Assalamu'alaikum.
Sosok ayah dalam setiap keluarga pasti istimewa, untuk ibu dan juga anak-anaknya. Begitu juga di keluarga kecil saya. Suami saya juga sosok yang istimewa dan luar biasa untuk saya dan anak-anak. Alasannya apa? Boleh ya, saya cerita sedikit. #senyum
Suami saya tumbuh dalam keluarga kecil dan tidak memiliki saudara perempuan. Satu-satunya sosok perempuan dalam hidupnya sejak lahir adalah Mamah (ibu mertua saya). Hal ini mempengaruhi sifat dan sikapnya sehari-hari. Dalam hal menghadapi anak perempuannya sekarang, dia masih banyak bertanya kepada saya, karena sejak kecil jarang terlibat langsung dengan anak perempuan kecil. Tapi di lain pihak, suami saya menjadi sangat bonding dengan ibundanya. Hal ini adalah satu hal yang saya syukuri sampai saat ini karena dia tumbuh menjadi laki-laki yang sangat menghargai perempuan dan sosok seorang ibu.
Profesi suami saya bukanlah profesi yang umum. Dia seorang jurnalis harian olahraga. Jam kerjanya terbalik dengan jam kerja ayah-ayah lain pada umumnya. Saat hampir sebagian besar ayah sudah sampai di rumah pukul 6 sore, dia masih berada di kantor sampai pukul 2 pagi. Begitulah siklus kerjanya sejak kami menikah. Dulu waktu belum punya anak, dia memanfaatkan waktu pagi sampai siang hari untuk beristirahat. Bukan apa-apa, selain jam kerjanya yang "ajaib" itu, hari kerjanya pun bisa dibilang "unordinary" karena dalam satu minggu hanya punya satu hari libur. SATU! Hari Sabtu adalah satu-satunya hari dia tidak ngantor. Hari Minggu? Justru jadi hari tersibuk dalam satu minggunya di kantor.
Dengan jam dan hari kerja seperti itu, dan dua anak yang butuh perhatian seorang ayah, suami saya pun berusaha mengatur kesehariannya. Banyak pengorbanan yang dia lakukan agar anak-anak tidak merasa jauh darinya. Sebab, kalau waktu pagi hingga siang harinya dipakai untuk beristirahat, bisa dipastikan, suami saya tidak akan pernah bertemu dengan anak-anak.
Sejak 10 tahun yang lalu, alur keseharian rumah tangga kami memang jauh berbeda dari kebanyakan keluarga pada umumnya. Pagi hari walaupun masih dalam keadaan mengantuk suami saya bersikeras untuk mengantar anak-anak ke sekolah. Katanya, "Biar sempat ngobrol di motor sama mereka." Siang harinya, dia hanya sempat beristirahat 2 jam saja sebelum pergi menjemput mereka lagi. Pukul 2 siang dia mulai bersiap-siap ke kantor dan menghabiskan harinya di sana sampai dini hari.
Di sela-sela pekerjaan rutinnya di harian olah raga, sesekali suami saya menerima tawaran menjadi komentator pertandingan sepak bola di televisi. Ini dilakukannya sepulang kerja, jadi bisa dipastikan dia akan sampai rumah sudah menjelang jam 9 pagi. Pernah saya tanya karena khawatir dengan kesehatannya, "Capek, gak? Kalau capek jangan dipaksain." Dia berkata, selama bertanggungjawab dengan tubuh sendiri, dan melakukannya lillaahi ta'ala, insya Allah tidak apa-apa.
Di hari Sabtu sebisa mungkin dia mengosongkan waktunya untuk keluarga. Hanya sesekali saja dia bisa memuaskan hasratnya di dunia musik dengan menghadiri acara komunitas musik yang diikutinya. Itu pun kadang dia bawa anak sulung kami, agar waktunya masih bisa dibagi dengan anak.
Kadang dia harus meninggalkan kami selama sebulan penuh karena tugas meliput pertandingan sepak bola di luar negeri. Saat dikirim kantornya ke Ukraine dan Afrika Selatan, hampir tiap hari kami komunikasi via chat. Dia selalu menanyakan kabar anak-anak dan saya.
