Rabu, 07 Desember 2016

Menyebar Inspirasi Lewat Hobi Lettering Art

  16 comments    
categories: 
Assalamu'alaikum.

Bismillaah.

Cerita ini berawal dari sebuah kegelisahan. Satu pertanyaan yang selalu terlontar dari ibunda sejak tiga tahun yang lalu, "Umur sudah hampir 40 tahun. Harus sudah berubah jadi lebih baik, atau kamu nggak akan berubah selamanya." 


Saya gelisah. Dan bingung. Sepuluh tahun terakhir ini bisa dibilang justru saya banyak membuat prestasi-prestasi penting yang harusnya membuat Mama bangga pada saya. Kenapa pertanyaan itu terlontar dari beliau? Apa menurutnya saya masih belum membuatnya bangga? Apa prestasi-prestasi saya selama ini, yang saya klaim sebagai kerja keras saya sendiri untuk menunjukkan jati diri saya sebagai seorang ibu dan perempuan, kurang besar baginya? 

Udah 40 tahun. nih. :)

Saya tanyakan pada diri saya sendiri, "Kamu bahagia, kan?" Saya berusaha tersenyum untuk menjawab, "Ya!" Lalu saya pandangi wajah polos anak-anak saya. Terlintas wajah Mama dan Papa. Lalu teringat sebuah nasihat yang begitu sering saya dengar dan baca, "Anak adalah pintu sorga kedua orangtuanya. Didiklah anakmu mengenal Allah, mereka akan jadi penyelamatmu di hari akhir." 

Tersedak. Kembali saya pandangi wajah kedua anak saya. "Duhai, akankah kalian menjadi penyelamatku kelak, anak-anakku? Cukupkah ilmu yang kusampaikan pada kalian sehingga menjadikan kalian mengenal Allah?" Apakah saya sudah cukup mengenal Allah? Lalu bagaimana nasib kedua orang tua saya nanti? Mereka tentu juga memiliki harapan yang sama atas diri saya, seperti saya kepada anak-anak saya. Bisakah saya menyelamatkan mereka di hadapan Allah kelak?


Tepat satu tahun yang lalu, setelah hampir dua tahun Mama meminta saya untuk mulai membaca Al Qur'an dengan rutin, memahami artinya, menghayati tafsirnya dan mempelajari semuanya, untuk kebaikan saya sendiri. Saya mulai membuka kembali Al Qur'an terjemah yang sudah lama saya miliki. Walaupun tidak setiap hari, tapi saya biasa membaca Al Qur'an itu. Hanya membaca, mengaji kalau kata orang kita. Sedikit pun tidak saya baca terjemah berhuruf kecil-kecil di samping jejeran huruf hijaiyah dalam Al Qur'an itu. Semata karena saya merasa kewajiban membaca Al Qur'an saya sudah tuntas hanya karena saya sudah menyelesaikan membaca satu juz dalam setelan rally. 

Saya mulai membaca perlahan arti tiap ayat yang saya baca. Terlintas sebuah keinginan untuk bisa menghafalnya. Dengan menghafal arti ayat-ayat suci itu, setidaknya saya tahu apa yang sedang saya baca. Tapi daya ingat saya sudah makin payah. Usia tidak lagi muda, penyesalan cuma akan membuang-buang waktu. Saya harus menemukan cara yang efektif dan menyenangkan agar proses ini bisa saya jalani. 


Hobi saya sejak kecil adalah menulis. MENULIS dengan tangan, memakai kertas dan pulpen. Entah berapa jumlah buku harian yang penuh saya tulis sejak saya berusia 12 tahun sampai sebelum menikah. Hobi itu terhenti ketika saya menikah dan punya anak. Waktu saya tersita dan internet menggantikan gerak tangan saya menggores tinta di atas kertas. Saya mulai lebih mahir menekan-bekan tombol huruf di keyboard komputer ketimbang menulis di atas kertas. Tiga novel yang diterbitkan menjadi saksinya. Blog ini juga salah satu hasilnya. 


