Perselingkuhan tak harus berakhir dengan perpisahan. Percaya?
Perselingkuhan tak harus menyakiti satu pihak, terutama wanita. Percaya?
Perselingkuhan tak harus dilakukan sembunyi-sembunyi. Percaya?
Lalu apakah masih perselingkuhan namanya jika di dalamnya telah hadir sebuah pengertian?
Pengertian untuk saling mengalah dan memberi ruang untuk rival kita?
Rasanya permainan cinta lebih pantas untuk menggantikan istilah perselingkuhan itu.
Maksudmu cinta bisa dipermainkan?
Bukankah cinta itu urusan hati dan perasaan?
Hey! Hati dan perasaanmu bisa kau kendalikan. Dia adalah bagian dari dirimu. Tidak percaya?
Oke, aku berikan satu contoh tak bernyawa tentang perselingkuhan atau permainan cinta itu.
Satu contoh yang ada di depan mata kalian.
Garpu adalah lelaki.
Sendok adalah wanita pertama.
Dan Pisau Steak adalah wanita kedua.
Ketiganya terlibat dalam permainan cinta (atau perselingkuhan?).
Manakala bubur yang tersaji, maka itu adalah saat Garpu dan Sendok bercinta. Pisau Steak tak bisa dan tak boleh mengganggu. Sebab tak ada gunanya dia datang diantara mereka. Apalah gunanya Pisau Steak untuk sepiring bubur?
Sama halnya jika yang tersaji adalah Steak. Itu berarti Pisau Steak telah siap menanti romansa percintaannya dengan Garpu. Sendok boleh ikutan? Kadang boleh. Hey, wanita pertama selalu mendapat fasilitas lebih daripada wanita kedua, ketiga dan seterusnya. Begitu seharusnya bukan?
Lantas untuk kebaikan siapa permainan cinta itu dipertahankan?
Bukankah hidup dalam persaingan yang konstan hanya akan merusak jiwa dan hatimu?
Tidakkah kita harus jeda sejenak dan menikmati apa yang seharusnya menjadi milik kita dan hanya milik kita seorang. Tidak untuk dibagikan kepada pihak lain?
Tahukah kamu, kadang ada satu pihak yang terlupakan, diluar lingkaran cinta kalian bertiga. Pihak yang sangat berharap kalau kalian tetap seperti kalian apa adanya. Berselingkuh ataupun tidak. Poligami ataupun tidak.
Siapakah dia?
Aku perkenalkan Piring kepada kalian. Dia ada karena cinta Garpu dan Sendok. Dan dia juga bisa hadir karena cinta Garpu kepada Pisau Steak. Piring adalah buah cinta. Dia tak pernah sedikitpun memberikan sumbangan moril maupun ide atas perselingkuhan Garpu, ayahnya. Dia hadir karena ada cinta antara ayah dan ibunya.
Piring hanya saksi bagaimana cinta ayah dan ibunya bersatu. Tak pernah menginginkan diantara mereka terpisahkan.
Bukankah akan sulit bagi mereka semua, jika bubur hanya tersaji dengan Garpu, tanpa Sendok?
Dan akankah steak terpotong jika hanya ada Garpu, tanpa kehadiran Pisau Steak?
Sungguh, Piring tak ingin menjadi saksi ketimpangan ini.
Jika memang perselingkuhan itu tetap harus berakhir dengan perpisahan juga, jangan lupakan Piring.
*Renungan di meja makan, akibat terlalu malas untuk bergerak ke tempat mencuci piring*
Rabu, 24 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar