Minggu, 12 September 2010

Aku Benar-benar Minta Maaf... :(

  3 comments    
categories: 
Lebaran tahun ini memang dahsyat untukku....Ehm, ralat...Ramadhan kali ini memang dahsyat untukku. Banyak cobaan, banyak ujian. Bikin sadar kalau Tuhan memang beneran sayang sama aku. Duh, makasih ya Allah, masih nyempetin nyolek aku di antara kesibukanMu di atas sana. Aku jadi merasa diperhatikan. :)

Dari sekian banyak cobaan, cobaan hati adalah yang paling berat buatku. Menahan untuk tidak marah, tidak iri, tidak dengki, tidak usil, tidak reseh, tidak sombong, tidak sabar, tidak ikhlas...huaaaa....Mudah-mudahan aku lulus menghadapinya.

Suka takut jadi orang munafik. Ketawa melihat orang sombong, padahal ternyata diri sendiri sombong. Geli melihat orang pamer, padahal nggak sadar suka pamer juga. Iri melihat keberhasilan orang dan mencibir, sewot dengan kesalahan kecil yang sepele dan lain-lain. Wuaaawww....nggak gampang jadi orang baik di mata Tuhan ternyata. Tapi nggak boleh menyerah. Tuhan Maha Baik, Dia pasti sabar menunggu hambaNya untuk berubah menjadi lebih baik, asal kita jangan berhenti mencoba. Yakiiin!

Selamat hari raya, ya. Maafkan kalau aku pernah bikin kesal kamu semua. Walaupun aku bisa bilang itu nggak sengaja, tetap saja itu jadi dosaku karena sudah buat kamu jengkel sama tingkahku.

Maaf terbesar untuk Mama dan Papaku. Maaf, belum juga bisa meringankan beban kalian.

Untuk suamiku. Maaf, belum juga bisa menjadi istri yang baik dan penurut untukmu.

Untuk anak-anakku. Maaf, belum juga bisa menjadi ibu yang penyabar dan lemah lembut untuk kalian.

Untuk saudara-saudaraku. Maaf, belum juga sempat mendatangi tempat kalian untuk bersilaturahmi karena alasan sibuk, sibuk dan sibuk nggak jelas.

Untuk teman-temanku. Maaf, belum juga bisa menahan diri untuk tidak tertawa di atas penderitaan kalian, dengan alibi cuma bercanda.

Maafkan akuuuu!!! Huhuhuhuuuu....

Senin, 06 September 2010

Berbeda Untuk Bersama (Dalam Pernikahan)


Berapa banyak dari anda yang sering kesal setiap hari menemukan tube pasta gigi anda peyot-peyot tak beraturan karena pasangan anda yang memakainya terakhir memencet tube itu dari arah tengah, sedangkan anda terbiasa memencetnya dari ujung tube agar terjaga bentuknya? Menyebalkan ya saat bagi anda itu adalah sesuatu yang mengganggu. Berapa banyak dari anda yang sering jengkel karena pasangan anda ternyata suka sekali menunda-nunda suatu urusan sampai ke menit-menit terakhir, sedangkan anda adalah orang yang sangat ingin semua urusan beres secepatnya? Heran, kenapa dulu waktu memutuskan menikah hal-hal sepele yang mengganggu macam ini tidak pernah terpikir untuk diselesaikan, ya? Ah, namanya juga cinta. Tai kucing aja bisa jadi rasa coklat kata Jamal Mirdad. Heheheee...

Saya termasuk salah satu yang 'kecele' setelah menikah dengan suami saya. Hidup bersama untuk awalnya menjadi seperti sebuah kejutan listrik kecil-kecilan setiap harinya. Eh, nggak nyangka ternyata dia kalau tidur nggak bisa diem. Eh, nggak pernah tahu kalau dia merokok ternyata harus minum air putih dulu. Eh, kok baru ketahuan ya kalau dia mau jalan itu ribetnya setengah ampun? Dan banyak eh-eh lainnya lagi.

Kalau sudah begitu apa lantas langsung mencari penyelesaian ekstrem seperti berpisah? Lah, kok jadinya 'lebay' banget ya? Saya pribadi mencoba untuk membicarakannya dengan pasangan saya pada awalnya. Walaupun saya sadar sekali kalau sebuah kebiasaan itu sulit sekali untuk diubah apalagi dihilangkan. Paling tidak kita harus kompromikan, karena salah satu sudah merasa terganggu. Setelah duduk bersama, ternyata dia juga punya komplain yang sama dengan saya. Ada beberapa kebiasaan saya yang ternyata juga mengganggu untuknya.

