Tampilkan postingan dengan label nulis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nulis. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Januari 2012

Buku Ungu Pembuka Tahun

  11 comments    
categories: , ,
Memulai sesuatu dengan "sesuatu" itu sesuatu banget, yah?
Hihihihi, gak jelas, gini...wkwkwkwkwk
Saya sedang bahagia. Bulan Januri 2012 belum ada 20 hari, saya sudah dapat kabar bahagia. Satu buah buku antologi yang memuat tulisan saya kembali terbit. Melengkapi koleksi buku yang menerbitkan tulisan-tulisan saya di dalamnya dan menemani buku Dear Papa 6 untuk menjadi sepasang buku persembahan untuk mama dan papaku. Ini dia bukunyaaaa....


Buku Dear Mama 10

Seperti postingan sebelum ini, di mana saya sempat membahas fenomena mengikuti audisi naskah yang bertujuan untuk amal, bukuDear Mama ini (seperti juga buku Dear Papa) memberikan keseluruhan keuntungan pembelian untuk kegiatan sosial. Artinyaaa, penulis nggak dapet apa-apa. Dan saya tidak keberatan sama sekali. Untuk nama sebesar Nulisbuku, insya Allah saya yakin mereka cukup bertanggungjawab dengan project-project sosial yang mereka kerjakan. Selain itu saya kenal lumayan dekat dengan coordinator project dua buku tersebut (Dear Papa dan Dear Mama); Lala Purwono, walaupun kenalnya hanya di dunia maya. Saya selalu ter-update dengan perkembangan buku-buku saya yang terbit melalui Nulisbuku dan hasil penjualan ditujukan untuk kegiatan amal melalui twit Lala atau juga lewat twit-nya Nulisbuku.

Minggu, 24 Juli 2011

Mama Penulis, Anak Belum Tentu Suka Nulis (Oleh-oleh dari Seminar dan Workshop Menulis Anak)

  7 comments    
categories: ,

Sabtu kemarin, 23 Juli 2011, bertepatan dengan Hari Anak Nasional, saya dan keluarga pergi menuju ke Plaza Fx di bilangan Sudirman, Jakarta. Tiga hari sebelumnya secara tidak sengaja saya menemukan info dari @PlotPoint tentang acara yang mereka adakan, Workshop dan Seminar Menulis Untuk Anak. Jujur saja, awalnya yang membuat saya tertarik untuk mendaftar ikut adalah karena salah satu pembicaranya adalah Clara Ng, salah satu penulis nasional yang saya look up to. Saya tidak bisa bohong mengatakan kalau niat awal saya memang ingin sekali bertemu dengannya. Sampai sehari sebelumnya niat itu masih belum berubah juga. Semata karena saya sudah hampir pasrah dengan ketidakpedulian Fadhil (8 tahun), anak sulung saya, pada bacaan apalagi tulisan.

Dengan kondisi memiliki seorang ibu yang sehari-harinya membaca dan menulis, bahkan menerbitkan buku, Fadhil jadi memang seperti memiliki gen saya lebih sedikit dibanding gen papanya. Hihihihi, ini tuduhan tidak berdasar. Tapi memang saya sudah sedikit pesimis dengan ketidaksukaannya akan membaca dan menulis.
Saya pikir-pikir ulang, akan ada gunanya juga nggak sih saya ikutkan dia ke workshop ini? Toh, selama ini di rumah pun saya selalu mengajaknya untuk ikut kegiatan saya membaca dan menulis. Bahkan saya tunjukkan padanya buku-buku saya sambil bertanya, "Kamu nggak pengen bikin buku kayak mama?" Walaupun jawabannya berupa anggukan, tetap saja pikiran dan minatnya tidak teralihkan dari NDS dan televisi. Frustrating...

Kamis, 21 Juli 2011

Manusia dan Alasan, Seperti Tom dan Jerry

  3 comments    
categories: ,



Banyak penulis besar memiliki rumah peristirahatan yang cantik, luas, nyaman, mewah, berada dekat pantai atau pegunungan yang sejuk. Pada kenyataannya, rumah peristirahatan itu (kalau kita suka bilangnya sih Villa, ya...) bukanlah tempat beristirahat untuk mereka, melainkan tempat bekerja. Mungkin yang lebih pas kalau disebut rumah singgah, kali ya?

Penulis-penulis luar negeri setahu saya pasti punya villa di daerah pinggir pantai di Spanyol, atau di dekat winery di Napa, California, sana (kayak tauuu aja ada di mana...). Mungkin memang penting ya tempat menulis itu dengan produktifitas mereka, sampai mereka berani investasi dana demikian besar untuk rumah yang hanya sesekali mereka datangi, dan biasanya berada jaaauuuuuh sekali dari keluarga mereka.

Saya jadi mikir, kalau saya punya uang sebanyak mereka, kemana saya akan mengungsi pergi sejenak untuk menyelesaikan project menulis saya, misalnya? Villa Cipanas? Anyer? Mana dong? (Ketahuan banget ni emak-emak jarang jalan-jalan...wkwkwkwk). Saya jadi bingung sendiri. Hal-hal seperti ini kadang sering saya jadikan alasan untuk tidak menulis. Bukan hanya tempat, peralatan menulis pun bisa saya jadikan alasan untuk mengikuti rasa malas saya.

Selasa, 19 Juli 2011

Truman Capote

  No comments    
categories: ,



Jujur bercampur rendah diri malu, saya harus mengakui kalau saya baru mengetahui kalau nama itu adalah nama di balik buku terkenal sepanjang jaman, Breakfast At Tiffany's . Secara tidak sengaja saya menemukan film berjudul Capote saat saya sedang mengganti-ganti chanel televisi saya dua hari yang lalu.

Film yang menceritakan tentang sepak terjang Capote saat menulis novel non-fiksi, karyanya yang fenomenal, setelah Breakfast at Tiffany's, berjudul In Cold Blood itu berhasil membuat bulu kuduk saya berdiri. Capote membuat saya berpikir tentang menulis dan hidup sebagai penulis .

Kamis, 12 Mei 2011

4 Buku Rilis Dalam 2 Bulan! Aku Bisa, Berarti Kamu Juga Bisa!

  9 comments    
categories: , , ,
Dulu…(ceile, baru mulai udah pake ‘dulu’ aja, berasa dongeng…wkwkwkwk) waktu aku baru mulai iseng-iseng nulis di blog, nggak pernah kepikiran untuk bisa bikin buku. Jauh bangeeet rasanya cita-cita itu. Kebayang juga nggak. Bagaimana mungkin? Menulis saja aku sulit. Hahahaha, eh, serius…sulit banget dulu waktu mulai menekuni dunia tulis-menulis ini awalnya. 

Dari buta, nggak ngerti apa-apa masalah tanda baca, alinea, apalagi yang namanya apa itu narasi, deskripsi, plot, diksi…ya ampuuun, apaan tuuuh?! Pokoknya dulu itu nulis ya nulis aja. Nulis apaan aja yang lagi ada di pikiran. Sekedar pengen nyimpen apa yang lagi aku pikirin waktu itu, siapa tahu ratusan tahun nanti bisa jadi harta karun berharga triliunan. Jadi anak cucuku nggak perlu jadi koruptor untuk jadi kaya. Wkwkwkwk…

Alhamdulillaah, nggak perlu menunggu lama, walaupun sebenarnya tiga tahun itu kalau dirasa-rasain lumayan juga, hari ini genap sudah 4 buah buku yang memuat tulisanku hadir…dir..dir! 
Yang 2 belum rilis sih, tapi sudah masuk percetakan. 
Uhuuuyyyy!!! Bahagiaaa..bahagiaaa..bercampur haruuu dan gegap gempitaa..serta riang gembira tak terkatakan… Priiit!!!! Lebay!

