Comparison is the thief of joy.
Kalau boleh agak keras dikit, comparison is the killer of confidence. Oh yes, this is gonna be long. 😅
Berapa sering kita baca artikel parenting yang mengatakan, jangan membanding-bandingkan anakmu dengan anak orang lain?
"Si Anu udah bisa baca, kok kamu belum juga?"
"Sepupumu udah hapal satu juz, kamu baca quran aja masih plintat-plintut."
"Kamu gak pengen kayak si Onoh, ranking satu terus?"
Udah tau sih teorinya, jangan banding-bandingin anak dengan anak lain, tapi susah juga gak blingsatan kalau ngeliat anak seumuran anak kita berprestasi, udah bisa ini itu, punya piala selemari. Panas, sis! Panassss. Mikirnya, kurang apa gw jadi ortu? Ngajarin anak full, pake pecut segala. Tapi kok gak bisa kayak anak lain? #pecut
Lompat ke si anak dulu. Gw sering banget liat, anak2 abege/kuliahan bikin status, "Gue cuma mau bikin orang tua gw bangga." Maaf, gw sedih bacanya. Cita-cita kok cuma mau bikin orang tua bangga? Apa selama ini orang tuanya gak pernah bangga sama dia? Apa dengan melahirkannya aja gak cukup udah jadi anugerah terbesar dari Tuhan? Kenapa harus jadi beban anak untuk membuat orang tuanya bangga? Kenapa anak jadi mengejar prestasi demi membuat bangga orang tuanya?
Tentu aja gak salah punya keinginan membuat bangga orang tua. Tapi sebagai orang tua, gak perlu nunggu anak berprestasi, menang lomba, ranking satu, hapal seluruh isi kitab suci dulu kan untuk menunjukkan kita bangga sama mereka?
Gw selalu percaya bahwa ketrampilan perlu diasah, termasuk terampil melihat kelebihan anak. Kadang kita suka lupa anak kita gak pernah berantem atau bikin masalah di sekolah, karena galau nilai-nilainya di sekolah kurang bagus. Kita gagal melihat anak kita selalu jadi yang pertama membagi bekalnya ke teman-temannya, karena mumet mikirin tinggal dia sendiri yang belum bisa baca di kelas. Kita bahkan gagal mengingat kalau setiap malam dia tak pernah lupa mencium kita sebelum tidur, karena siangnya kita nelongso liat lemari tetangga penuh sama piala-piala anaknya.
Sadar atau tidak, walaupun kita berusaha tidak mengatakannya, kekecewaan kita mungkin tercermin di perilaku kita ke mereka. Anak selalu pulang tepat waktu, gak pernah nongkrong dulu, jadi sesuatu yang biasa aja dan gak pernah dihargai. Kita terlalu fokus memikirkan prestasi besar apa yang belum bisa dicapai anak, sehingga yang "kecil" menjadi tidak penting dan kelihatan. Padahal yang "kecil-kecil" itu yang membentuk pribadi mereka. Semakin kita hargai, akan semakin mantap langkahnya dalam menjalani masa2-masa tumbuhnya. Rasa percaya dirinya akan tersusun rapi seperti lego tinggi, dibangun dari paling bawah satu per satu, dengan fondasi lebar dan kuat, yaitu dukungan dan penghargaan org tua atas dirinya.
Orang dewasa, oranh tua, saya juga, kadang suka jago berkilah, kita membandingkan mereka agar mereka termotivasi untuk mau belajar/bekerja lebih keras. There are probably more than a thousand other ways to motivate your children. Silakan cari mana yang sesuai, dan yang penting, yang tidak meninggalkan kerusakan psikis ke anak kita, yang tidak merusak rasa percaya dirinya, yang tidak menimbulkan kekesalan dan kemarahan dalam hatinya.
In the long term, membanding2kan anak kita dengan anak lain, bisa menimbulkan dendam, amarah dan kekecewaan. Sebelum anak2 kita berbalik memusuhi kita karena mereka mulai putus asa tidak berhasil memenuhi standard orang tuanya, mending kita sebagai orang tua yang mulai belajar untuk bisa menghargai anak, mendukung apa yang ingin dilakukannya dan tidak pusing dengan apa yang orang lain punya.
Jadi nanti, ketika anakmu berkata, "I want to make you proud, mom, dad." Katakan kepada mereka, "That's good! But I'm already proud of you, and I will always be. So, it's not something you need to work on, you already make me proud. Let's focus on the bigger thing, what do you want to do? I'll support you, as always."
*catatan hati* *hati yang baper* 😂
Secara gitu; anak-anak sekarang demennya protes. "Itu kan, Kakak, bukan aku." Emak mlipir aja ^_^
BalasHapusAku mah kadang kalo misal gemes sama tingkah Vito lebih ke "nyadarin" daripada "bandindin". Misalnya Vito minta dibacain soal latihan, aku bisa aja bandingin Vito sama temennya si A yang pinter di kelas, tapi aku lebih enak bilang "Udah kelas 3 dong bang harus berusaha, banyak latihan baca kan bukan anak TK lagi." Wkwkwk
BalasHapusSenangnya bisa bw lagi ke sini udah lama, Mak.
setuju mbak membanding2kan adalah sikap yg tidak terpuji......
BalasHapusBelajar dari yang lalu ya, mbak. Default ortu2 dulu sih, buat saya jangan sampe dicopas ke anak2. Thx remindernya ☺
BalasHapusI'M agree.
BalasHapusJangan pernah menyamakan anak kita dengan anak orang lain.
Sering ada anak Yang curhat ke saya (kebetulan saya kerja di SMP)...
Mereka banyak bermasalah dg ortu gara2 sering dibandingkan dg anak lain :)
Nice post mak!