Sementara itu, keinginan untuk bisa sedikit demi sedikit memahami arti ayat dalam Al Qur'an makin membuncah. Saya mulai mengambil selembar kertas dan sebuah pena. Menyalin arti tiap ayat yang saya baca dengan tulisan yang seindah mungkin yang bisa saya buat. Dimulai dari surat Al Fatihah, tekad saya bulat; ingin tuntas menyalin semua arti ayat dalam Al Qur'an mulai tahun 2016. Saya tahu ini terdengar ambisius sekali. Entah pun saya bisa memenuhinya atau tidak, tapi hati saya begitu berdebar karena semangat yang tidak terbendung. Lembar demi lembar penuh dengan tulisan tangan saya. Menyalin arti dari ayat demi ayat suci itu membuat saya mulai paham beberapa hal yang tadinya belum pernah saya tahu. Sedikitnya, beberapa ayat yang sering saya dengar, saya bisa hafal artinya. 

Ini tulisan tangan terjemah Al Qur'an paling pertama yang saya buat bulan Desember 2015

Lembar-lembar tulisan tangan saya itu saya kumpulkan ke dalam satu album di Facebook milik saya, sebagai penanda hari saya memulainya, dan semoga ada teman yang mau menemani perjalanan baru ini. Saya tidak menyangka sama sekali, dari sana terbuka sebuah pintu besar yang tadinya bahkan saya tidak tahu kalau ada pintu itu dalam hidup saya. Allah Maha Kuasa. Semudah itu bagiNya membuka dan menutup jalan hambaNya. Tanggapan dari teman-teman di Facebook sangat positif dan membuat haru, membakar semangat saya menjadi makin berkobar untuk menyelesaikan tantangan ini.

Tidak menunggu lama, beberapa teman mulai memesan tulisan/lettering saya. Tadinya saya jengah, apa iya mereka serius mau membeli? Sebagus apa sih lettering saya yang baru mulai ini? Saya pun mulai tertarik untuk melihat-lihat lettering art artist-artist di Instagram. Melongo-melongo sendiri melihat keindahan karya tangan mereka, lalu mulai sedikit-sedikit mencuri ilmu mereka dari video-video tutorial yang mereka bagikan. Allah memberkahi mereka yang ikhlas berbagi ilmu.


Pintu-pintu yang dibuka oleh Allah melalui niat awal saya yang ingin bisa menghafal arti Al Qur'an begitu banyak. Sampai saat ini saya masih merutinkan membuat lettering art terjemah ayat Al Qur'an setiap hari, sambil menjalankan apa yang sekarang malah menjadi bisnis hobi yang menyenangkan sekali dilakukan dari rumah.

Souvenir




Wedding Signs





Home Decoration




Mural for Business





Mengisi Workshop





Kids Fun Art Club
 


Satu hal baru yang saya pelajari setelah beberapa saat mendalami lettering art, alat yang digunakan ternyata tidak banyak yang menjual secara offline. Beberapa brand malah merupakan produk import yang hanya bisa ditemukan di online shop. Saya mulai rajin mencari-cari alat gambar yang spesifik di online shop. Daripada saya ke mana-mana, saya selalu mencarinya di Bukalapak, karena di sana berkumpul banyak online shop dari berbagai kategori.

Alat untuk lettering itu banyak banget macamnyaaa!

Hanya dengan mengetikkan kategori alat yang saya cari, semua online shop yang menjual alat tersebut langsung terbuka. Saya lebih leluasa memilih dan menimbang-nimbang harga. Selain itu, di Bukalapak saya selalu merasa transaksi yang saya lakukan aman, karena pelapak/penjual baru akan menerima uang yang saya bayarkan saat saya sudah mengkonfirmasi barang sudah diterima di tangan.




Bukalapak membantu kelancaran pekerjaan saya sekarang. Semoga bisnis yang diawali dari hobi ini kelak bisa berkembang dan yang paling penting selalu diberkahi Allah. Saya banyak belajar di HIJUP Magazine seputar perempuan-perempuan inspiratif yang sukses merintis bisnisnya (sambil kadang suka khilaf belanja jilbab sekalian, hehehe). Semoga niat saya selalu terjaga dan banyak orang yang ikut merasakan manfaatnya, syukur-syukur terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Saya terbuka banget lho kalau ada yang mau mengajak untuk belajar bersama. Sekarang ini saya sudah menyusun sebuah modul latihan untuk di rumah berupa Brush Lettering Starter Kit. Yuk, belajar lettering art! ;)

Starter Kit yang saya susun untuk latihan lettering sendiri di rumah.