Ini dia buku-buku itu…aaaah, senangnya…senangnya…lalalalaaa…lilililililiiii…..


Minggu, 08 Mei 2011

Perjalanan Blackbook #5: Akhirnya Ada Juga Yang Review Novelku!

  No comments    
categories: , , ,
Setelah sebulan Blackbook mejeng di dunia perbukuan Indonesia (ta’elah elah!), akhirnya terkumpul beberapa kesan dari para pembacanya. Wuiiih, rasanya…gimanaaa gitu baca-baca kesan orang-orang tentang hasil karya kita. Makjleb dung prêt banget, deh! Apalagi kalau tau mereka senang dan menghargai sekali hasil karya kita. Bukan apa-apa, beda sama tulisan di blog, kalau buku kan orang-orang ngeluarin duit buat dapetinnya. Aku aja suka ngomel-ngomel kalau ngerasa ‘ketipu’ sama buku. Liat judul sama sinopsisnya kayanya keren, pas udah dibeli…ternyata aku nggak suka. Huaaaa! Mudah-mudahan yang beli Blackbook nggak ada yang ngerasa gitu, ya! Hiks…
screenshoot dari blog-nya mbak Elly Suryani, Life With Your Own Vision

Senin, 18 April 2011

Perjalanan Blackbook: Sedikit Bocoran (#4)

  3 comments    
categories: , , ,
Lay out novel Blackbook...aku sukaa..wkwkwkwk..narsis sendiri..hihihihi....

Nggak afdol rasanya gombal-gombal minta orang-orang beli Blackbook tanpa ngasih teaser atau sedikit cuplikan kenapa novel ini layak dibeli. Cieh…
Kisah ini pada dasarnya adalah sebuah cerita tentang persahabatan. Kamu punya sahabat yang dari kamu kecil sampai saat ini masih saling berhubungan, bahkan menjadi sangat dekat seperti saudara kandung sendiri? Indah, ya? Aku pribadi punya beberapa sahabat seperti itu sampai saat ini. Bagiku sahabat adalah anugerah dari Tuhan saat kita tumbuh dan bergaul dengan dunia kita. Berbeda dengan saudara yang, suka atau nggak, kita harus menerima kehadiran mereka, sahabat lebih kepada pilihan hati kita. Agak-agak mirip dengan baju, tas dan sepatu, sesuai selera. Walaupun tentu saja sahabat tidak bisa disamakan dengan barang-barang itu. Hihihi…

Jumat, 08 April 2011

Perjalanan Blackbook: Cover Hitam? Syappa Takut! (#3)

  7 comments    
categories: , , ,
Hitam dengan sedikit 'ketombe' putih, wkwkwkwk....

Sekarang aku mau cerita-cerita tentang cover Blackbook sama teman-teman semua. Semuanya berangkat dari judul. Kenapa judulnya Blackbook? Karena kisah ini berpusat pada sebuah buku harian bersampul hitam yang ditulis oleh tiga orang sahabat yang akhirnya terlibat cinta segitiga dan terjerumus dunia narkoba. Kenapa penulisannya disambung? Aku sendiri berusaha untuk menampilkan sedikit nilai filosofis dari “kesalahan” grammar itu. Bahwa menjadi seorang remaja itu tidaklah mudah. Kita kerap melakukan kesalahan, walaupun seringnya kita menyadarinya setelah terlambat. Itu manusiawi dan remajawi (remajawi? Wkwkwkwk…) sekali. Jadi aku memang sengaja menuliskan judul secara tersambung seperti itu.

Rabu, 06 April 2011

Perjalanan Blackbook: Mereka Bilang Blackbook Itu... (#2)

  5 comments    
categories: , , ,

Melanjutkan kisah Perjalanan Blackbook dalam berburu endorsement, ya! Waktu suamiku bilang untuk mencoba meminta bunda Pipiet Senja memberi endorsement, aku langsung tersadar dalam bahagia. Ah ya, ya, bunda Pipiet adalah salah satu yang mengikuti tayangan Blackbook waktu dulu aku publish di Kompasiana. Beliau selalu setia memberi komentar dan masukan, mengingat aku masih begitu ‘hijau’ dalam menulis.
Dengan sedikit perasaan was-was kucoba menghubungi bunda Pipiet melalu SMS. Subhanallaah, beliau langsung merespon dengan sangat antusias. Khas bunda Pipiet yang selalu ceria. Maklum, manini gaul. Wkwkwkwk…Berhubung bunda Pipiet sudah pernah membaca Blackbook, beliau langsung mengirimkan endorsement-nya melalui SMS. Semudah itu? Asli, begitu saja. Saya bersyukur, ternyata masih ada orang-orang yang menyandang nama besar yang masih mau memberikan dukungannya kepada pemula seperti aku.

Perjalanan Blackbook: Dari Folder Usang Menjadi Novel #1

  2 comments    
categories: , , ,
katanya orang-orang covernya keren.. ^_^

Hari ini tanggal...eerrrgh, sebentar (ngecek kalender), 6 April 2011, akhirnya novel perdanaku yang pernah aku ceritakan di sini terbit! Yes, TER-BIT! Seperti matahari, dan kabar ini juga aku dapat pada pagi hari saat matahari TER-BIT! Hihihihi...
Alhamdulillaah! Ini penantian panjang buatku. Kisah Blackbook yang sudah jadi novel ini sudah lama "nginep" di laptop rusak punya suamiku. Kira-kira sudah sejak tahun 2006 atau 2007. Kemudian sekitar tahun 2008 aku beranikan diri untuk launching kisah itu di blog Kompasiana sebagai cerita bersambung. Benar-benar nekad sebenarnya waktu itu. Aku malah sampai minta petunjuk khusus dari beberapa orang yang aku pandang lebih berpengalaman dalam dunia tulis-menulis di Kompasiana, bunda Pipiet Senja salah satunya.
Waktu itu Blackbook masih berantakan banget. Ibarat perempuan muda yang baru bisa dandan, sedikit menor di sana, dan sedikit berantakan di sini. Tapi aku nekad, jalan terus, hantam aja. Bagiku waktu itu yang penting cerita ini bisa selesai sampai tamat dulu. Sampai akhirnya dengan nafas ngos-ngosan Blackbook bisa mencapai bagian terakhirnya pada postingan ke-18. Aku masih ingat sekali, waktu itu total jumlah halaman Blackbook hanya 55 halaman A4 saja. Dan rasanya aku sudah paling mentok menulis demikian panjang.

Rabu, 23 Maret 2011

All Hail Internet! My Achievement In Writing!

  5 comments    
categories: ,
Buku Dear Papa, berisi surat cinta dari anak kepada sang ayah. Buku Dear Papa 6 ini memuat tulisanku di dalamnya.