Alhamdulillah, pada akhirnya, setelah pernikahan berjalan memasuki hitungan tahun, beberapa kebiasaan dia yang mengganggu saya sudah mulai berkurang. Dan saya pun berusaha untuk menghilangkan atau paling tidak mengurangi kebiasaan 'terburu-buru' saya yang ternyata agak mengganggu dia. Hehehehe...

Dari sana saya belajar sesuatu tentang perbedaan dan cinta. Ternyata menyikapi sebuah perbedaan itu kuncinya hanya satu : Cinta bo! Tidak seharusnya sebuah perbedaan menjadi sebuah awal perpecahan. Semua bisa dihadapi dengan baik dan toleransi yang tinggi jika ada kasih sayang dalam menyelesaikannya.

Lantas kalau ternyata perbedaan itu masih tetap membawa perpecahan juga bagaimana dong, ya? Ahahaaa, buat saya sih sederhana saja. Kembalikan ke cinta lagi. Benarkah kita cinta? Cinta kadang suka 'nyaru' dari kasihan atau tidak enak. Tidak usah menutup mata. Banyak sekali pernikahan yang terjadi atas dasar kasihan atau tidak enak. Kasihan, dia sudah begitu banyak berkorban selama pacaran. Tidak enak, undangan sudah keburu disebar. Walaaah, jangan ya... Terlalu banyak yang dipertaruhkan dalam sebuah pernikahan. Banyak sekali pihak yang tersakiti kalau pada akhirnya akan berujung pada perpisahan.

Berani memutuskan menikah, berarti berani berkorban demi cinta. Harus bisa menyamakan persepsi untuk masa depan berdua, plus anak nantinya. Tidak mungkin rasanya menemukan dua persepsi yang sama persis ada dalam dua kepala yang berbeda. Cara berpikir masing-masing kita pasti berbeda. Menemukan titik tengah di antara dua persepsi itu adalah sebuah kompromi yang harus selalu kita hadapi dalam pernikahan. Saya pribadi, pada akhirnya, berusaha menikmati proses kompromi tiada henti itu. Hidup tidak hidup kalau tidak ada perbedaan. Bayangkan kalau kita semua sama dalam berpikir, alangkah membosankannya. Belum lagi kalau ternyata kita sama-sama menemukan dead-end untuk sebuah masalah, susah kan kalau tidak ada pemikiran yang berbeda?

Apapun itu, kembalikan perbedaan kita dengan orang-orang yang kita cintai pada titik awalnya, yakni cinta. Insya Allah, cinta adalah sebuah harapan untuk kebaikan, maka cinta pula yang nantinya akan menjadikan perbedaan itu sebuah ruang untuk selalu bersama menghadapi kehidupan.

***

sumber gambar dari http://media.bigoo.ws/content/image/cartoon/cartoon_76.gif




Minggu, 01 Agustus 2010

Sejuta Topan Badai Keong Racun Spammer Plagiator!!!

  2 comments    

Wedeh!
Hahahahaa...Apaan sih ini? Mulai dengan 'wedeh'. Wkwkwkwk...
Maklum, lagi ke'panas'an abis main-main di 'rumah tetangga'. Rameeee rumpiannya. Mau mulai dari mana? Tukang spam bergerilya gak kenal waktu dan sopan santun? Plagiator yang gak kapok-kapok kayak maling jemuran kambuhan? Atau keong racun yang racunnya udah nyebar ke mana-mana? Hahahahaa....Pantes aja gue kegerahan di sana. Ampyuuun! >.<