Selasa, 06 Desember 2016

Kenapa Didorong, Padahal Harusnya Ditarik?

  13 comments    
categories: 
Assalamu'alaikum.

Jadi kan, saya ngakak baca status Papap Rauf di Facebook:


Astaga! Ternyata ada juga yang ngerasa terganggu sama yang satu ini. :v Jadi kita bahas, nih? Semacam penting? Hahaha.

Gak tau kenapa, dari duuluuu saya selalu patuh sama aturan-aturan yang tertulis dan terbaca. Misalnya, lihat tulisan, "Dilarang buang sampah di sini," ya patuh. Gak bakalan berani buang sampah di situ. Atau misalnya ada tulisan, "Periksa lagi barang-barang milik anda sebelum meninggalkan taksi," saya mah beneran ngecek. Bukan karena takut ada barang yang ketinggalan, tapi karena merasa ada dorongan wajib mematuhi aturan yang gak sengaja kebaca di taksi.


Kepatuhan ini termasuk juga tiap kali melihat tulisan "Tarik" atau"Dorong"di pintu-pintu masuk minimarket atau gedung. Beberapa tulisan memang ada yang dalam bahasa Inggris; "Pull" dan "Push". Alhamdulillaah, saya nggak kebingungan bedainnya sih, padahal bedain kiri sama kanan saya masih suka ketuker.

So, kalau masuk minimarket sempet saya lihat orang lain enak aja maen dorong padahal tulisannya "Tarik" saya suka gemes pengen cubit-cubit pipinya. Halah. Kalau anak saya yang begitu, pasti langsung saya koreksi, karena kadang mereka suka gitu juga.

Saya paham sih, energi yang keluar untuk mendorong mungkin terasa lebih kecil ketimbang saaat menarik pintu. Apalagi pintu-pintu kaca tebal seperti di minimarket itu kan suka rada berat, ya. Tapi, kan itu ada tulisannya, masak dicuekin ajaa? Huaaa, Hayati baper.


Coba pikir deh, aturan pasti dibuat untuk menciptakan ketertiban. Kalau yang di dalam ruangan dengan tulisan "Dorong" patuh, dan yang di luar dengan tulisan "Tarik" cuek, kebayang yang terjadi? Dorong-dorongan pintu, gak kebuka-buka sampe lebaran unta. Atau lebih parah, yang di dalam baru sampai depan pintu, belum sempat dorong pintu, yang di luar dengan cueknya dorong pintu yang tulisannya "Tarik". Bisa bikin orang celaka. Lebih riweuh lagi, kalau ada petugas lagi nurun-nurunin barang berkotak-kotak.

Setelah pasang status tadi, terungkaplah beberapa alesan teman-teman saya yang ngaku masih suka cuek sama urusan Tarik-Dorong ini.  Alesannya macem-macem. Mulai dari:

"Bingung bedain Push sama Pull."

"Enakan dorong daripada tarik."

"Yang tulisannya "Tarik" lebih gampang didorong."

Hahahaha, dudul, ih. Terserah kaliyyan deh, terseraaah. *lah, kok pundung?* Sekalian masukan aja sama minimarket-minimarket, kalau emang niat kasih aturan Tarik-Dorong di pintu, sekalian aja kasih door-stopper, biar gak pada bandel. Wkwkwkwk. Di beberapa tempat saya pernah juga kok nemuin yang model gini. Yang "Push" gak bisa ditarik, yang "Pull" gak bisa didorong. Adil sejahtera, yang bandel terpaksa nurut. Hihihihi.

Maaf yah, ini tulisan gak ada intinya banget. Cuma omong kosong belaka yang sekadar menuh-menuhin postingan di blog. Semoga abis ini banyak yang ngelirik blog ini dan ngasih job bermilyar-milyar. Klik like dan aamiin.

Selasa, 29 November 2016

[Jogja Trip, Part 1] Punya Rumah di Jogja

  7 comments    
categories: ,
Assalamu'alaikum.