Baru tiga hari yang lalu akhirnya saya bisa memegang sebuah buku yang nama saya tercetak di sampulnya sebagai (salah satu) penulis. Olalaa, maafkan ke-norak-an saya ini, teman-teman. Dan biarkanlah saya menikmatinya sejenak. Ihik! Saya tahu (mungkin) tidak semua orang yang suka menulis bercita-cita untuk menerbitkan buku. Apalagi jaman sudah makin canggih. Internet bagi sebagian orang 'disalahkan' sebagai bergesernya minat 'penulis' untuk menerbitkan buku dalam bentuk yang riil. Buat apa ngemis-ngemis ke penerbit untuk menerbitkan tulisan kita, kalau blog gratis bertebaran di dunia maya dan jelas-jelas lebih mudah untuk di-akses oleh para pembaca? Oww, saya sama sekali tidak bisa mengecilkan peran internet dalam perkembangan dunia literatur dunia. Walau bagaimana, bisa jadi saya adalah salah satu dari ribuan penyuka kegiatan menulis yang merasa dibesarkan melalui internet.

Kamis, 17 Februari 2011

H.C. Andersen Pernah Bikin Kesel Charles Dickens?

  5 comments    
categories: 



Waahahahaaa....aku lagi cari-cari ide buat ikutan proyek menulisnya Nulisbuku.com tentang rekonstruksi fairy tales atau dongeng anak-anak. Nama yang muncul begitu saja di kepala adalah Hans Christian Andersen. Yap, siapa sih yang nggak kenal dia? Penulis kelahiran Denmark yang kondang dengan dongeng-dongengnya yang everlasting kayak The Snow Queen, Little Ugly Duckling,The Emperor's New Clothes dan masih banyak lagi itu? Ternyata dia anak seorang tukang sepatu dan ibunya adalah seorang buruh cuci. Somehow kok kayak Pinokio ya, yang berbapak Gepetto si tukang kayu itu? Hihihihi....

Tapi yang bikin aku ketawa nih, kisah hidupnya ketika dia pernah numpang hidup di rumahnya Charles Dickens di Inggris. Kenal juga dong sama si Dickens ini. Kalau nggak kenal, aku sebutin Oliver Twist, ring a bell, nggak? Naaah....

Selasa, 14 Desember 2010

Kicau Caur

  5 comments    
categories: ,

Pagi ini gw dapat sebuah pelajaran baru sehubungan kebiasaan gw yang suka ceplas-ceplos gak pake mikir. Duh, untung orangnya gak marah. Hiks...jadi mau malu mambu deh...oaaaa!!

Berawal dari sebuah twit yang nongol di TL gw. Isinya promo sebuah cerita pendek dengan judul Merah. Karena baru semalam gw baca sebuah cerpen dengan judul yang sama dan ditulis oleh temen sendiri, Vira Cla, gw langsung berasumsi itu memang cerpen dia yang dimuat di blog yang dimaksud.

Meluncur, dan benar. Itu memang cerita yang sama seperti yang gw baca semalam. Tapi kok, tapi kok, nama penulisnya beda? Waduh? Nggak tau kenapa yang kepikiran saat itu juga ada yang copas tulisannya Vira nih!

Gw langsung kontak Vira via FB untuk nanya, itu sebenernya cerpen punya siapa. Karena emang plek-plekan asli sama semua. Gak lama kemudian gw liat di TL Vira nanya ke moderatornya blog itu, sambil sedikit marah. Wajar aja, itu cerita punya dia, kok diatasnamakan orang lain. Merasa kesetiakawanan gw terpanggil, gw ikutan nge-reply twit si Vira yang di dalamnya juga ada nama si penulis yang namanya tercantum di blog itu.

Berikut isi kicauan gw:

@veecla @jemarimenari @jejakubikel yap! aku baca di note kamu vir..gila, copas gak pake ampun...ckckckckck

Twitt si penulis itu @jemarimenari. Gak lama kemudian @jemarimenari reply:

Ehbuset apa nih? Momod! RT @fadhilsafina: @veecla jemarimenari @jejakubikel yap! aku baca di note kamu vir..gila, copas gak pake ampun...

Lalu, lalu..si momod @jejakubikel menulis ini:

@jemarimenari @fadhilsafina @veecla @jejakubikel salah Nulis nama penulisnya aja.. :)

Eaaaa!!!! Dong dong tuing gak tuh? Walaupun gw sempet juga teriak ke si momod itu dan bilang:

@jejakubikel @veecla @jemarimenari astagaaa....fataaal...maaf juga ya buat @jemarimenari :)

Kesalahan seperti itu kan emang fatal banget di dunia tulis-menulis. Cuma masalahnya adalah gw langsung nuduh @jemarimenari udah copas tulisannya Vira (@veecla). Bukannya periksa-periksa dulu ada apa gerangan yang terjadi. Hiks! Merasa nggak enak banget sama @jemarimenari, gw merasa harus bikin twitt sendiri untuk minta maaf secara langsung ke orangnya:

@jemarimenari sekali lagi minta maaf karena udah esmosi, soalnya sesek napas aja kalo liat tulisan kita tapi diatasnamakan org lain...piss?

Dan si @jemarimenari yang manis dan lagi cantik juga tidak sombong itu (hahahaha, gw usaha banget nih biar beliau memaafkan gw luar dalam, sumpah nyesel!) pun membalas dengan santainya:

@fadhilsafina iya gpp, santaai hehe. Lain kali ditanya dulu aja, kdg2 ada org yg emosian, bisa ngamuk kalo tembak langsung gitu ((:

Ahak, ahak, ahak...aku tertohok! Eh, harusnya ohok, ohok, ohok. Uaaaa, dia bener banget! Untung ketemunya sama @jemarimenari yang santai, kalau pas yang gw ceplosin plagiat itu orangnya sangar dan pas lagi PMS? Mendingan gw matiin aja deh akun twitter gw. Huhuhuuu, tatuuuut....

Trus gw bilang ke dia:

@jemarimenari iiih bener banget...gw rasa gara2 gw belum mandi nih jadi mikirnya langsung negatif aja.. #carikambingitem hiks

Nyahahahaaa, dan @jemarimenari pun tertawa. Hahahaa, lega hatikuuu...

So, the lesson for today :
1. Jangan twitteran sebelum mandi dan gosok gigi.
2. Liat-liat dulu sebelum berkicau, apalagi nuduh.
3. Minta maaf secara langsung, kalau perlu bikin postingan khusus kayak gini di blog lo biar lo dimaafin dengan sempurna.
4. Minum aer putih yang banyak, biar tengsinnya cepet ilang pas sekalian beser. Sumpah, masih berasa banget nih malunya!

Kalo Indra Herlambang bilang Twitter itu Kicau Kacau, maka yang terjadi sama gw tadi pagi adalah Kicau Caur. Ampuun dijeeeh, gak lagi-lagi dah!

(Image from www.foolzparadize.org)

Sabtu, 13 November 2010

Pengalaman Menulisku: Spongebob Guru Kreatifitasku (#6)

  1 comment    
categories: ,

“Are ‘ya ready, kids?”

“Ay ay, captain!”

“I can’t hear you!”

“AY AY, CAPTAIN!”

“Ooo, who lives in the pineapple under the sea?”

“Spongebob Squarepants!”

Sepenggal lirik lagu di atas tentu sudah sangat akrab bagi para anak-anak dan orang tua yang masih memiliki anak usia balita seperti saya. Saya sendiri, walaupun usia sudah tak terbilang imut, sangat menyukai film seri animasi tersebut.

Bercerita tentang sebuah (seorang?) sponge berwarna kuning dan bercelana kotak yang bernama Spongebob Squarepants. Tinggal dalam sebuah nanas di dasar laut. Bekerja sebagai juru masak di restoran milik Tuan Krab dan memiliki sahabat yang ‘lemot’ yaitu seekor bintang laut berwarna pink, Patrick.

Ah, rasanya akan panjang kalau saya ceritakan sejarah hidup Spongebob di sini. Lagipula bukan itu yang ingin saya ceritakan. Saya ingin berbagi sebuah ‘lightning strike’ yang tiba-tiba saja menyambar saya saat saya sedang menemani anak-anak saya menonton film seri tersebut.

Begitu seringnya saya menonton, saya sampai hampir hafal dengan semua kisah dalam tiap episode-nya. Tema yang paling sering diangkat dalam tiap episode film Spongebob itu antara lain adalah kisah Mr. Plankton, saingan bisnis Mr. Krab, yang selalu penasaran ingin mencuri resep rahasia Krabby Patty, menu andalan di restoran tempat Spongebob bekerja.

Di satu episode dikisahkan Mr. Krab memerintahkan Spongebob untuk menjadi mata-mata. Menyelidiki apa rencana terbaru Mr. Plankton untuk merebut resep rahasia miliknya. Maklum, Mr. Krab terkenal sangat paranoid dan juga pelit. Wkwkwkwk…

Lalu di episode lainnya diceritakan bagaimana Mr. Plankton berusaha membujuk Spongebob untuk pindah bekerja di restorannya Chum Bucket agar ia dapat mengorek rahasia Krabby Patty lebih mudah.

Kemudian ada juga satu episode yang menceritakan bagaimana Mr. Plankton yang sudah putus asa masuk menerobos ke dalam restoran Mr. Krab untuk merebut sebuah Krabby Patty. Krabby patty itu akan diteliti di lab miliknya untuk ditemukan apa resep rahasia yang terkandung di dalamnya.

Saya tak habis pikir, bagaimana kreatifnya para penulis kisah Spongebob dan kawan-kawannya ini. Hanya berangkat dari satu ide, bisa bermunculan beragam kisah yang menarik dan juga lucu. Dari sana saya berkesimpulan, ide untuk membuat sebuah cerita tak harus kompleks atau banyak. Yang paling penting adalah bagaimana mengolah sebuah ide sederhana menjadi sebuah cerita menarik yang penuh intrik dan mengundang rasa penasaran.

Saya jadi mencoba mengingat-ingat tahapan-tahapan menulis sebuah cerita yang selama ini saya jalani. Seringkali pada saat saya ingin memulai menulis sebuah kisah, ide adalah yang paling membuat tersendat. Awalnya ide yang saya punya sangat sederhana, lalu langsung saja saya berpikir, “Ah, simple banget sih? Basi…”. Lalu akhirnya saya harus berpikir ulang untuk menulis cerita berdasarkan ide ‘basi’ tersebut tanpa saya mencobanya mengolah terlebih dahulu. Lalu saya lanjutkan dengan mencari-cari lagi sebuah ide baru yang lebih ‘canggih’ menurut pemikiran saya. Ujung-ujungnya jadi ribet sendiri. Soalnya kapasitas otak saya jelas tidak seperti Dan Brown dengan Da Vinci Code-nya itu. Hehehe…ini namanya sotoy! Wkwkwkwk…

Spongebob menyadarkan saya hari ini. Sebuah ide tak harus brillian atau kompleks sehingga terdengar canggih dan bombastis. Pada akhirnya, sekeren apapun ide yang ingin kita tulis, kalau pada saat eksekusi menulis kisahnya tetap melempem, ya percuma saja. Lebih baik mengolah ide sederhana dengan jalan cerita yang dibuat semenarik mungkin. Kreatifitas dalam berpikir ditambah rajin mencari sumber atau bahasa kerennya riset nantinya yang akan membuat ide sederhana itu menjelma menjadi sebuah cerita menarik dan tidak sederhana.

Terima kasih untuk Spongebob. Hari ini saya tahu, ide sesederhana apapun itu bisa saya ‘mainkan’ dengan cerdik untuk menjadi sebuah kisah yang menarik. Dan sedikit tambahan, menurut saya pribadi, kreatifitas bukanlah bakat melainkan ketrampilan yang dapat dilatih. Jadi jangan malas melatih cara berpikir yang ‘out of the box’. Bisa karena biasa. Percaya deh!


image from www.ezthemes.ezthemes.com

Selasa, 12 Oktober 2010

Perjalanan Menulisku: Ngeblog Ngurangin Goblog-ku (#5)

  6 comments    
categories: ,
Hahahahaaa...Maaf, dibuka dengan ngakak. Aku nggak tahan sendiri baca judulnya. Sengaja ditambah dengan 'ku' di akhir kata goblog, karena takut nanti ada blogger yang tersinggung. Wkwkwkwk....

Aku mulai lagi menyakiti otakku dengan flash back kapan pertama kalinya aku berkenalan dengan blog. Ya Tuhan, ini sungguh menyiksa... Sebentar, aku minum teh manis hangat dulu. Glek! Glek! Melihat dari postingan-postingan awal di blog ini, sepertinya memang tahun 2008 aku mulai kenal dengan si blog ini. Sebab blog ini juga blog pertamaku dan sampai saat ini masih kusayang-sayang. Darimana ya dulu tahu ada blog? Hmmm, sepertinya dari adikku juga. Iya, dia memang amat sangat bersahabat sekali dengan teknologi internet. Suatu hari dia bilang sedang blogwalking waktu kami sedang chatting. Blogwalking? Ya ampun, plis dong, apa lagi itu? Mungkin karena dia gemes sendiri dengan ke-goblog-an kakaknya ini, akhirnya dia hanya memberikan sebuah link blog ketrampilan untuk kulihat-lihat. Waaawwww! Dunia langsung terasa terbuka lebar!

Ternyata bisa ya curhat-curhat ala hobi lamaku nulis diary itu di internet? Wah, kereeen! Tidak pake lama, langsung bikin satu blog, dan inilah dia sampai sekarang. Walaupun tampilan awal sungguh menyedihkan, akibat nggak ngerti gimana masukin foto, nggak ngerti gimana mengubah warna huruf dan lain sebagainya. Tetap saja semangat itu berkobar-kobar. Adrenalin terpacu. Keringat menetes. Nafas memburu. Duh, ini lagi ngapain sih? Hahahaaa...pokoknya semangat banget deh waktu bikin blog ini. Girang setengah mati karena menemukan satu tempat buat menyimpan cerita-ceritaku. Khawatir dibaca orang? Jujur, aku malah berharap ada yang baca. Entah kenapa, mungkin karena dulu udah biasa ngibul di diary dan merasakan kepuasan kalau Mamaku percaya dengan tulisanku, maka begitu aku bisa menulis di tempat umum seperti blog ini aku jadi tambah semangat. Semangat buat ngibulin orang. Hihihihi...Nggaklah. Maksudnya aku semangat sekali memikirkan ada yang akan membaca tulisanku secara tidak sengaja kalau dia sedang blogwalking. Waaah, rasanya gimanaaa gitu. Seperti ada sensasi baru yang menggelitik dalam diriku ketika memikirkannya. Hahahh, lebay...

Awal-awal nge-blog memang mengasyikkan. Tenggelam dalam dunia kesendirian. Gimana nggak sendiri? Lah, kayanya ini blog dulu nggak ada yang baca kecuali aku sendiri deh. Wkwkwkwk...Karena aku nggak bisa terlalu lama bersepi-sunyi sendiri, akhirnya aku bosan main-main di blog. Walaupun baca-baca blog orang lain tetap aku lakukan. Aku suka sekali membaca. Selama itu tidak menyinggung SARA, politik dan hukum, mari sini aku baca tulisanmu. Apalagi kalau cerita-cerita fiksi. Wuaah, hobiii! Berhubung harga buku di toko buku mahalnya setengah ampun, baca-baca di blog jadi pilihan alternatif bacaan yang murah meriah dan menyenagkan bagiku.

