya. Harga? Tentu saja jauh lebih murah dari harga mug yang sudah saya dekorasi dengan hand lettering saya. Lah, itu pan mug polos. Jadi jangan bikin saya jadi singa ya dengan komentar, "Mahal amat! Mugnya aja paling cuma berapa harganya!" Ennggg, ke pantai aja sana, nyebur ke laut sekalian. -_- Emang jalan panas-panasan ke tokonya nggak diitung ongkos? Hiks.
2. Marker
Sebelum akhirnya saya menemukan marker yang cocok dan bagus untuk hand lettering mug saya, saya harus beli beberapa merek marker untuk diujicoba. Dimodalin buat trial dan error. Dan akhirnya menemukan yang hasilnya paling bagus. Dan, itu mahal. Wkwkwk. Tapi gapapa, daripada hasilnya jelek? Ya, kaaan? ;)
3. Oven
Heu euh, sis. Itu mug abis ditulisin, dibakar alias dipanggang dalam oven. Hahahaha! Abis itu tinggal dimakan, deh. Kebetulan saya pakai oven listrik. Mayan kena watt-nya gede. Kalau pakai oven kompor pun, minimal setengah jam pembakaran, gasnya juga boros.
4. Bubblewrap
Berhubung udah ngalamin mug pecah begitu sampai ke tujuan, saya akhirnya gak bisa percaya sama sekali dengan gulungan kain perca dan kertas koran bekas doang. Harus pakai bubblewrap. Di mana dapetinnya? Beli online! Wkwkwkwk.
5. Kotak
Berhubung toko tempat menjual mug-nya nggak nyediain kotak, terpaksa saya pesan ke sebuah percetakan kotak untuk tiap mug saya. Waktu awal saya malah pake kotak sepatu bekas. Tapi, lama-lama kotak sepatu di rumah abis, dong? Lah, sepatu juga punyanya cuma segitu doang. -_-
6. Cuka/alkohol
Bukan buat diminum atau bikin kuah mpek-mpek. Ini buat membersihkan permukaan mug sebelum ditulisi. Karena mug itu kan udah melewati perjalanan panjang sebelum sampai ke tangan saya. Residu-residu yang menempel di permukaannya bisa mengganggu kualitas tulisan di atas mug nantinya.
7. Tape/selotip besar
Ini borosss banget makenya. Karena parno takut pecah pas pengiriman. Hiks.
8. Koran bekas
Udah pake bubblewrap, masih pake koran bekas lagi? Iya atuuh, buat mengisi kekosongan
hati ruang, suapaya mug gak goyang-goyang saat pengiriman.
Proses
1. Mencuci dan membersihkan mug
Mug dari toko itu kotornya astaga buseeet! Berdebu, banyak coretan spidol, dan siapa yang tau ada kotoran tikus atau nggak di situ. Huaaa! Tiap baru beli mug, saya harus cuci dulu sebersih mungkin, terus diolesi cuka atau alkohol, baru mugnya siap untuk dieksekusi.
2. Sketching
Kalau pemesan minta desain dan bentuk tulisan tertentu yang saya kurang PD untuk langsung gambar di mug, biasanya saya sketching dulu di kertas. Tapi kalau desainnya simple aja, biasanya bisa langsung tulis dan gambar di atas mug.
3. Menulis dan menggambar mug
Tadinya saya agak anggap remeh hend lettering di mug pasti sama aja kayak hand lettering di atas kertas. Bego, kan gue? Jelas-jelas itu permukaannya mblendung gitu, gimana bisa sama? Hahaha. Dan bener aja, deh. Ternyata butuh waktu lebih lama untuk hand lettering di atas mug, apalagi menggambar. Kalau tangan belok dikit aja, bentuknya langsung aneh. Dan karena marker yang saya pakai adalah marker permanent yang kuat banget daya tempelnya, kalau ada kesalahan, gak bisa lama-lama, harus langsung dicuci dan dihapus.
4. Minta persetujuan customer
Begitu tulisan dan gambar sudah jadi, biasanya saya foto dulu untuk minta persetujuan pemesan. Biasanya sih langsung OK, karena sejak awal saya udah wanti-wanti kalau nggak bisa nerima request gambar macem-macem. Artist-nya abal-abal soalnya, hahaha. Gak bisa gambar bagus. Kalau pemesannya menjawab agak lama, resiko deh, menghapusnya harus pakai usaha lebih karena tulisan dan gambarnya udah keburu nempel banget.
