Kabar rencana perceraian Sandra dan Reza sukses bikin gagal acara weekend ke Singapura ketiga lajang itu. Ralat, dua lajang yang urung pergi. Karena alasan ikut prihatin, Tasha memutuskan untuk tidak jadi pergi dan memilih untuk menemani Sandra kalau-kalau diminta nantinya. Donny manyun, ngapain ke Singapura berdua sama Decky? Lama-lama, beneran dia bisa dikira gay sama orang-orang.
Decky sendiri memilih tetap pergi. Dua alasan utama. Pertama, bukannya dia tidak ikut prihatin akan prahara rumah tangga yang lagi dihadapi sama Sandra saat ini, tapi karena hanya dia yang tahu kalau sangat besar dalam kemungkinan perceraian mereka itu ada namanya tersangkut. Apa kabar dunia kalau tiba-tiba nanti dia dapat surat panggilan sidang cerai mereka sebagai saksi? Uum, mungkin nggak, sih? Apa pun, Decky mending menjauh aja, deh! Kedua, dia harus tetap ke Singapura, ada atau tidak adanya kejadian yang menimpa Sandra ini.
Decky sudah ada di bandara Soekarno Hatta siang itu. Dia berusaha menghubungi Donny untuk memastikan apakah Donny jadi ikut dengannya atau tidak. Nggak lucu kan begitu pesawat sudah take off, tahu-tahu si Donny nongol di Bandara cuma gara-gara salah lihat jadwal pesawatnya. Lagian, memang belum ada konfirmasi lebih lanjut dari Donny tentang jadi atau tidaknya dia berangkat ke Singapura. Mengingat niat awalnya sudah hampir bisa dipastikan yaitu ke Singapura untuk pacaran sama Tasha, sedangkan sekarang Tasha tidak jadi berangkat.
“Don, jadi pergi gak lo?”
“Nggak tau nih, Ky. Menurut lo enaknya gimana? Mana tiket promo, nggak bisa di-refund. Rugi juga gue. Return, lho! Tapi ya, mau apa lagi…Ah, jadi bingung, deh!”
“Ya, udah..pergi aja kan nggak masalah juga. Tapi gue nggak janji ya bisa nemenin lo di sana.”
“Pret lu ah! Gue juga ogah kemana-mana bareng lo, emang gue cowok apaan! Mending gue jalan sendiri. Lagian gue tau kok, lo ada urusan yang lebih penting di sana. Cuma sekarang, mau ngapain gue sendirian di sana?”
“Terserah! Ini pesawat berangkat sejam lagi. Kabarin gue kalo lo jadi atau nggak, ya!” Decky mengakhiri pembicaraan mereka di telepon.
Decky sudah masuk ke ruang tunggu yang memang sudah dibuka. Memainkan Blackberry-nya tanpa tahu apa pastinya yang harus dilakukannya dengan benda kecil itu. Pikirannya jelas bukan berada bersamanya saat ini. Entah di Singapura, entah di Jakarta memikirkan Sandra, entah di mana. Decky tidak bisa mencegah dirinya untuk tidak memikirkan Sandra dan masalah rumah tangganya. Sampai sekarang dia masih tak habis pikir, terheran-heran luar biasa, bagaimana seseorang bisa menyimpan cinta begitu lama dan setelah melalui begitu banyak kejadian dalam hidupnya yang sama sekali tidak melibatkan Decky di dalamnya.
Demi Tuhan, Sandra sudah menikah dan punya anak! Kebahagiaan seperti apa lagi yang dicarinya? Tidak ada yang bisa mengatakan kalau Sandra tidak bahagia selama ini. Dia menikah dengan lelaki pilihannya sendiri. Hidup mapan, dikaruniai seorang anak yang sehat, lucu dan menggemaskan. Kalau Decky berada di posisi Sandra, pilihan ekstrimnya demi menikmati hidup adalah berhenti bekerja dan memulai usaha di rumah. Begitu indahnya bagi Decky melihat keluarga bahagia seperti keluarga Ratna dan Sandra. Mereka berdua seperti pemasang garis standard yang harus dilalui oleh ketiga sahabat mereka yang belum menikah. Jangan menikah kalau kalian tidak bisa sebahagia kami atau lebih! Kira-kira begitu mungkin kalimat passing grade untuk hal itu.
Tapi lihat sekarang. Sandra mempertaruhkan segalanya. Bukan lagi mempertaruhkan, mungkin malah sudah menyerahkan segalanya. Demi apa? Demi Decky? Bahkan sulit sekali bagi Decky untuk sedikit saja merasa bangga pada dirinya, karena Sandra lebih memilih dia daripada suaminya. Itu benar-benar pikiran tolol menurut Decky. Bahkan ego laki-lakinya tidak terpancing untuk keluar dan bragging tentang hal itu. Ini bukan prestasi. Sama sekali bukan!
Sebuah SMS masuk. Dari Tasha. “Ki, Sandra otw ke bandara, mau nyusul elo! Gw baru aja dikasih tau Ratna. Duh, kayaknya stress beneran deh tu anak. Gw udah tau ceritanya. Gk nyangka gw, ternyata Sandra cinta mati sama elo dari kuliah. OMG! I’m on my way too!”
What the…?!! Decky panik, walaupun nggak jelas juga kenapa dia harus panik. Sebentar lagi pesawatnya take off, dia sudah ada di dalam waiting room. Biarpun Sandra bisa menyusul ke bandara, nggak mungkin juga dia bisa masuk sampai ke ruang tunggu ini. Kecuali dia masih sempat beli tiket yang sama, atau ketemu sama bapak petugas penjaga pintu masuk yang terenyuh mendengar kisahnya. Mendadak Decky terbayang adegan Cinta yang ngos-ngosan mengejar Rangga di airport di film AADC. Astaga! Sumpah, norak bangeeet!