Haloo! Kangen pasti ya sama akyuu! Hahaha. Akhirnyaaa, Emak Gaoel piknik juga ke Jogja, shaaay! Girang bener, persis kayak orang jarang piknik. Yah, seperti ituuh. -_-

Let's go, pasukan! Kita piknik ke Jogjaaa! :D

Tanggal 11 November kemarin, alhamdulillaah ya Allah, sekeluarga akhirnya bisa juga jalan-jalan ke Jogja. Padahal beberapa minggu sebelumnya si Safina nih baru aja komplen, "Why I never went to any places?" Heh? Ape lu kate, bocah? Gini nih akibat ngajak anak piknik pas umur masih kekecilan. Lupa! Padahal dia udah pernah dibawa ke Singapur segala, ke Universal Studio, di sini ceritanya. Tapi ya itu, gara-gara masih kecil banget, dia gak inget, dong. Dan nuntut, mau piknik pokoknya. Ya Gusti, belom masuk jadwal vekesyien juga. Mana ni anak-anak kan baru selesai check -out dari hospital kemaren. Piye carane?

Allah Maha Mendengar. Mbak Irma, sahabat blogger sejak jaman kuda belum lebaran (eh) kontak saya dan nawarin jalan-jalan ke Jogja dan stay di homestay-nya yang baru buka beberapa bulan yang lalu. Sekalian, ada kerjaan buat mural/lettering service di sana. Alhamdulillaah, bisa liburan sambil kerja. Mbak Irma ini kok tau aja, ya? *towel ah*


Maka, seperti biasa, kisah traveling keluarga Emak Gaoel, gak akan jauh dari keculunan-keculunan akibat jarang piknik. Dari awal kita udah itung-itung budget yang ngepas banget buat pergi ber-empat. Mau naik pesawat? Coret! Naik kereta api? Mungkin. Tapi pilihan paling murah itu ya bawa mobil sendiri. Langsung ditolak metah-mentah sama suami. Hahahaha. Dia ogah bener pulang dari cuti badan pegel-pegel gara-gara kelamaan nyetir. Yo wes, naik kereta api tut tut tut aja. 

Masih inget cerita culun waktu saya pesan tiket ke Singapur ini? Kejadian lagi dong waktu pesen tiket kereta. Demikian. -_- Intinya, saya salah pilih tempat duduk, akibatnya kita berempat dapat tempat duduk di 4 gerbong terpisah. Huahaha, yang boneng aja luh? Akhirnya terrrpaksa ngurus ke stasiun, bayar ekstra 25% dari total harga tiket. Mayan, yah. Belom sampe Jogja, dompet udah mangap. Halah. 


Akhirnya kita sampai Jogja dengan selamat. Dijemput sama staff dari Pesona Jogja Homestay yang namanya Widhi (yang segera begitu ketemu langsung jadi kesayangannya aku di Jogja). ^_^ 

Aaah, Jogja. Mau mulai dari mana kita? "Kapan terakhir ke Jogja, Mbak Winda?" tanya Widhi dalam perjalanan menuju homestay. Saya dan suami langsung mesem-mesem. Terakhir ke Jogja adalaaah .... 14 tahun yang lalu, waktu kami honeymoon. Hahaha. Makin kuat dakwaan sebagai orang jarangg piknik. :p

Whatever. Pokoknya, begitu ada kesempatan untuk traveling sama keluarga gini, apa pun yang terjadi di depan, kita hadapi dengan hati senang dan ketawa-ketawa aja. Nanti di postingan lain aja ya saya cerita tentang tempat-tempat yang kami kunjungi. Kali ini saya kheuseus mau cerita tentang Pesona Jogja Homestay yang-ya ampun, sumpah- bikin males balik ke Bekasi. Hihihi. 

Pesona Jogja Homestay (PJH) ini basically seperti semacam cluster di tengah-tengah perkampungan penduduk yang lokasinya di tengah kota Jogja. Jadi, gak heran juga begitu saya sampai sana, mendadak saya ngerasa jadi orang Jogja, terus ngomong dimedok-medokin. PJH ini ada 6 rumah yang salah satunya difungsikan sebagai kantor. Kalau traveling sendiri atau cuma berdua, bisa pesan satu kamar aja. Kalau sekeluarga kayak saya, lebih ekonomis dan praktis pesan satu rumah. Oh iya, hari ketiga di sana, Mama Papa saya nyusul soalnya, jadi emang pas banget waktu saya dikasih rumah Prambanan yang berkamar tiga di PJH. 





Yang bikin makin betah di PJH adalah, staffnya semua ramah buangeeeetttt. Sopan buangeeeettt. Baik buangeeeet. Ya ampun, saya harus sering-sering ke Jogja biar hati adem ayem tentrem. Sungguh manusia-manusia yang menyenangkan hati. No wonder, orang betah banget di Jogja. Saya selalu jatuh cinta setiap ke kota ini. Btw, total ini kedatangan saya yang ke-lima kalau dihitung dari jaman sekolah dulu. Hihihihi. Jadi gak usah khawatir kebingungan di PJH. Semua staff di sana siap membantu, kapan pun. Mau ngibrit ke minimarket beli sikat gigi, dianterin. Mau makan pecel, dipesenin. Mau pinjem sendal jepit, dipinjemin. Makasih ya, Wid, sendal jepitnya. :v Termasuk, mau pesan mobil untuk keliling Jogja, dibantuin urusannya. Btw, driver/guide yang bawa kami sekeluarga keliling Jogja kemarin kerenlah. Namanya Dimas. Baik, sopan, rapi dan informatif. Recommended! Dimas oye! Pokoknya tinggal bilang, urusan beres. Warbiyasak. Safina sampe pengen ekstend di Jogja. Huehehe, sekolah, neng! 



Layaknya rumah, tiap rumah di PJH udah lengkap sama ruang tamu, ruang makan, dan dapur. Jadi kalau mau masak-masak sendiri juga bisa. Kamar mandi juga ada air panasnya. Gak usah khawatir kehabisan air, dispenser ada, kak. Tivi juga ada di tiap kamar. Dan saya senang bisa terima tamu di PJH, karena berasa kayak nerima tamu di rumah sendiri aja. Alhamdulillaah kemaren kedatangan beberapa teman di Jogja. Jadi nerimanya di ruang tamu rumah Prambanan-ku, dong. Hahahah, serasa nyonya rumah, beud. Makasih ya, Ndonz, Mbak Endah, Rian, Elsa dan Marul yang udah mampir ketemuan. 





Yang lucu, tiap saya mau keluar, saya selalu pesan kamar gak usah diberesin. Ya percuma, ntar juga berantakan lagi. Tetep aja diberesin sama Mbak Endang. Oh, I love you so much Mbak Endang dan kopimu. Dan berhubung saya sekalian kerja bikin mural buat PJH (nanti proses bikin muralnya saya ceritain di postingan lain juga, ya), bisa ditebak dong kalau saya begadang terus di sana. Tengah malam, butuh kopi, dibikinin juga, kakaaak. Ini tamu kok ngerepotinnya maksimal bener, ya? Fun fact paling bikin sirik adalah, di Jogja gak ada nyamuk. Begadang sampe subuh, pintu ngejeblak lebar, gak masalah. Hah! Hayati sirik, bang. Di Bekasi nyamuk kok keroyokan, ya? :( Kalau buat anak-anak, highlite stay di PJH adalah, lokasinya deket banget sama Malioboro, Museum de Mata dan De Arca. Jadi sempat juga ngerasain naik andong dan becak waktu kita di sana.


Kalau kamu gak mau ribet, lebih baik booking dulu kamar atau rumah di PJH lewat booking.com atau Traveloka. Simple banget, kok. Malah di booking.com kamu gak perlu bayar duluan. Seriuslah saya, kalau kamu pengen ngerasa punya rumah di Jogja selama liburan, stay di Pesona Jogja Homestay. It's more about the feeling you get inside when you're there. Pada saat kita sudah harus pulang nanti, tiba-tiba kita jadi merasa sedang akan pergi dari rumah. Ahelah, bikin baper nih. Pengen balik lagiiii!

-BERSAMBUNG-

Senin, 28 November 2016

Young at Heart di Usia Cantik

Assalamu'alaikum.