Banyak membaca karya-karya orang lain ternyata tanpa disadari agak memberi pengaruh juga pada gaya menulisku, walau mungkin sedikit. Maaf, bukan sombong, cuma memang aku merasa ada sedikit progress-lah setelah beberapa lama aku mulai nge-blog. Nge-blog dalam hal ini adalah menulis di blog dan membaca blog orang ya.

Syukurlah, ada yang bisa kupetik dari pengalaman main-main di blog ini. Selain membuat kurang tidur dan pinggang sakit juga akibat kelamaan duduk di depan komputer. Tapi nggak apa-apa kok. Semua bisa diatur.

Besok aku mau cerita tentang beberapa blog yang menginspirasiku ya. Dan mohon maaf, jangan terlalu berharap lebih dengan pilihan-pilihan blog-ku. Blog yang menurut aku inspiratif dan keren, mungkin buat kalian tidak ada apa-apanya. Hahaha, biarin aja! Namanya juga selera. :P

Senin, 11 Oktober 2010

Biar Indie Bukan Berarti Asalan, Kan?

  No comments    
categories: 
Wow! Baru baca sebuah kabar gembira dan bikin 'iri' lagi. Dua teman blogger minggu lalu sudah menerbitkan bukunya pada sebuah event bertajuk “99 Writers in 9 Days”. Andi Gunawan dengan bukunya yang berjudul 'Kejutan' dan Vira Clasic dengan bukunya 'Lajang Jalang'. Walau terbaca sedikit rasa minder pada salah satu artikel Vira di Kompasiana karena dia menerbitkan buku melalui jalur indie, tak pelak saya harus acungkan jempol buat mereka.

Sebenarnya indie atau tidak, itu hanya masalah jalur saja. Sama seperti kita mengendarai mobil, mau lewat jalur cepat atau jalur lambat, itu pilihan kita. Pilihan yang berdasarkan tujuan dan belokan yang akan kita ambil di depan.

Sebuah pandangan sinis yang mengatakan jaman sekarang gampang sekali menerbitkan buku memang tidak bisa kita biarkan saja seperti angin lalu juga. Cuma sekarang kategori gampang itu dilihat dari sudut mana dulu. Gampang karena tidak melewati proses seleksi dari pihak penerbit, tentu saja. Kalau ada satu langkah sulit yang bisa dihindari untuk mencapai tujuan, kenapa tidak dilakukan? Semua berpulang pada prinsip ekonomi, melakukan sesedikit mungkin usaha untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Hahahaa...Saya suka sekali prinsip itu. Wkwkwkwk....Tapi coba bayangkan kerja keras yang juga harus dilalui oleh para penulis yang menerbitkan bukunya secara indie. Mulai dari memilah-milah naskah mana yang layak untuk diterbitkan saja dulu. Menilai tulisan sendiri bukanlah suatu hal yang mudah. Sebab kejujuran pada diri sendiri sering dipertanyakan. APakah kita manusia narsis yang merasa karya kita sudah pantas dan layak, tanpa mau melihat keluar? Hahaha, bagi saya itu saja sudah merupakan sebuah perang bathin yang tak berkesudahan. Jujur pada diri sendiri itu sulit.

Lantas mengedit naskah sendiri. Itu kerepotan lain yang harus dilalui ketika kita memutuskan untuk menerbitkan buku secara mandiri. Ya Tuhan, pekerjaan itu sungguh menyebalkan, walaupun harus saya aku kalau editing adalah satu langkah penting yang tidak bisa dihapus dalam dunia tulis-menulis. Sering sekali kita menemukan kesalahan fatal yang pada awalnya tidak kita sadari. Belum lagi, ketika kita menyadari ternyata tulisan ini masih belum layak setelah dibaca beberapa kali. Belum layak menurut ukuran siapa? Ya tentu saja menurut ukuran kita sendiri. Bukankah kita berperan sebagai editor untuk tulisan kita? Kembali lagi ke langkah awal saat kita memilah-milah naskah, ukuran kelayakan itu sangat bergantung pada kejujuran kita dalam menilai diri sendiri dan tentu saja tak bisa lepas juga dari ilmu kita dalam dunia tulis-menulis. Sekali lagi, proses editing itu sungguh melelahkan. Salut untuk teman-teman yang berprofesi sebagai editor. Bukan gampang juga mengedit naskah yang bukan tulisan kita sendiri bukan? Bottomline, editing itu juga kerja keras yang harus dihadapi.

Selesai proses editing, bukan berarti selesai perjuangan sampai di sana. Setelah naskah terkirim, ternyata hey ternyata, si percetakan cuma mau terima beres termasuk urusan cover design. Oalaaah, apa lagi ini? Beruntung bagi mereka yang memiliki ketrampilan lebih di dunia fotografi atau design grafis. Tapi kalau tidak? Berharap memiliki teman yang berbaik hati bisa membantu bisa jadi satu pilihan. Seperti Andi Gunawan yang memakai cover hasil jepretan si Pungky, sahabatnya, di bukunya itu. Vira Clasic mungkin lebih beruntung dan lebih merasa percaya diri kalau melakukan semuanya sendiri, maka dia pun membuat sendiri cover bukunya dengan ilmu yang dimilikinya. Apapun itu, tetap urusan cover design menjadi kerja tambahan untuk penulis yang ingin menerbitkan bukunya secara indie.

Buku telah terbit? Jangan hore-hore dulu. Ingat, ini self published, tidak ada toko yang mau menjual kalau tidak kita sendiri yang datang menawarkan buku kita ke sana. Kalaupun ada toko buku yang bersedia menampung buku kita, rasanya percuma juga kalau tidak ada usaha marketing, minimal promosi dari mulut ke mulut atau via jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Untuk buku Vira dan Andi yang baru akan cetak kalau sudah ada permintaan alias print on demand, mungkin agak sedikit tenang. Mereka bisa cuap-cuap menjual bukunya melalui media apa saja, termasuk dari mulut ke mulut. Mengumpulkan pesanan sendiri lalu memesan langsung ke penerbit tersebut. Walau begitu, itu bukan perkara mudah.

Lantas kalau sudah begitu, masih bisa bilang menerbitkan buku itu mudah? Saya percaya kesuksesan tidak datang tanpa kerja keras. Menerbitkan buku baik secara indie ataupun melalui mainstream publisher, tetap ada kerja keras yang harus dilakukan tanpa putus asa. Masalah kualitas? Itu lain masalah. Saya tidak berani bicara sampai ke sana, karena saya bukan kritikus sastra.

Anyway, kesuksesan teman kadang bisa membuat kita iri. Saya suka dengan si iri itu. Karena dengan iri saya terpacu untuk berbuat lebih. Iri jangan lantas menjadi dengki sehingga kesinisan yang akan muncul seperti ucapan, "Jaman sekarang mudah banget bikin buku ... gak aneh itu ... di tiap daerah jg banyak .." Hohoho...Coba dialihkan energi sinis itu untuk berbuat yang lebih positif, seperti menghasilkan karya yang nyata seperti dua teman muda kita itu.

Selamat buat Andi Gunawan dan Vira Clasic atas diluncurkannya buku perdana kalian pada acara Indonesia Book Fair 2010 di Istora Senayan (8 Oktober 2010). Kalian adalah sedikit dari banyak anak muda Indonesia yang bicara lewat karya, sehingga segelintir yang hanya bisa berkoar jadi tak terdengar gaungnya.