Ping! BBM masuk, dari Sandra, di grup private mereka, Decky, Sandra dan Ratna. Itu artinya Ratna pasti baca juga BBM ini. “Gue harus ketemu lo, Ki! Plis, tunggu!”
Ping! Dari Ratna. “Ki, tunggu aja deh. Kalo bisa lo keluar dulu sebentar buat nemuin kita.”
Astaga! Kenapa sih perempuan-perempuan ini? Decky menekan nomor Donny. Nggak tahu juga kenapa dia malah menghubungi Donny. Tapi paniknya sudah sampai ke ubun-ubun. Boro-boro bisa balas BBM dari Ratna dan Sandra itu, memutuskan untuk duduk atau berdiri aja sekarang dia bingung. Decky berjalan mondar-mandir di dalam ruang tunggu itu sambil menunggu Donny mengangkat telepon.
“Ki, gue on the way ke bandara. Lo tunggu di luar, ya! Sandra mau nyusul lo, kata Ratna. Waduh, sumpah gue nggak tau mau ngomong apa, Ki! Gue baru tau kalo Sandra…” Seperti biasa, Donny yang nggak kenal sama phone courtesy itu, nyamber begitu mengangkat telepon dari Decky.
“Iya, iya…buruan ke sini! Gue bingung, nih! Mau apa Sandra nyusul gue ke sini? Lagian pesawat gue kurang dari sejam lagi berangkat!” jawab Decky cepat lalu langsung memutuskan pembicaraan.
Decky kembali jalan mondar-mandir di ruang tunggu. Mau mikir juga sekarang rasanya tidak mungkin. Otaknya sedang tidak bisa diajak bekerja dengan maksimal. Satu-satunya yang ada di dalam kepalanya sekarang hanya sebuah pertanyaan. Mau apa Sandra nyusul dia ke bandara?
Belum-belum Decky sudah bisa membayangkan adegan drama yang nanti akan terjadi. Sandra akan berlari-lari sambil memanggil namanya dari kejauhan. Sementara Ratna dan Tasha, mungkin juga Donny, akan berusaha untuk mencegahnya. Lalu dia? Ya, apa yang akan dilakukannya? Berdiri diam seperti orang bego? Menunggu Sandra sampai di hadapannya? Lalu apa? Masalahnya dia sama sekali tidak tahu apa maunya Sandra. Ah, sinting!
Sebuah SMS masuk. Dari Tasha. “Ki, Sandra sama Ratna udah sampe di bandara. Mending lo keluar dulu sebentar. Gw sebentar lagi sampe!”
In the name of my whole life of searching for love! What is going on here? Decky nyaris berteriak saking paniknya. OK, tenang, mas bro, ujarnya dalam hati. Jangan panik kayak ibu-ibu kebakaran daster. Mari berpikir seperti seorang laki-laki. Pakai logika, jangan pakai perasaan.
Decky menarik nafas panjang sebelum akhirnya berjalan keluar ruang tunggu.
“Mas, sebentar lagi pintu pesawatnya mau dibuka. Sepuluh menit lagi take off!” kata petugas yang menjaga di pintu ruang tunggu.
“Iya, mas! Ada yang ketinggalan. Tunggu sebentar, ya!”
Decky berlari sambil meringis. Yeah, right! Yang bener aja itu pesawat mau nungguin dia. Siapa elo? Ah, bodo, deh! Yang penting dia harus selesaikan dulu masalah ini. Entah masalah siapa, yang pasti dia nggak mungkin pergi begitu aja ninggalin Sandra tanpa tahu apa maunya.
Dari kejauhan dia sudah bisa melihat Sandra dan Ratna di depan pintu kaca untuk masuk ke area check-in penumpang. Mereka sedang berbicara dengan seorang petugas. Sandra melihat Decky berjalan dengan cepat ke arah mereka.
“Decky!”
Decky tersenyum canggung kepada si petugas dan berusaha melewatinya. Dia menarik tangan Sandra keluar dan menjauh dari depan pintu kaca itu.
“Ada apa, sih San?”
Sandra diam menatap Decky. Ratna menunggu dari kejauhan. Celingak-celinguk menunggu Tasha dan Donny. Decky menunggu Sandra menjawabnya.
Suara derap sepatu orang berlari terdengar mendekat. Sandra, Ratna dan Decky melihat ke arah datangnya suara itu. Tasha dan Donny ternyata sampai bersamaan di bandara. Mereka sedang berlari-lari ke arah mereka bertiga.
Sekarang lima sahabat itu sudah berkumpul, canggung sekali. Decky dan Sandra agak memisah, sedangkan Ratna, Tasha dan Donny memandang mereka dari jarak tiga meter. Pemandangan yang aneh sekali.
“OK. Aku udah nggak peduli lagi kalau semuanya ikut mendengar ini. Decky, will you marry me? Aku akan kasih hak asuh Dio ke mas Reza. Please, Decky. Menikah denganku! Jangan pergi mencari Kayla! Dia sudah menikah dan bahagia di sana! Aku yang selama ini mencintaimu tanpa henti!”
Manusia lalu lalang di hadapan mereka, tapi hanya diam dan dingin yang terasa aneh yang kini dirasakan oleh keempat sahabat Sandra. Is she out of her mind?!
BERSAMBUNG
Image from www. thebroadhighway.blogspot.com
Gosh!!! She is out her mind awrait! Hahaha, gilaaa... This is best deh Winda!
BalasHapushuhuhuuuuu...*garuk2 tembok, panik gimana beresinnya* wuaakakakakaaaakkkk
BalasHapusKayak di pelem-pelem dah...
BalasHapus