Kalau ada satu hal besar yang saya pelajari tahun 2016 ini, itu adalah belajar untuk menjadi lebih bahagia. Definisi bahagia saya selalu berganti-ganti setiap dekade dalam hidup saya. Di usia 10 tahun, kebahagiaan saya sangat sederhana; boleh tidur lebih malam, PR sudah selesai dikerjakan dan mendapat nilai bagus di sekolah. Usia 20 tahun, kebahagiaan saya berubah; bisa lebih lama hang out dengan sahabat-sahabat kampus dan … yeah, beberapa kali pacaran backstreet, deh. Hahaha. Masuk usia 30 tahun, saya justru masuk ke masa-masa galau mendefinisikan bahagia. 




Menikah, sudah. Punya anak-anak yang sehat dan cerdas, alhamdulillaah. Keadaan ekonomi, walau tidak berlebihan, alhamdulillaah juga tidak kekurangan. Tapi kok sempat merasa flat, ya? Nyatanya, saya terlalu pelik membuat definisi bahagia ketika usia masuk kepala tiga. Apa harus kerja lagi? Apa harus jadi orang terkenal? Apa harus mendapat penghargaan-penghargaan? Apa harus selalu jadi pemenang? Apa yang harus saya capai untuk bisa bahagia?


Belum lagi sejak dua atau tiga tahun yang lalu, Mama saya mulai sering kasih nasihat, “Umur udah mau 40, perbaiki diri. Karena kalau udah lewat 40 tahun nggak ada perubahan ke arah kebaikan, maka kamu nggak akan berubah selamanya.” Terus-terang, rada ndredeg dengernya. Waduh, berat juga jadi tua, ya? Heuheuheu.


Dikelilingi pikiran-pikiran seperti itu aja, tanpa diembel-embeli masalah lain, rasanya hidup kok makin berat? Udah bisa ketebak banget, beberapa tahun ke depan, saya pasti kelihatan jauh lebih tua dari usia saya yang sebenarnya. Karena saya luput sesuatu yang harusnya bisa membuat saya bahagia di usia 30-an. 



Sebuah pencerahan datang sekitar 4 tahun yang lalu, ketika Mama saya sakit. Ternyata nggak penting jadi sukses dan dipuja-puji, kalau hati sendiri gagal tertawa lepas tanpa beban. Hidup perlu ambisi untuk move forward, tapi terobsesi untuk terus mengejar kesuksesan ternyata membuat saya melupakan banyak hal sederhana di sekeliling saya yang amat sangat patut dihargai dan disyukuri. Saya pun mencoba mengubah persepsi tentang bahagia menjadi sesuatu yang jauh lebih sederhana, semata sebagai gerakan self healing diri saya yang mulai merasa gelisah.
Dulu, mendengar suara tawa anak saya yang menumpahkan susu ke meja, saya anggap biasa. Dulu, bermain dengan mereka menjadi satu kewajiban dan rutinitas yang otomatis saja buat saya. Apa saya merasa terbebani? Nggak. Tapi apa saya menikmati sepenuh hati? Tenyata nggak juga.  Saya lupa bersyukur dengan cara menikmati dan menghargai kebersamaan dengan keluarga yang nilai dan manfaatnya jauh lebih baik untuk kesehatan jiwa dan fisik saya.



Alhamdulillaah, saya cepat menyadarinya. Mengurangi kegiatan di luar rumah dan lebih banyak bercakap-cakap dan bercanda dengan suami dan anak-anak,  ternyata tidak mengurangi nilai saya sebagai seorang ibu dan perempuan. Dan saya lebih bahagia! Saya menemukan kebahagiaan paling murni di masa memasuki usia cantik saya. Iya, tahun 2016 ini saya genap berusia 40 tahun. Dan yang saya inginkan saat ini hanyalah bisa tertawa bersama keluarga. Yang lain, boleh diambil kalau sempat, tapi nggak perlu dikejar kalau tidak membuat hati saya lebih baik dari tertawa bersama mereka.



Satu lagi resep bahagia yang saya temukan dalam perjalanan saya memasuki usia cantik; banyak-banyaklah berinteraksi dengan anak-anak. Mereka memiliki niat paling murni dan tawa paling tulus tanpa kepentingan, tendensi dan prasangka. Sejak saya rutin bermain dengan anak-anak, mengumpulkan mereka di rumah untuk bermain kreatifitas yang kami sebut Safina’s Fun Art Club, saya makin sering tersenyum dan tertawa melihat polah polos mereka. Selesai kegiatan, biasanya capek luar biasa, tapi senangnya lebih besar.  