Ngadem lagi, balik lagi ke sini. Dikau emang oase di padang pasir, Cil! ("Cuih," kata si Ketjil. "Sekarang aja lo inget gue lagi!") Wkwkwkwkwk...Ya maap! Sensian lu ah! Serius, Cil! Di sana sumpek banget. Kayak tinggal di perumahan padat penduduk. Boro-boro bisa ngumpet meditasi di kamar sendirian. Lah, kamarnya aja gak punya pintu. Siapa aja bisa masuk. Makanya banyak banget tamu tak diundang tiba-tiba dateng gak kenal waktu. Nawar-nawarin ini-itu, padahal gue gak butuh. Wahahahaaa...Sengaja didiemin dulu, maksudnya biar dia ngerti aja kalo gue gak minat. Eh, keukeuh jumeukeuh nawarin. Gue tolak secara halus, kasian juga soalnya, namanya juga orang usaha. Eh, makin keukeuh jumeukeuh! Wah, darting. Ngajak ribut? Sabar...sabaaar...Akhirnya gue ajak barteran, sini deh barang lo gue beli, tapi lo beli juga ya barang gue. Eh, dia malah ngeloyor. Wakakakakaaak...Kok gak keukeuh jumeukeuh lagi? Gue kirain, syukur deh dia udah kapok nawar-nawarin barangnya. Eh, nongol lagi dong! Kalo lo jadi gue, emosi gak? Hahahahaaa.....Gak usah dijawab.

Belom lagi itu tukang nyontek kambuhan. Ketahuan nyontek sekali, langsung diapus tulisannya. Menghilangkan jejak. Ketahuan dua kali, gitu lagi. Ketahuan tiga kali, minta maaf sambil (tetep) ngapus tulisan yang hasil contekan tea! Ketahuan lagi dong! Astaga! Gue screenshot sekalian tuh buat bukti, sebelum dia ngapus lagi. Dodol! Tapi sempet ada yang nanya, emang buat apaan sih pake di-screenshot segala? Hahahaha...Buat apa kek! Terserah gue deh. Mau gue pake jadi screensaver di kompie gue sekalian. Biar gue inget, jangan jadi maling karya orang lain. Memalukan! Sungguh terlaluh! (Bang Haji Rhoma's style).

Heuddeuh! Jadi bisa maklum kan sekarang kalo gue balik lagi di mari, Cil? Maklumin aje yeee...Hihihihihi....

Oh iya, satu lagi yang belum gue ceritain ya? Keong Racun! Wkwkwkwkwk...Fenomenal banget tuh Keong. Wuahahahaaaa....Gue pribadi sih suka-suka aja liat dua cewek manis joget-joget nyanyi lagu Keong Racun di youtube itu. Centil tapi asyik. Tapi tetep aja ada yang sinis. "Gak penting!" katanya. Wuakakakaaak, gak penting tapi komennya di semua tulisan yang ngebahas tentang tuh keong bertaburan di mana-mana. Kalo emang gak penting, ya jangan baca sekalian. Toh dari judul juga udah jelas, Keong Racun, Fenomena Keong Racun Mengguncang Indonesia, atau Keong Racun Sarapan Sehat Masa Kini. Hiyahahahaaaa...

Ah, sudahlah. Mulai konsen lagi. Itu lomba-lomba jadwalnya makin neror gue tiap hari. Huaaaaa...Belum ada satupun tulisan yang jadi. Hiks!

(image from http://rlv.zcache.com/angry_face_sticker-p217187033122846650qjcl_400.jpg)

Minggu, 25 Juli 2010

Work Hard Before Play Hard?

  3 comments    

Lana memutuskan untuk lembur masuk kerja hari Senin besok. Tidak ada lagi semangat yang tersisa untuk pergi ke Sentosa Island bersama dua sahabatnya, Fani dan Ogi. Alex sudah menceritakan padanya kalau dia harus hadir di acara gathering kampusnya Senin sore. Dengan berat hati dia membatalkan untuk ikut ke Sentosa bersama mereka bertiga. Lana diam saja berusaha terlihat tenang.

Sama sekali tidak dibahasnya tentang percakapan yang didengarnya antara Alex dan Sally. Memikirkannya saja sudah membuat kepalanya berdenyut. Apalagi membawanya ke permukaan menjadi sebuah percakapan dengan Alex. Biar saja, pikirnya. Baginya tak ada yang harus diklarifikasi. Toh Alex bukan pacarnya. Belum. Tak ada yang perlu dijelaskan tentang status mereka masing-masing saat ini.

Lana memang sedang berupaya untuk menipu hatinya saat ini. Mungkin dengan masuk kerja hari Senin nanti, dia akan cepat melupakan resah dalam hatinya itu. Itu harapan Lana.

Fani sendiri protes keras ketika Lana membatalkan pergi ke Sentosa.

“Kenapa?” tanyanya tak mengerti.

“Males ah, kalo cuma bertiga. Ntar gue ganggu lo berdua,” kata Lana ogah-ogahan.