Minggu, 10 Oktober 2010

Perjalanan Menulisku: Modalku Untuk PD Menulis (#4)

  8 comments    
categories: ,
Maaf, rada terganggu nih postingan. Yang harusnya tiap hari masukin satu, kemarin jadi absen. Semua gara-gara SAMPAH! Wkwkwkwkwk...sudah..sudah yaa, nggak usah dibahas di sini. Di sini tidak menerima sampah.

Melanjutkan perjalanan menulisku. Ini sedikit curcol (lah, yang kemaren-kemaren emang bukan, ya?). Aku suka iriiii sama penulis-penulis muda seumuranku yang sudah bisa menerbitkan buku. Entah ya, biarpun katanya jaman sekarang nerbitin buku itu gampang, tapi tetap saja ada nilai lebihnya di mataku. Nerbitin buku gampang? Iya, self publish ternyata sudah ada yang gratisan! Wah, berita baru buatku. Setahun yang lalu sempat ngobrol sama beberapa teman yang suka menulis, mereka bilang kalau mau indie harus punya modal minimal 20 juta dan team marketing yang mumpuni. Waaah, begitu beratnyakah? Ah, nggak kuaaat!

Tapi sekarang ternyata lain. Tetap saja, buatku buku adalah buku. Sebuah bukti hasil tulis yang tercetak. Buatku pribadi, walaupun bisa menerbitkan buku sendiri, tetap harus milih-milih tulisan yang dianggap layak untuk dibaca orang lain. Belum lagi mengingat orang lain akan mengeluarkan uang untuk membacanya. Wuaaah, kebayang kan keselnya kalau kita beli buku mahal-mahal, ternyata isinya nggak bangeeet! Hahahaaa...gondok! Mau minta balikin duitnya sama si penulis, apa nggak diketawain? Paling dia cuma bilang : Sori sori sori jek! Wkwkwkwkwk...

Kembali ke rasa iri tadi. Ini adalah aspek penunjang untuk membuat rasa PD kita dalam menulis meningkat lho. Ceile! Teori siapa noh? Teori aku sendirilaaah! Hahahahaa...Setelah beberapa tahun menekuni tulis-menulis di ranah internet ini, aku menemukan ternyata suka saja tidak cukup. Harus ada cemeti yang memecut berlabel IRI. Plis, iri bukan dengki, lho! Iri itu ingin menjadi seperti (teori siapa lagi ini? ya masih teorikulaaah!). Kalau dengki itu cenderung jahat dan ingin orang yang didengkiin (kembali bahasa yang aneh) untuk jatuh atau celaka. Wadaww, aku belum sampai ke taraf itu sih jahatnya. Mudah-mudahan nggak pernah sampai ke sana. Amiiin....

Jadi tersebutlah seorang penulis novel. Kategori tulisannya aku masukin ke chicklit, karena menurutku tulisannya memang chicklit banget, walaupun beberapa resensi mengatakan dia adalah seorang sastrawati. Dia seumuran denganku. Dengan pengalaman yang nggak jauh-jauh beda denganku. Novelnya aku beli beberapa kali, berharap dapat sebuah kemajuan dari tulisan-tulisannya. Ukuran kemajuannya siapa yang bikin? Ya aku doong, kan aku yang baca. Wkwkwkwk...Tapi ternyata eh ternyata, kok dia ini kayak keasyikan narsis sendiri, kisah hidupnya dibuat novel dengan diganti nama tokohnya aja? Aaaah, aku jadi iriiii. Kalau cuma begitu aku juga bisa kayanya. Hahahaaa...sotoy!

Berbekal rasa jumawa itu, aku coba mulai-mulai menulis fiksi berdasarkan pengalaman pribadi. Eh, eh, eh...tidak mudah! Tidak sama sekali! Walaupun iya, awal, klimaks dan ending cerita sudah tahu. Karakter tokoh sudah jelas terbentuk dalam benak. Konflik sudah ada, tinggal dituliskan sedramatis mungkin. Tetap semuanya butuh proses. Nggak bisa ujug-ujug jadi novel kayak yang dia tulis. Hohohhooo...sotoy sih lo! Wkwkwkwk...

Akhirnya nggak jadi jumawa. Malah manggut-manggut paham. Ya ya ya, ternyata menerbitkan buku itu tidak mudah. Bahkan secara indie sekalipun. Tanggungjawab moral terhadap kepuasan bathin sendiri, itulah yang berbicara paling banyak. Sadar dong ah, siapa kamu? Baru nulis iseng-iseng aja selama tiga tahun, udah mikir mau bikin buku? Ehm, saya emak-emak sih, tapi cita-cita setinggi langit emang. Wkwkwkwk...boleh dong?

Kembali lagi ke tahap awal. Iri aja dulu. Sambil mengamati, belajar, banyak membaca. Pokoknya usaha terus. Ah, masa sih suatu saat nggak kesampaian itu cita-cita setinggi langit itu? Jangankan langit, bulan aja orang udah bisa sampai ke sana. Ya toh? Toh ya....

Intinya, jangan putus asalah. Wuahh, bukan aku banget kalau itu sih. Hihihihi...Oh, satu lagi modal tambahan untuk PD menulis ternyata NGGAK TAU MALU! Wkwkwkwk, teori siapa itu? Silahkan jawab sendiri...Aku jawab juga deh : ya teori akulaaah! Hahahahaa...Maksudnya nggak tahu malu itu bukan nggak tahu diri ya. Maksudnya jangan malu-malu menunjukkan hasil karya, dan jangan juga takut-takut kalau kena kritik pedas. Tulisan kalau nggak ada yang baca, ya bukan tulisan dong namanya. Cuma sekumpulan huruf terangkai menjadi kata dan kalimat yang teronggok di atas kertas atau dalam file komputer, bukan? Jadi, silahkan aja nggak tahu malu, publish tulisanmu di mana-mana. Resiko kena ejek dan hina pasti ada. Salah sendiri nggak tahu malu! Hahahaha...Nggak apa-apa...Bahkan katanya temanku, si Stephen Kings itu baru bisa menerbitkan bukunya setelah berpuluh-puluh naskah ditolak oleh penerbit. Sementara itu dia tetap menulis 1500 kata per hari. Luar biasa! Stephen Kings lho, weitjee...Keren deh lo! :)

Jadi hari ini membahas tentang seputar modal PD untuk menulisku dulu ya! Inga-inga :
*SUKA
*IRI
*NGGAK TAU MALU

Sip? Sip dong deh! :)

Peringatan keras : teori yang ada dalam tulisan ini belum terbukti keabsahannya. Apabila ada yang mengaplikasikannya dan ternyata gagal, saya tidak bertanggungjawab! Wkwkwkwk....

Sabtu, 09 Oktober 2010

Perjalanan Menulisku: Chatting Is Also Writing (#3)

  5 comments    
categories: ,
Melanjutkan kisah si orang tak terkenal ini. Coba-coba merangkai memori masa lalu tentang kejadian-kejadian dalam hidupku yang berhubungan dengan kesenangan menulisku. Mudah-mudahan otakku nggak nge-hang, soalnya flash back itu memang menyakitkan otak. Wkwkwkwk...males mikir.