Bertahun-tahun sudah kami menjalani gaya hidup seperti ini. Kadang saya suka meringis sendiri kalau ingat bagaimana dia dulu saat anak-anak baru lahir. Suami saya itu penakut sekali. Sampai usia anak 3 bulan dia tidak berani menggendong anak tanpa didampingi oleh saya. Padahal ikatan batin kan bisa terjalin sejak bayi dengan anak, ya. Menyadari ketakutannya itu, saya pun berusaha untuk selalu ada di dekatnya saat dia menggendong dan mengganti pakaian anak. Sesekali kalau anak kami sedang dimandikan, saya minta dia untuk menyiapkan semua peralatan mandinya. Kalau dia sedang ada keberanian, saya suka minta dia ikut menyabuni anak kami. Sengaja saya memilih sabun dan shampo bayi yang aman, terutama kalau tidak sengaja terkena mata. Saya nggak mau suami saya mendadak panik melihat busa sabun dan sampo masuk ke mata anaknya. Hihihihi. Makanya dari dulu saya selalu pakai produk Zwitsal untuk kedua anak kami. Selain aman di mata, Zwitsal juga teruji Hypo-Allergenic.
Sebagai seorang suami, ayah dan lelaki, dia adalah sosok luar biasa. Saya, anak-anak, memandangnya sebagai laki-laki tekun, gigih, penyabar dan penyayang keluarga. Saya pribadi banyak belajar darinya untuk menjadi istri yang lebih baik. Suamiku, ayah yang luar biasa.
Sosok ayah dalam setiap keluarga pasti istimewa, untuk ibu dan juga anak-anaknya. Begitu juga di keluarga kecil saya. Suami saya juga sosok yang istimewa dan luar biasa untuk saya dan anak-anak. Alasannya apa? Boleh ya, saya cerita sedikit. #senyum
Suami saya tumbuh dalam keluarga kecil dan tidak memiliki saudara perempuan. Satu-satunya sosok perempuan dalam hidupnya sejak lahir adalah Mamah (ibu mertua saya). Hal ini mempengaruhi sifat dan sikapnya sehari-hari. Dalam hal menghadapi anak perempuannya sekarang, dia masih banyak bertanya kepada saya, karena sejak kecil jarang terlibat langsung dengan anak perempuan kecil. Tapi di lain pihak, suami saya menjadi sangat bonding dengan ibundanya. Hal ini adalah satu hal yang saya syukuri sampai saat ini karena dia tumbuh menjadi laki-laki yang sangat menghargai perempuan dan sosok seorang ibu.
Profesi suami saya bukanlah profesi yang umum. Dia seorang jurnalis harian olahraga. Jam kerjanya terbalik dengan jam kerja ayah-ayah lain pada umumnya. Saat hampir sebagian besar ayah sudah sampai di rumah pukul 6 sore, dia masih berada di kantor sampai pukul 2 pagi. Begitulah siklus kerjanya sejak kami menikah. Dulu waktu belum punya anak, dia memanfaatkan waktu pagi sampai siang hari untuk beristirahat. Bukan apa-apa, selain jam kerjanya yang "ajaib" itu, hari kerjanya pun bisa dibilang "unordinary" karena dalam satu minggu hanya punya satu hari libur. SATU! Hari Sabtu adalah satu-satunya hari dia tidak ngantor. Hari Minggu? Justru jadi hari tersibuk dalam satu minggunya di kantor.
Dengan jam dan hari kerja seperti itu, dan dua anak yang butuh perhatian seorang ayah, suami saya pun berusaha mengatur kesehariannya. Banyak pengorbanan yang dia lakukan agar anak-anak tidak merasa jauh darinya. Sebab, kalau waktu pagi hingga siang harinya dipakai untuk beristirahat, bisa dipastikan, suami saya tidak akan pernah bertemu dengan anak-anak.
Sejak 10 tahun yang lalu, alur keseharian rumah tangga kami memang jauh berbeda dari kebanyakan keluarga pada umumnya. Pagi hari walaupun masih dalam keadaan mengantuk suami saya bersikeras untuk mengantar anak-anak ke sekolah. Katanya, "Biar sempat ngobrol di motor sama mereka." Siang harinya, dia hanya sempat beristirahat 2 jam saja sebelum pergi menjemput mereka lagi. Pukul 2 siang dia mulai bersiap-siap ke kantor dan menghabiskan harinya di sana sampai dini hari.
Di sela-sela pekerjaan rutinnya di harian olah raga, sesekali suami saya menerima tawaran menjadi komentator pertandingan sepak bola di televisi. Ini dilakukannya sepulang kerja, jadi bisa dipastikan dia akan sampai rumah sudah menjelang jam 9 pagi. Pernah saya tanya karena khawatir dengan kesehatannya, "Capek, gak? Kalau capek jangan dipaksain." Dia berkata, selama bertanggungjawab dengan tubuh sendiri, dan melakukannya lillaahi ta'ala, insya Allah tidak apa-apa.