“Yeee, gak gitu juga kali! Emangnya selama gue pacaran sama Ogi, pernah gitu lo gue cuekin?” Lana tetap protes.

“Ya, nggak sih. Cuma maksud gue, ini kesempatan lo buat berdua aja sama dia. Pergi aja. Biarin deh gue kerja. Lumayan lemburannya lebih gede kalo kerja di hari off, kan?” jelas Lana lagi, berusaha meyakinkan Fani.

“Emang mau masuk jam berapa? Kalo lo masuk pagi, gue tungguin deh sampai jam empat, biar bisa bareng,” Fani masih tetap bersikeras mengajak Lana pergi.

“Masuk siang. Pulang jam dua belas malam,” kata Lana singkat.

Fani terdiam sebentar. Dipandangnya Lana. Dua hari ini mukanya kusut sekali. Tidak ceria seperti biasanya. Tadinya Fani berpikir dia sedang datang bulan. Tapi sepertinya tidak terlalu begitu juga biasanya kalau dia datang bulan. Tapi Lana kenapa? Tanyanya dalam hati.

Tidak biasa-biasanya juga Lana diam, memendam sendiri kalau dia sedang punya masalah. Dia selalu cerita kepada Fani, apapun masalahnya. Apapun itu, Fani yakin sekali kalau Lana sedang menyembunyikan sesuatu.

Cara berbicaranya pada Alex juga jadi berubah, dalam penglihatan Fani. Dia jadi lebih kaku dan seperti menjaga jarak dengan Alex. Jangan-jangan ini memang ada hubungannya dengan Alex? Lana berusaha menelusuri masalah Lana.

Siang itu mereka akan masuk kerja. Lana meninggalkan Fani di lokernya tanpa mengatakan apa-apa lagi setelah percakapan itu. Fani hanya memandangnya melangkah ke luar ruang ganti.

“Lan! Atau kita mundurin aja acaranya ya?” Fani berteriak dengan sisa-sisa usahanya untuk membujuk Lana.

“Jangaan! Susah lagi nemuin jadwal yang cocok. Udah pergi aja!” kata Lana sambil menutup pintu.

Fani diam lagi. Kali ini dia sudah bisa melihat sedikit alasan Lana kenapa dia ikut membatalkan pergi. Bukankah kemarin Alex juga bilang dia tidak bisa ikut? Ada acara kampus katanya. Pantas. Mungkin dia kecewa karena Alex tidak ikut. Akhirnya Fani menghela nafas lega setelah menemukan sendiri kesimpulannya.

Fani keluar dari ruang ganti wanita dan berjalan santai menuju lift khusus karyawan. Alex tampak berjalan menuju ruang ganti pria sambil membuka dasinya. Dia tersenyum melihat Fani.

“Hai. Lana mana?” tanyanya seperti biasa.

Selalu, setiap dia bertemu Fani, yang ditanya olehnya lebih dahulu adalah Lana.

Fani menunjuk ke atas, mengisyaratkan Lana sudah menuju pos kerjanya di Reception lantai satu hotel itu. Alex menganggukkan kepalanya.

“Alex! Kamu emang betul nggak bisa ikut hari Senin?” tanya Fani akhirnya.

Alex berhenti di depan pintu. Dia mengangkat bahunya dengan ekspresi sebal lalu menggeleng lemah.

“Tidak bisa. Maaf, ya! Sebab dosenku juga hadir. Aku harus ada di sana,” jelas Alex padanya.

“OK…Saya cuma kasihan sama Lana. Dia yang ingin sekali ke sana. Tapi dia malah akhirnya memutuskan untuk lembur di hari liburnya. Katanya dia tidak mau pergi kalau cuma bertiga,” kata Fani lagi.

“Dia mau masuk kerja?” tanya Alex sedikit terkejut.

Fani menganggukkan kepalanya.

“Ya sudah. Biar saya jemput dia pulang kerja hari Senin itu. Saya akan langsung ke hotel setelah acara sekolah saya selesai,” ujarnya seperti pada dirinya sendiri.

Fani kembali menganggukkan kepalanya. Semangatnya untuk pergi ke Sentosa Island hanya tinggal lima puluh persen saja. Kalau saja Ogi bukan pacarnya, mungkin dia juga akan membatalkan untuk pergi. Fani tidak ingin melewatkan juga keinginannya untuk jalan bersama Ogi selama satu hari penuh. Walaupun akan lebih menyenangkan kalau ada Lana dan Alex bersama mereka.