Sepertinya setelah aku lulus kuliah dan mulai bekerja aku mulai bersahabat lagi dengan hobi lamaku itu. Bekerja sebagai resepsionis sebuah perusahaan asing ternyata banyak memberi waktu luang (terkadang). Ditambah lagi, kantorku sungguh sangat dermawan memberikan akses internet untuk resepsionisnya yang kurang kerjaan ini. Keberadaan komputer itu sebenarnya untuk menambah tugasku di front desk, karena aku kebanyakan bengong kayanya. Jadilah kami, aku dan rekanku, diberi tugas tambahan untuk membantu bagian finance menghitung beberapa pengeluaran operasional staff di kantor.

Norak dapet komputer lengkap dengan koneksi internet yang super duper cepat, siapa yang nggak girang mendadak? Wihhiii...hobi chatting makin menggila. YM terpasang setiap saat. Sayang waktu itu belum kenal sama Facebook atau Friendster. Kalau nggak bisa kebayang bagaimana kerja sudah mengganggu kegiatan berselancar di internet. Wkwkwkwkwk...

Saking asyiknya surfing-surfing internet saat kerja, aku lupa kalau kemampuan teknologiku menyedihkan. Suka asal klak-klik sana-sini kalau lihat yang menarik. Ada yang nawarin bisnis anu berpenghasilan besar menakjubkan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, langsung aja klik. Ada gosip seputar artis yang judulnya 'ngajak' banget buat dibaca, langsung klik. Sampai akhirnya aku nggak tau kenapa, pop-up bermunculan tanpa ijin. Dan komputer nge-hang gak tau sebabnya. Panic attack! Kenapa nih kompie gue? Wkwkwkwkwk....

Akhirnya panggil teknisi IT di kantor, dan jederrrr...koneksi internet ke komputer ekeh diputus lho bo! Tegaaaa.....huhuhuhuuuuaaaa....Apa salahkuu? Aku kan cuma cari hiburan dan informasi dari aset yang tersedia di kantor? Masalah waktu, yang penting kan kerjaan beres? Ya kan? Ya nggak sih? Wkwkwkwkwk....

Gara-gara nggak ada lagi internet di kantor, akhirnya pulang kerja dibela-belain mampir ke warnet dulu untuk ngecek e-mail. Niatnya sih cuma ngecek e-mail aja, siapa tau ada tawaran kerja yang lebih baik, apa daya godaan untuk chatting lebih besar. Hahahaha....

Ngomong-ngomong chatting, kayanya udah berita basi ya kalau aku ketemu sama suamiku di chatroom? Wkwkwkwkwk....sudahlah, nggak usah dibahas. Kita kenalan dari chatting aja pokoknya. Bagiku sendiri, chatting is also writing. Nggak jarang hasil chattingan dengan teman-temanku aku save ke dalam file Word karena ada banyak informasi yang berguna di sana. Lagian, kalau dibaca-baca lagi, suka jadi ketawa-ketawa sendiri. Lumayan buat refresh mood. Itu masih aku lakukan sampai sekarang lho. Makanya folderku yang judulnya Mama di komputer rumah penuh sama file yang nama-namanya :
ceting sama si anu (tanggal)
ceting sama orang gila (tanggal)
nyesel gw ceting sama si onyon gila ini (tanggal)
sekilas ceting sama pervert (tanggal--->>kalau ini mah gak sengaja ketemu di chatroom global, wkwkwkwk....
dan file ceting-ceting lainnya.

Kesimpulan sementara : chatting adalah kegiatan menulis juga. Masih belum menjawab pertanyaan awal juga? Sabar aja deh. Ntar juga sampai di sana, kalo gak banjir, mogok atau macet. Hahahaaa....

Jumat, 08 Oktober 2010

Perjalanan Menulisku: Perkenalan Dengan Internet (#2)

  6 comments    
categories: ,
Mari kita lanjutkan kisah perjalanan menulis si orang tidak terkenal ini. Hahahahaa...

Sampai di mana ya kemaren? Oh, iya..aku memanipulasi diary-ku biar Mamaku nggak ribet lagi sama temen-temen cowokku ya? Wkwkwkwk....

Itu masa di SMA. Beranjak pindah ke Bandung untuk kuliah, makin nggak punya waktu buat nulis, bahkan untuk diary sekalipun. Terlalu senang karena akhirnya bisa keluar dari rumah dan kuliah di kota idaman. Wuaaah, keasyikan gaul sama teman-teman. Lama juga aku nggak nulis-nulis. Apalagi jaman itu (sekitar tahun 1995-2000) internet belum begitu booming kayak sekarang. Udah ada sih, tapi aku juga terlalu sibuk main sehingga ke warnet itu cuma kalau ada tugas kuliah yang perlu di-print.

Ngomong-ngomong soal internet, aku juga punya cerita lucu nih. Hihihihi...*lah, ketawa duluan?*

Ceritanya adik perempuanku sudah ada di Amerika untuk kuliah dan dia udah akrab banget sama yang namanya internet. Trus dia bilang mau kirim e-mail aja, karena lebih cepat dan gampang dibanding kirim surat lewat pos. Dia minta supaya aku bikin e-mail. E-mail? What the heck is that? Pikirku waktu itu. Akhirnya dengan sedikit sotoy dan membawa bekal gengsi yang agak banyak, aku ke warnet yang agak jauh dari kampus. Tujuannya supaya kalau sampai malu-maluin, aku nggak perlu balik lagi ke warnet itu. Hahahaha....

Aku pergi berdua dengan sahabatku. Sama-sama buta soal internet dan sama-sama sotoy tapi sama-sama penasaran dan jangan lupa, sama-sama gengsian. Sampai di sana kami menyusun kata demikian rupa agar tidak terdengar terlalu bloon untuk minta tolong sama si mas-mas penjaga warnet.

"Mas, kita mau bikin e-mail, bisa bantuin nggak?"
"Oh, bisa. Mau pakai apa? Hotmail apa Yahoo?"
"Apa aja deh, yang paling bagus dan murah aja"
Dari sana kebodohan sudah terlihat. Paling murah? Wuakakakaaak...sudahlah. Mari kita teruskan.
"Sama aja kok, mbak. Nggak ada yang lebih mahal atau lebih murah. Kan daftarnya gratis."
"Ooo, ya udah. Tolong dong"
"Pake Yahoo aja ya?"
"OK"
"Isi aja dulu formulirnya. Data-datanya juga"
Beberapa menit kemudian...
"Mas, ID-nya apa ya?"
"Ya, terserah mbak. Mau pake nama sendiri atau nama samaran juga boleh."
"Oh, gitu..."
Semenit kemudian...
"Mas, passwordnya apa ya?"
"Lho, ya terserah Mbak juga. Jangan sampai orang lain tau password e-mail Mbak, nanti ada yang masuk kan gawat!"
"Iya ya..." (dengan nada sok ngerti dan manggut-manggut).
Beberapa menit kemudian...
"Mas, udah nih Mas. Trus gimana lagi?"
"Ya, udah selesai. Sekarang Mbak bisa kirim e-mail ke teman-teman Mbak."
"Lho, alamat e-mailnya mana? Kok nggak dikasih tau?"
Dueng! Aku sih udah lupa (ingin melupakan, tepatnya) gimana tampang si mas-mas penjaga warnet itu. Untung udah lupa. Kalau nggak, entah bagaimana aku bisa melanjutkan hidup setelah kejadian itu. Sungguh lebay...

Seminggu kemudian, setelah tanya-tanya tanpa gengsi sama adikku di Amerika tentang e-mail yang membingungkan itu, akhirnya kuputuskan untuk tidak akan kembali ke warnet itu lagi untuk selamanya. Mualuuuuu!!!! Wkwkwkwk....