Di hari Sabtu sebisa mungkin dia mengosongkan waktunya untuk keluarga. Hanya sesekali saja dia bisa memuaskan hasratnya di dunia musik dengan menghadiri acara komunitas musik yang diikutinya. Itu pun kadang dia bawa anak sulung kami, agar waktunya masih bisa dibagi dengan anak.
Kadang dia harus meninggalkan kami selama sebulan penuh karena tugas meliput pertandingan sepak bola di luar negeri. Saat dikirim kantornya ke Ukraine dan Afrika Selatan, hampir tiap hari kami komunikasi via chat. Dia selalu menanyakan kabar anak-anak dan saya.
Bertahun-tahun sudah kami menjalani gaya hidup seperti ini. Kadang saya suka meringis sendiri kalau ingat bagaimana dia dulu saat anak-anak baru lahir. Suami saya itu penakut sekali. Sampai usia anak 3 bulan dia tidak berani menggendong anak tanpa didampingi oleh saya. Padahal ikatan batin kan bisa terjalin sejak bayi dengan anak, ya. Menyadari ketakutannya itu, saya pun berusaha untuk selalu ada di dekatnya saat dia menggendong dan mengganti pakaian anak. Sesekali kalau anak kami sedang dimandikan, saya minta dia untuk menyiapkan semua peralatan mandinya. Kalau dia sedang ada keberanian, saya suka minta dia ikut menyabuni anak kami. Sengaja saya memilih sabun dan shampo bayi yang aman, terutama kalau tidak sengaja terkena mata. Saya nggak mau suami saya mendadak panik melihat busa sabun dan sampo masuk ke mata anaknya. Hihihihi. Makanya dari dulu saya selalu pakai produk Zwitsal untuk kedua anak kami. Selain aman di mata, Zwitsal juga teruji Hypo-Allergenic.
Sebagai seorang suami, ayah dan lelaki, dia adalah sosok luar biasa. Saya, anak-anak, memandangnya sebagai laki-laki tekun, gigih, penyabar dan penyayang keluarga. Saya pribadi banyak belajar darinya untuk menjadi istri yang lebih baik. Suamiku, ayah yang luar biasa.
"Hanya cinta yang bisa membuat pengorbanan menjadi bernilai ikhlas yang sempurna."
Wah. Salut Mbak. Sesibuk apapun tetap menyediakan waktu untuk keluarga. Semoga nanti punya anak bisa seperti itu juga.
BalasHapusaamiin, insya Allah.. :D
HapusTerahru baca postingan.ini :')
BalasHapusduh maap ya, bikin terharu...hihihihi
HapusBerkaca 2
BalasHapusBerkaca 2
BalasHapususap air matamu mak..halah :)))
Hapusterharu dan sukaaa banget tulisannya, soft selling yang menyentuh, jadi belajar banyak dari tulisan ini ttg cara review produk:)
BalasHapusmakasih yaa... :D
Hapusterharu bacanya mak..
BalasHapusjadi inget,tiap liat bola,kl komentatornya bang edu,suamiku langsung bilang "itu suaminya temenmu" hehehe
hihihihi, semoga kapan2 suamimu bisa ketemu suamiku, dan aku bisa ketemu dirimu ya maak.. :')
Hapusaaaihhh mak, tulisanmu penuh gula-gula. manis. tapi juga bikkn nangis :')))
BalasHapuspermeeen kali.. :)))
Hapusjam kerja yang luar biasa, hebat ya mak sama suami bisa saling berbagi. waktu yang sedikit benar-benar dimanfaatkan untuk keluarga. Bukan jumlahnya tetapi kualitasnya. :)
BalasHapussetujuu...yg penting berkualitas.. :)
HapusLuar biasa sekali
BalasHapusTidurnya hanya jam
Lebih luar biasa lagi masih bisa akrab dg anaknya
iyaa...tidurnya dikiiit...makanya kalau lagi libur suka biarin aja tidur sampe puas, kasian.. :')
HapusTreharu bacanya Mak. Luar biasa
BalasHapusduh, makasih ya...padahal nulisnya sambil ngikik2 inget suami penakut banget waktu anak2 masih bayi hahahaha
Hapusbaca ini habis tharawih *nyessss
BalasHapuskenapa nyeess? pasti ketumpahan es teh manis ya? hahahahaa
Hapussalluuuttt...dua jempol mba.. :)
BalasHapusmakasih mbaak.. :*
Hapusadeemmmmm.................... hehhee
BalasHapuskulkas kallee..hahahahaa
Hapuskerrren.. bu
BalasHapusterima kasiih... :D
HapusTerharu bacanya maaaak
BalasHapus*sodorin tissue* :)))
HapusIni lomba apa sponsored? hehehee *kepo tapi eike sukanya johnson and johnson (lebih gagal fokus). But above all, your husband is awesome and you are one lucky woman to have him just like he is the luckiest man to have you ^^ <3 <3
BalasHapuslomba maak, lomba bersponsor...