Sudahlah. Kapan-kapan bisa direncanakan lagi, harapnya sendiri. Tanpa disadarinya dia sudah sampai ke dapur restoran yang ditujunya.

Tampak Uncle Stephen sedang berteriak-teriak menyuruh para chef trainee itu untuk bergerak lebih cepat. Suasana dalam dapur memang selalu panas. Panas karena hawa api untuk memasak dan juga panas oleh hawa emosi para awaknya. Di mana-mana sama saja. Fani ingat dapur tempat prakteknya di kampus. Pak Dadang, dosen yang mengajar bagian Kitchen juga selalu berteriak-teriak dan memukul keras-keras apapun yang ada di dekatnya. Kalau kebetulan di dekatnya ada panci stock yang besarnya hampir sebesar tubuhnya itu, maka dia akan memukul panci itu dengan sekeras-kerasnya.

Fani melihat suasana di dalam dapur sekilas. Untung aku bukan praktek di sana, pikirnya lega. Fani bersyukur dia bekerja di bagian depan restoran. Di mana segalanya tampak rapi, bersih, penuh tata tertib, damai dan sedikit romantis dengan alunan musik klasik yang lembut serta dinginnya penyejuk ruangan yang disetel dengan maksimal. Para tamu itu tidak tahu bagaimana kacau-balaunya di belakang sana menyiapkan hidangan untuk mereka di restoran yang elegan ini, kata Fani sambil mengambil cloth putih untuk mengeringkan goblet yang sudah selesai dicuci oleh para busboy di belakang.

Keindahan dalam restoran itu hanya sebatas permukaan saja. Sebatas yang perlu ditampilkan di mata para tamu yang mereka layani. Padahal untuk menghadirkan keindahan itu, banyak sekali keributan dan kekacauan serta kepanikan yang harus terjadi di belakang. Para chef itu pontang-panting menyiapkan pesanan mereka. Panik jika sampai pesanan itu terlambat hadir ke meja tamu. Belum lagi kalau ada kekacauan seperti sup tumpah atau salah memberi garnish dan sebagainya. Semua harus dilakukan dengan benar dan cepat. Tidak heran Uncle Stephen tampak jauh lebih tua dari usianya. Pekerjaannya sungguh berat. Lagi-lagi Fani asyik sendiri dengan pikirannya.

“Fani! Move!” sebuah suara keras mengejutkannya.

Reflek Fani meloncat ke arah samping. Sebuah trolley besar berisi piring dan mangkok berjumlah ratusan sedang di dorong oleh seorang waiter dengan susah payah. Waiter itu menghentikan trolley tepat di samping Fani. Lantas dia tersenyum dan menyerahkan selembar kertas. Inventory. Begitu yang tertulis di kertas itu.

Fani melenguh pelan. Uuuh, kenapa selalu aku yang kebagian tugas menyebalkan ini? Ratapnya dalam hati. Apa karena statusku cuma trainee? Tega banget sih! Fani cemberut mengambil kertas itu lalu mulai menurunkan piring-piring keramik yang berat itu sedikit demi sedikit. Menghitungnya satu demi satu. Menyesuaikan jumlahnya dengan data di kertas itu. Lalu menuliskannya kembali di kolom yang baru. Sungguh memuakkan. Tiba-tiba dia hanya ingin saat itu dia dan Ogi sudah sampai di pinggir pantai memandang pulau Batam dari Sentosa.
***
BERSAMBUNG
image from http://www.blackwolf-images.com/images/dis/sw_animals.jpg

Minggu, 18 Juli 2010

G, Konflik dan (Tetep) Cemburu Dibahas...Hahahaaa....

