“Are ‘ya ready, kids?”
“Ay ay, captain!”
“I can’t hear you!”
“AY AY, CAPTAIN!”
“Ooo, who lives in the pineapple under the sea?”
“Spongebob Squarepants!”
Sepenggal lirik lagu di atas tentu sudah sangat akrab bagi para anak-anak dan orang tua yang masih memiliki anak usia balita seperti saya. Saya sendiri, walaupun usia sudah tak terbilang imut, sangat menyukai film seri animasi tersebut.
Bercerita tentang sebuah (seorang?) sponge berwarna kuning dan bercelana kotak yang bernama Spongebob Squarepants. Tinggal dalam sebuah nanas di dasar laut. Bekerja sebagai juru masak di restoran milik Tuan Krab dan memiliki sahabat yang ‘lemot’ yaitu seekor bintang laut berwarna pink, Patrick.
Ah, rasanya akan panjang kalau saya ceritakan sejarah hidup Spongebob di sini. Lagipula bukan itu yang ingin saya ceritakan. Saya ingin berbagi sebuah ‘lightning strike’ yang tiba-tiba saja menyambar saya saat saya sedang menemani anak-anak saya menonton film seri tersebut.
Begitu seringnya saya menonton, saya sampai hampir hafal dengan semua kisah dalam tiap episode-nya. Tema yang paling sering diangkat dalam tiap episode film Spongebob itu antara lain adalah kisah Mr. Plankton, saingan bisnis Mr. Krab, yang selalu penasaran ingin mencuri resep rahasia Krabby Patty, menu andalan di restoran tempat Spongebob bekerja.
Di satu episode dikisahkan Mr. Krab memerintahkan Spongebob untuk menjadi mata-mata. Menyelidiki apa rencana terbaru Mr. Plankton untuk merebut resep rahasia miliknya. Maklum, Mr. Krab terkenal sangat paranoid dan juga pelit. Wkwkwkwk…
Lalu di episode lainnya diceritakan bagaimana Mr. Plankton berusaha membujuk Spongebob untuk pindah bekerja di restorannya Chum Bucket agar ia dapat mengorek rahasia Krabby Patty lebih mudah.
Kemudian ada juga satu episode yang menceritakan bagaimana Mr. Plankton yang sudah putus asa masuk menerobos ke dalam restoran Mr. Krab untuk merebut sebuah Krabby Patty. Krabby patty itu akan diteliti di lab miliknya untuk ditemukan apa resep rahasia yang terkandung di dalamnya.
Saya tak habis pikir, bagaimana kreatifnya para penulis kisah Spongebob dan kawan-kawannya ini. Hanya berangkat dari satu ide, bisa bermunculan beragam kisah yang menarik dan juga lucu. Dari sana saya berkesimpulan, ide untuk membuat sebuah cerita tak harus kompleks atau banyak. Yang paling penting adalah bagaimana mengolah sebuah ide sederhana menjadi sebuah cerita menarik yang penuh intrik dan mengundang rasa penasaran.
Saya jadi mencoba mengingat-ingat tahapan-tahapan menulis sebuah cerita yang selama ini saya jalani. Seringkali pada saat saya ingin memulai menulis sebuah kisah, ide adalah yang paling membuat tersendat. Awalnya ide yang saya punya sangat sederhana, lalu langsung saja saya berpikir, “Ah, simple banget sih? Basi…”. Lalu akhirnya saya harus berpikir ulang untuk menulis cerita berdasarkan ide ‘basi’ tersebut tanpa saya mencobanya mengolah terlebih dahulu. Lalu saya lanjutkan dengan mencari-cari lagi sebuah ide baru yang lebih ‘canggih’ menurut pemikiran saya. Ujung-ujungnya jadi ribet sendiri. Soalnya kapasitas otak saya jelas tidak seperti Dan Brown dengan Da Vinci Code-nya itu. Hehehe…ini namanya sotoy! Wkwkwkwk…
Spongebob menyadarkan saya hari ini. Sebuah ide tak harus brillian atau kompleks sehingga terdengar canggih dan bombastis. Pada akhirnya, sekeren apapun ide yang ingin kita tulis, kalau pada saat eksekusi menulis kisahnya tetap melempem, ya percuma saja. Lebih baik mengolah ide sederhana dengan jalan cerita yang dibuat semenarik mungkin. Kreatifitas dalam berpikir ditambah rajin mencari sumber atau bahasa kerennya riset nantinya yang akan membuat ide sederhana itu menjelma menjadi sebuah cerita menarik dan tidak sederhana.
Terima kasih untuk Spongebob. Hari ini saya tahu, ide sesederhana apapun itu bisa saya ‘mainkan’ dengan cerdik untuk menjadi sebuah kisah yang menarik. Dan sedikit tambahan, menurut saya pribadi, kreatifitas bukanlah bakat melainkan ketrampilan yang dapat dilatih. Jadi jangan malas melatih cara berpikir yang ‘out of the box’. Bisa karena biasa. Percaya deh!
image from www.ezthemes.ezthemes.com