5. Pembakaran di oven
Bakar mug di oven beda banget sama bakar kue, lho ya. Oven harus dalam keadaan dingin saat mug dimasukkan dan harus dalam keadaan dingin juga saat mug akan dikeluarkan. Total lama waktu pembakaran bisa memakan waktu sampai tiga jam. Mana oven saya kecil, cuma muat maksimal 5 mug sekali pembakaran. Mayan juga nungguinnya, bisa sekalian manjangin rambut.
6. Pemotretan
Hahah! Iya, proses ini penting banget. Kan buat dokumentasi. Berhubung saya ini potograper ala-ala, bikin studio foto pun jadi ala kadarnya. Yang penting, tampilan di foto bisa kece, dah. Rumah ancur, tak mengapaaa! Udah biasaa! :v
7. Packaging
Dari keseluruhan proses, jujur proses ini paling bikin sebel dan stress. Lama banget dan boros selotip sama koran bekas. Yang bikin tambah asoy itu, kalau lagi packaging, keringet bercucuran dan tangan belepotan tinta koran. Kece banget, dah! Hahaha!
8. Pengiriman
Bismillaah, ya Allah, plis selamat sampai tujuan. Huaaa. Sampai saat ini, sudah sekitar 40-an mug yang saya kirim, dan "hanya" tiga di antaranya yang pecah, karena nggak pakai bubblewrap. Setres nungguin kabar dari pemesan mug. Hihihi. Soalnya kalau pecah, saya harus ganti, karena saya lagi pencitraan sebagai penjual yang propeseyenel. Halah. Ya, tanggung jawab aja sih, masa saya mau masa bodo aja, gitu? Siapa tau ke depannya malah yang mesen mau pesan dalam jumlah banyak buat souvenir nikahan atau ultah. Ya, kan? #kode #banget
Nah, yang mau pesan lettering mug Emak Gaoel yang ngehits itu (digetok), ini price list-nya ya.
Price List:
Mug Putih
1 sisi, hitam putih, Rp 60.000
2 sisi, hitam putih, Rp 70.000
1 sisi, warna, Rp 70.000
2 sisi, warna, Rp 80.000
Mug Warna
Rp 85.000 (hanya tulisan dan gambar tidak berwarna, karena warnanya tidak keluar kalau di mug warna).
Kamu bebas mau pesan tulisan atau quote atau doa untuk ditulis di mug. Tulis tangan, niih. Asal isi tulisannya nggak aneh-aneh aja, ya. Hihihihi. Kemarin malah ada yang pesan cuplikan lirik lagu. Ada juga yang cuplikan ayat do'a. Pernah juga ucapan ulang tahun untuk keponakan. Malah ada yang simple banget, cuma mau ditulisin hashtag khas miliknya di atas mug. Udah gitu, doang. Bisa banget pesan dalam jumlah banyak, misalnya untuk semua anggota keluarga. Atau buat souvenir arisan, ulang tahun, nikahan. Asal ya itu, dari jauh-jauh hari. Bikin 5 mug aja makan waktu 5 jam-an. Dan berhubung ini masih skala kecil, pemesanan lebih dari satu mug harus PO (Pre Order) ya, sis. Transfer dulu, baru dibikin. :D
Kira-kira begitulah kisah lettering mug Emak Gaoel. Semoga abis ini, nggak ada lagi yang tega nawarnya, yaa. Itu di atas saya nggak bahas biaya desain dan pembuatan letteringnya, lho. Jujur, mau dihargai berapa itu? Kalau mau dihitung jadi rupiah, saya juga bingung merupiahkan waktu belajar lettering saya selama beberapa bulan ini. Terus berapa banyak gelas dan marker dan tinta yang jadi kelinci percobaan. Tapi ya sudahlah, intinya, barang kreasi handmade memang punya pasarnya sendiri. Gak semua bisa memahami sepanjang apa proses pembuatan yang dilakukan secara manual itu. Semoga lewat tulisan ini, yang tadinya nggak ngerti kenapa harganya bisa jadi segitu, jadi manggut-manggut dan tergerak hatinya untuk pesan dalam jumlah besar. Hiyah. Hahaha. Kalau mau lihat foto-foto mug yang sudah jadi,
selengkapnya bisa dilihat di album foto ini, ya. Ditunggu lho, mas bro dan mba sis, pesenannya. Ehm, buat hadiah giveaway blog juga kece banget, lho! Kebetulan kemarin saya mensponsori dua GA teman blogger saya. Terima kasih, yaa. :*