  2 comments    
Hahahahaaaai...
itu si G emang jaiiil banget! Entah jail atau emang dia pinter baca pikiran dan perasaan orang lewat tulisan. Selalu telak nebak apa yang gw coba sampaikan secara tersirat dalam tulisan-tulisan gw. Bahkan kadang yang spooky-nya lagi, dia bisa nebak pesan lain yang justru tadinya gk kepikiran sama gw dan tring, malah dia yang berhasil nemuin. Wkwkwkwkwk...dukun lo ya? Hahahaaaa....
Puisi Hello Jealousy itu bener-bener gambaran suasana hati gw waktu gw bikin itu. Waktu itu G cuma ketawa-ketawa ngakak aja bacanya. Tapi pas dia baca cerpen tentang cemburu gw, dia bisa langsung menilai itu bener-bener datang dari dalam hati! Shit! Jadi mau malu gw ketauan. Wkwkwkwkwk....
Padahal gw gak bilang apa-apa sama dia soal cemburu-cemburuan itu. Lagian gk pengen juga diumbar-umbar. Tapi kayanya gelora cemburu di hati gw kebaca sama dia lewat cerpen gw. Hahahaaa...you're good, G! Damn good! Wkwkwkwkwk....
Ngomong-ngomong soal cemburu...Delapan tahun menikah plus dua tahun pacaran, baru kali ini lho gw ngerasain. Makanya gw jadi jungkir balik gk karuan gini. Gak ngerti mesti gimana. Gak ngerti mesti bereaksi seperti apa. Dan gak ngerti mesti ngomong apa? Walaaah...gak enak bener dah!
Menyebalkan banget kena perasaan yang satu ini. Mudah-mudahan bisa cepet ilang. Abis perasaan gw kok kayanya itu rasa merusak hati banget ya? Susah ngelupainnya, walaupun alhamdulillah gw masih bisa menemukan sisi lucu dari kejadian itu. Teteeeup, cemburu ya cemburu. Jeles ya jeles aja. Wkwkwkwkwk...Mumeeet!
Gak penting ya gw ceritain apa yang gw cemburuin. Biarlah gw yang tau dan nelen getirnya sendiri. Hkkk, jleb! Cuma ngerasain cemburu itu bener-bener pengalaman baru buat gw. Wkwkwkwkwk...Gilaaa, sepuluh tahun lho berhubungan, kok ya baru pertama kalinya ngerasain cemburu? Kemana aja, mbakyuuu??? Hahahahaaa....
Apa mungkin karena gw ini termasuk pribadi yang terlalu cuek ya? Maca ciii? (Sumpah gw eneg banget nulis kata 'maca cii' ini..hueek!). Apa itu artinya gw bukan pribadi yang romantis picis kacang buncis engklek, ya? Waduh, susah dong! Katanya mau ikutan lomba penulisan novel romansa di Gagas Media. Lha, yang nulis gk romantis gini. Huahahahaa...capcay deee....
Back to G again, katanya kadang perlu ngerasain konflik itu sendiri untuk bahan tulisan kita. Huaaaa...tapi gw gk pengen ngerasain yang kayak gini lagi! Benar-benar menyebalpun! Emang terasa sih sebenernya kekuatan aura cerita gw dengan mengalami sendiri cerita yang gw tulis. Beda kalau itu cerita dari hasil mengkhayal. Tapi, tetep gak mauuuu lagiii!!!
Sampai saat ini pun sebenernya gw masih sebel sama si cemburu itu. Bukan sebel sama pemicunya. Masalahnya sendiri udah kelar dari kapan tau! Wkwkwkwk...cuma cemburunya itu masih suka ilang nimbul gitu. Gimana sih caranya nenggelemin dia sampe modar sekalian? Hueee...
Jealousy...bete deh looo!!!
G, silahkan ngakak yang kenceng, biar Mamimu bingung sekalian. Hahahahaa....

Jumat, 16 Juli 2010

Hello, Jealousy...

  4 comments    
Hello, jealousy...
What are you really?
I've tasted you once...
It was kinda sweet...
But you didn't go at all..
You stay still instead...
Then the sweetness becomes bitterness...

Hello, jealousy...
Won't you please just go?
Let love takes your place...
Like you took its place before...
So sweetness will come once again...

Hello, jealousy...
How to deal with you?
You come and go as you wish...
Can you at least tell me...?
Tell me why you are here...

Hello, jealousy...
Can you tell my love one...?
That you're already here...
In my heart...
So he can help me to let you go...
Becoz I've tasted you...
And that's enough...

Bye, jealousy...
Let love take the way...
Come again some other time...
Only next time...
Please visit him, instead of me...
Hahaaa...