Wedeh, perkenalan dengan internet itu memang akhirnya membuka cakrawala banget ya. Dari nggak minat duduk lama-lama depan komputer sampai akhirnya rela ngutang buat bayar warnet. Hahahaa....

Chatting adalah spesialisasiku. Entah kenapa, kalau udah dapet temen ngobrol di chatroom, teman-teman baruku itu suka lama-lama ngalor ngidul sama aku. Katanya aku kocak. Hahahahaa, belum ketemu langsung aja. Pasti tambah ngakak liat tampangku. Kekekekek....
Intinya, untung ada internet. Gitu aja dulu kesimpulannya sementara ini. Masih belum menjawab pertanyaan juga kenapa aku menulis tentang perjalanan menulisku, ya? Ntar aja ya? Udah kepanjangan juga ini.

Kamis, 07 Oktober 2010

Perjalanan Menulisku: Sebuah Awal Yang Tidak Baik (#1)

  12 comments    
categories: ,
Hari ini tiba-tiba terlintas untuk menulis tentang perjalanan menulisku. Duh, sok banget yeee? Hehehehe...Bukaaan, bukan karena merasa udah gimana trus aku merasa wajib membuat sebuah memoar diri layaknya tante Titik Puspa dan mbak KD itu. Itu kan buat para fans mereka. Lah, kalau aku? Fans gak punya, artis juga bukan, suami juga bukan seleb, kayaknya tetep yang namanya popularitas itu adalah sesuatu yang hanya bisa kupandang-pandang aja dari jauh. Jadi kenapa dong, neng pake acara mau nulis tentang perjalanan menulis segala? Wkwkwkwk....Gini ya...jreeeng (makasih buat yang udah genjrengin gitarnya, efek dramatis mulai terasa nih).

Aku mulai menulis puisi itu kalau nggak salah waktu masih SD. Masih inget banget Tanteku yang pemain teater itu pernah membawa aku ke komunitasnya dan memperkenalkan aku ke sutradaranya. Entah apa hubungannya, yang pasti Tanteku bilang, aku berbakat dan dia memperlihatkan beberapa puisiku ke om sutradara itu. Waktu itu aku juga nggak ngerti apa hubungannya puisiku dengan dunia seni peran yang digelutinya. Yah, namanya anak masih umur 8 tahun.

Bertahun-tahun kemudian, saat aku duduk di bangku SMA, guru Bahasa Indonesia-ku memberi tugas membuat sebuah cerpen. Entah kenapa, aku merasa mendapat sebuah kado istimewa dan bukannya tugas yang nyebelin saat itu. Jarang sekali Ibu Guruku itu memberi tugas bebas seperti itu. Tapi karena memang sebelumnya belum pernah membuat satu cerpen-pun seumur hidup, tugas itu juga berakhir dengan nilai biasa-biasa aja. Jujur aku harus mengakui kalau hobiku menulis puisi saat aku kecil memang mengendor begitu aku beranjak ABG. Maklum deh, keasyikan main dan kebanyakan tugas sekolah. Walaupun begitu aku selalu sempatkan untuk menulis diary setiap hari.

Ngomong-ngomong tentang diary, aku punya kisah lucu yang kayaknya ternyata adalah awal dari ketertarikanku akan dunia fiksi (dalam tulisan). Mamaku itu orangnya mau tauuu aja. Aku nggak berani bilang kalau beliau itu curigaan, takut kualat. Lagian aku kan sekarang udah jadi seorang Ibu juga, jadi sedikitnya juga udah mulai bisa merasakan bagaimana was-wasnya menjaga anak, terutama anak gadis. Jadi si Mama itu tahu kalau aku suka nulis diary. Suatu saat kalau dilihatnya ada anak laki-laki yang mulai sering datang ke rumah, Mama akan mencari tahu tentang hubunganku dengannya. Awalnya memang lewat wawancara langsung denganku. Tapi nggak mungkinlah aku ceritain semuanya. Hahaha...tipikal ABG lah. Jadi sepertinya Mama masih belum puas, dan pada akhirnya sering sekali aku menemukan diary-ku sudah berpindah tempat. Terakhir kusimpan di laci meja belajar, tahu-tahu besoknya pulang sekolah aku menemukannya di dalam lemari. Wkwkwkwk...Sebel? Iyaaalaaah! Banget! Tapi mau marah sama Mamaku juga nggak berani. Kejadian itu berulang beberapa kali. Padahal aku sudah siasati dengan mengganti diary yang memakai gembok kecil (tau kan? pasti pada punya juga deh! hehehehe). Aku kasih tau aja ya sekarang, gembok diary itu adalah gembok yang paling gampang untuk dicongkel tanpa merusaknya. Hahahaa...Bagaimana aku bisa tahu kalau Mamaku sudah mencongkel-congkel gembok diaryku? Soalnya Mamaku itu kalau habis baca diaryku dan menemukan sesuatu yang kurang sreg di hatinya, pasti langsung ngomong sama aku. Dooh, tau darimana lagi kalau bukan dari baca diaryku? Wkwkwkwk...

Dua buah diary tebal sudah penuh dengan tulisan-tulisan keluh-kesah dan cinta-cinta monyet jaman sekolahku. Sampai akhirnya aku betul-betul punya pacar. Wah, bisa kacau kalau si Mama sampai tahu segala sesuatu tentang pacaranku sama dia. Kan aku maluuu!! Nggak tahu kenapa, aku nggak tahan aja membayangkan Mamaku membaca kalimat begini :
"Malam ini aku kangen banget sama kamu. Padahal tadi kita kan abis makan bareng di Mall, ya sayang?" Wuakakakakaaak...Belum lagi, bisa pergi ke Mall sepulang dari sekolah itu kan hasil dari berbohong ke Mama bilang ada tugas kelompok. Waduh, bisa kena omeeel!!!
Dan akhirnya aku menemukan sebuah solusi yang menurutku brilian (untuk ukuran otakku). Diary-ku berubah menjadi ajang menulis fiksi. Apa yang kutulis bukanlah kejadian yang sesungguhnya, melainkan kejadian atau sesuatu hal yang Mamaku ingin baca. "Horee, ulangan kimia dapet 90!" atau "Capek banget sekolah, tugas menumpuk. Harus cari-cari bahan di perpus sampe siang. Jadi pulang telat terus deh!". Dan sejak saat itu aku tidak pernah menggembok diaryku lagi. Kutaruh dengan indahnya di atas meja belajar. Aku justru berharap Mamaku akan membacanya. Wkwkwkwk..bandel yah?

Tapi itu dulu koook! Sekarang udah nggak lagi. Udah nggak separah dulu, maksudnya. Hahahaha....Kesimpulannya (sementara): kurasa momen itu adalah momen pertemuanku dengan dunia fiksi yang saat ini sedang aku jatuhi cinta (bahasa yang aneh) setengah mati. Kemampuanku memanipulasi pembaca melalui kata-kata dan khayalanku terasah sejak saat itu. Wkwwkwkwkwk...Kesimpulan asal, biarin deh!

Lah? Kok udah panjang aja? Padahal tadi niatnya mau bikin postingan ini jadi satu artikel aja. Dan lagi, belum menjawab pertanyaan awal, kenapa aku harus menulis tentang perjalanan menulisku. Ya sudah, bersambung aja ya. Wkwwkwkwk...

Berhubung tulisan ini berbau-bau pengakuan dosa, makanya aku posting di sini, Cil. Soalnya di sini sepi. Hihihihi....