Ternyata bahagia itu buat saya adalah banyak tertawa dengan orang-orang yang paling saya cintai. Saya jadi menemukan hal-hal yang tidak terduga juga, misalnya, ternyata anak perempuan saya punya bakat melawak. Tiap hari ada aja kelakuannya yang membuat kami sekeluarga ngakak nggak abis-abis. Oh, and a bit additional, saya menemukan lagi hobi lama saya menggambar yang terlupakan ternyata sekarang makin melengkapi “kesederhanaan” bahagia saya. Kalau udah begini, mau minta apa lagi, sih sama Tuhan selain panjang umur dan bonus awet muda? I’m at my best today. 



Ngomong soal awet muda, hati boleh selalu merasa muda, tapi urusan kulit ya tetap harus dijaga, kan, ya? Kata orang sih, banyak ketawa bisa bikin awet muda. Tapi ada juga yang bilang, banyak ketawa, bikin garis tawa di sekitar mulut dan bibir makin kelihatan, lho. Apalagi kalau udah masuk usia cantik, nih. Itu asal-muasal kerutan di wajah. Waduh. Masak setelan muka harus tegang terus  demi menghindari kerutan dini? Errrgh. Kasian anak saya yang tukang ngelawak itu, kalo saya nggak ketawa sama joke-nya, dia bisa seddiiih. Heuheuehu.



Ternyata nggak susah kok menjaga kulit wajah di usia cantik (memasuki 40 tahun). Tenang ajalah, ada L’Oreal Revitalift Dermalift dari L’Oreal Paris. Rangkaian produk ini memang dikhususkan untuk perempuan usia matang kayak saya, nih. Masuk usia 35 tahun, harus udah mulai concern sama masalah-masalah kulit yang muncul. Sebisa mungkin kerutan-kerutan sekitar mata dan mulut ditunda kedatangannya dengan melakukan perawatan kulit. Makanya kudu rajin membersihkan muka dan pakai cream perawatan hariannya. Selain makan sehat dan banyak minum air putih, ya. Olahraga juga jangan lupa. Penting! 



Setelah lebih dari satu bulan mencoba rangkaian produk Revitalift Dermalift ini, saya merasakan sendiri kecantikan kulit wajah ada perubahan. Yang tadinya kulit wajah saya kering dan kusam, sekarang agak kenyal dan lembab. Setiap pagi sebelum memakai make-up dan malam menjelang tidur, saya membersihkan muka dengan Milky Cleansing Foam Revitalift Dermalift. Saya suka cleansing foam-nya, karena wanginya segar dan terasa ringan di kulit wajah saya. Setelah membersihkan wajah, pagi hari saya pakai Day Cream Revitalift SPF 23++ untuk melindungi kulit wajah dari efek paparan sinar matahari. Menjelang tidur, pakai Night Cream Revitalift. Waktu cari-cari tahu seputar tiga produk ini, saya menemukan kalau rangkaian produk L’oreal Dermalift ini mengandung Centella Asiatica yang diyakini mampu mengurangi kerutan sampai 27% dan meningkatkan kekencangan kullit sampai 35%, terutama di area-area rawan kerutan seperti antara alis mata, bawah mata, ujung luar mata, garis tawa/senyum sampai leher. Kalau penasaran mau nyobain, produk ini bisa didapat di http://bit.ly/UsiaCantik ya, kakaak. Serius, deh. Harus coba. 



Sekali lagi, kecantikan wajah nggak akan terlalu signifikan pengaruhnya terhadap kebahagiaan kita sebagai manusia, karena yang paling penting itu menjaga hati dari hal-hal yang merusak pikiran dan kebahagiaan. Tapi dengan terjaganya kesehatan kulit, setidaknya ikut menjaga mood kita sebagai perempuan yang sedang masuk masa rawan masalah kulit. Satu masalah sudah tertangani (masalah kulit), sehingga usia cantik bisa dihadapi dengan senyum. Yuk, senyum di usia cantik!

Gerakan #UsiaCantik ini sepenuhnya didukung oleh L’Oreal Paris Revitalift Dermalift.

#UsiaCantik
#LorealDermalift
#Emak2Blogger
#Emakblogger