Kamis, 15 Juli 2010

Sayembara Cerpen dan Cerber Femina

  4 comments    
Ayooo...Siapa mau ikutaaan? Terus terang gw tertarik sih. Bukan sama hadiahnya, walaupun iyess saya butuh duit. Hahahaa...
Tapi mau ngukur aja, bisakah? Dan kalau ini gw anggap tantangan, berarti harus gw sambut. Sebab, gw gak bisa nyuekin tantangan.
Gimana, ma prens? Kalian pasti lagi mikir-mikir...hmmm, ikut gak yaaa?
Ayyolaaah...kata seseorang dulu kala...you've got nothing to loose...Hahahahaa...
Cekidot di sini, okeh! ^^b

Selasa, 13 Juli 2010

Resep Si Onis : Epilog Absurd (Part 30)

  No comments    
categories: 
EPILOG ABSURD

Aku mendengar suara klakson berulangkali dari luar kamarku. Cepat-cepat aku berlari menuju balkon dan melongokkan wajahku ke bawah. Sebuah limousine barwarna hitam dengan rooftop terbuka berhenti di depan rumahku. Kulihat Tanabe san tengah menyembulkan kepalanya dari rooftop limousine hitam itu. Sebuah karangan bunga mawar merah teracung tinggi di tangan kanannya. Dia tersenyum padaku dengan penuh kebahagiaan.

Aku tak bisa menahan senyum mengembang di wajahku. Rasanya aku adalah perempuan paling bahagia di dunia. Dia datang ke rumahku membuktikan cintanya padaku. Kudengar dia memanggilku dari bawah.

"Fani! Faniii!"

Lama-lama suara beratnya berubah menjadi suara tinggi Mamiku.

"Faniiii! Bangun doong! Udah siang begini! Makanya cepet dong cari kerja lagi. Jangan nganggur melulu. Mami senewen deh bangunin kamu tiap hari kayak gini," kudengar Mamiku ngomel membangunkan aku dari mimpi indahku.

Semprul! Mimpi itu datang lagi. Sudah empat bulan ini mimpi ala film Pretty Woman itu menghampiri tidurku. Sungguh norak. Berarti sudah empat bulan aku menganggur dan tidur sampai siang seperti ini.

"Iyaaa!" teriakku malas dari dalam kamarku.

Tiin! Tiin! Kudengar suara klakson mobil dari luar. Lho? Aku masih mimpi atau sudah bangun sih? Mendadak aku kehilangan orientasi sesaat. Aku berlari ke arah balkon dan melongokkan wajahku ke bawah. Sebuah sedan hitam mirip limousine berhenti di depan rumahku. Aku mengusap-usap mataku dengan setengah tidak percaya. Ternyata itu sebuah taksi berargo mahal yang dulu selalu dinaiki Onis. Aku nyengir menyadari kebodohanku. Tentu saja tidak mungkin ada limousine datang ke rumahku. Dan lebih tidak mungkin lagi aku berharap Tanabe san akan muncul dari dalam limousine itu dengan seikat mawar merah ala Richard Gere dalam film Pretty Woman itu. Hahaha...anak bodoh, kutukku pada diri sendiri.

Aku kembali ke dalam kamar sambil tertawa sendiri. Aku tidak peduli siapa yang datang. Paling-paling tamu untuk Mami, pikirku.

"Faniii! Ada tamu niiih!" Mami memanggilku dengan berteriak.

Siapa? Jadi taksi tadi membawa tamu untukku? Aku segera berlari ke bawah masih mengenakan dasterku.

Onis! Onis dengan perutnya yang mulai membesar. Aku tertawa lebar melihatnya. Aku kangen sekali padanya. Dan aku bahagia sekali melihat perut gendutnya itu.

Oh Tuhan, dia tidak menggugurkan kandungannya! Aku sangat bahagia. Aku menghambur ke arahnya untuk memeluknya.

"Oniiis! Gue kangen bangeeet!" kataku sambil berlinangan air mata. Norak banget, deh. Biarin ah, pikirku.

Onis tertawa ngakak melihat reaksiku. Dia membalas pelukanku dengan hangat. Kuajak dia untuk duduk di taman belakang rumahku. Aku ingin mendengar ceritanya. Semuanya. Tentang Misako. Tentang Tommy. Tentang kehamilannya. Tentang Tanabe san kalau bisa. Huhuhu...ngarep!

Panjang dan lama Onis bercerita. Intinya dia memberanikan diri untuk meneruskan kehamilannya. Tommy sudah bisa dipastikan menghilang begitu dia memutuskan untuk tidak menggugurkan janinnya itu. Ayah Onis tidak bereaksi banyak mendapai putrinya hamil tanpa suami. Dia sudah terlalu pikun untuk itu. Dan Dion, adiknya, ternyata bisa mengerti kondisi Onis dan dengan tahu diri mencari kerja sambilan untuk membiayai kuliahnya. Onis dan keluarganya pindah rumah ke rumah yang lebih kecil di pinggiran Depok. Menjauhi segala omongan tetangga yang malas didengarnya. Dan sekarang Onis membuka sebuah toko pakaian anak-anak di dekat rumahnya dari modal tabungannya selama ini. Aku tidak mau bertanya-tanya dari mana hasil tabungannya itu. Aku cukup mengerti akan itu.