Hapustapi teteplah, biar pun lomba harus nulis dari hati, kaan...tsah..apalagi nulis tentang suami..ihhiiyy...
makasih ya mak.. :D
nulisnya bener-bener dari hati nih... penuh cinta... :D
BalasHapusIhhiiyyy....lah kok gw yang ihhiy? :))))
HapusSalut maaaak, udah sibuk tapi keluarga tetep nomer 1. Ditambah lagi ngeblog yang jalan terus, bener2 mak gahoool dah!
BalasHapusAamiin, semoga kita semua bisa jadi orang tua terbaik utk anak2 kita ya... :)))
HapusDibalik jam kerja suami yang "unordinary" ada istri yang extra ordinary...
BalasHapusIhiyyy^^
Ada istri yg kuat begadang juga...wkwkwkwk
HapusHanya ada satu kata untuk menggambarkan semuanya, yakni SALUT buat suaminya.
BalasHapusTerima kasih mas... :)
Hapusnah ini baru ayah keren yang mau ikut andil mengurus anak-anak
BalasHapusKalo gak mau, siap2 aja ngadepin istri galak...lah? Hahahahaha
HapusWah ayah dan suami hebat. Ketemu dmn dulu mak sama suaminya? Duh mupeng aku pgn suami kyk gt
BalasHapusPercaya gaak, kita ketemuan di chat room...wkwkwkwk...monggo dicoba....hihihihi
Hapuspaham bgt dunia jurnalis maklum papah saya jg jurnalis berita metropolitan untung aja suami ngelembur2 tapi dirumah..hehehe
BalasHapusWah siapa nama papamu? Dunia jurnalis biasanya akrab, apalagi sama jurnalis senior, biasanya kenal... ;)
Hapusaih terharu bacanya neh mak
BalasHapusHehehehehe makasih yaa
Hapuspengorbanan seorang ayam plus suami yah. Ahh, jadi kangen suamikuu
BalasHapusDuh suaminya lagi di mana mom?
HapusKeren...
BalasHapusSalut bgt
Makasih maà k :)
HapusLangsung ingat satu nama di (kalau tidak salah ingat) Harian Topskor: Edu Krisnadefa. Foto bareng Fernando Torres dan komunitas Beatlemania, saya berani menebak ini pasti fan Liverpool. :D
BalasHapusSalam kenal. Saya nyasar tapi betah di sini. :)
Beyul mas, itu suami saya.
HapusSalam kenal juga ya. Terima kasih sudah mampir :)
Wah... Bang Edu hebat...
BalasHapusSama kita ya mak...beruntung punya suami dan ayah super hebat :). Thumbs up for Bang Edu :)...aku ngg tau bagaimana kalau Udi, my munchkin, tidak bersamaku di saat suka dan suka..laaah, kok jadi mellow :)
BalasHapusSalut sama Om..mudahan trs sehat.
BalasHapusSelalu suka tulisan mak winda......kalo aku malah kebalikan..biasanya diatas 3 bln petugas mandiin suami..soalnya sudah mulai banyak gerak..takut licin ha ha ha
BalasHapusAlhamdulillah.. Bersyukur ya Mbak, punya partner hidup seperti beliau :D
BalasHapusSuka banget ama quote nya ""Hanya cinta yang bisa membuat pengorbanan menjadi bernilai ikhlas yang sempurna."
BalasHapusSeneng nya punya suami baik sayang anak istri meskipun sibuk banget
Kira-kira bagaimana ya rasanya menjadi Ayah? ehmm
BalasHapusBelajar banyak dari suaminya emak. "Bayangin jadi Ayah :')
BalasHapuswaw, wonderful husband, :)
BalasHapusAyah yg hebat..
BalasHapusMemang butuh pengorbanan ya buat selaraskan jadwal dengan anak..