Aku menatap Onis dengan kagum. Dia sudah berubah menjadi wanita yang sangat dewasa hanya dalam kurun waktu yang sangat singkat. Empat bulan! Kurasa hormon keibuannya membantunya tumbuh dewasa dalam berpikir sekarang. Onis tidak meledak-ledak seperti aku mengenalnya dulu. Dia berbicara dengan tenang sambil sesekali mengelus-elus perutnya yang membuncit itu. Dia masih tetap cantik dan modis seperti biasa.

"Deni gimana?" tanyaku. Mau tidak mau aku jadi teringat dengannya.

"Aku nggak tau, Fan. Kabar terakhir yang aku dengar dia pacaran sama Dian," jawab Onis tidak berminat membahasnya.

"Dian? Jadi mereka akhirnya pacaran? Hahaha...Apa kabar tuh si perempuan sinting itu?" tanyaku pada Onis.

"Dia dapat peringatan keras dari Tanabe san, Fan. Gara-gara ketauan nyebar fitnah ke lo. Trus dia disuruh minta maaf juga ke Fujiyama san. Gak lama abis kejadian itu dia resign. Malu kali!" kata Onis sambil tertawa geli.

Wahahaa...aku tidak bisa memungkiri kalau saat ini aku menjadi manusia jahat yang tertawa di atas penderitaan orang lain. Tapi bukannya Dian sudah lebih dahulu tertawa menginjak-injak aku? Kurasa balasan setimpal sudah didapatnya.

"Trus, gimana ceritanya waktu lo berhenti kerja, Nis?" tanyaku penasaran.

"Semua orang udah mulai kasak-kusuk dari sebulan yang lalu waktu mereka nyadar gue hamil. Trus Tanabe san manggil gue," jelas Onis dan berhenti sejenak.

Aku menunggu kelanjutan cerita Onis. Tapi tampaknya Onis sengaja menggantung kalimatnya untuk melihat reaksiku mendengar nama Tanabe disebut-sebutnya. Aku membenarkan posisi dudukku dengan gelisah. Onis tertawa melihatku.

"Hahaha...lo masih kepikiran dia, ya?' tanya Onis dengan tatapan penuh selidik.

"Ah, nggak juga sih. Cuma pengen tau aja, gimana reaksinya waktu tau kalo yang hamil itu lo bukan gue," kataku membela diri, berusaha terlihat cool. Padahal dalam hati aku hampir mampus penasaran ingin mendengar kabar tentang dia, si Richard Gere dalam mimpiku itu.

"Dia udah balik ke Jepang, Fan. Tapi dia titip pesan buat lo sebelum dia pergi. Waktu itu dia tanya-tanya dengan detail tentang kejadian e-mail nyasar itu. Gue kasih tau semuanya sama dia. Setelah gue cerita semuanya itu dia kasih peringatan keras ke Dian. Intinya dia nyesel setengah mati karena nggak bisa belain lo waktu itu. Gue juga minta maaf sama dia karena udah bikin kacau hubungan lo sama dia. Tapi dia dengan penuh pengertian bilang lo itu mau menyelamatkan gue. Gue udah tau itu, Fan. Gue tau lo adalah teman terbaik yang pernah gue punya seumur hidup gue," kata Onis memandangku dalam.

Aku masih diam mendengarkan. Aku menunggu pesan apa yang dikatakan Tanabe pada Onis?

"Dia bilang dia mau balik ke Indonesia lagi untuk ketemu sama lo. Bukan sebagai atasan. Ya iyalaaah....Katanya dia mau minta maaf dan memperbaiki semuanya. Itu kalau lo bersedia," kata Onis.

"Oooh...,jadi dia udah di Jepang ya sekarang?" tanyaku kecewa.

Onis tertawa lagi melihatku.

"Minggu depan dia ada di sini. Mau ketemu nggak sama dia?" tanya Onis padaku.

"Ngapain? Kalau dia mau ketemu sama gue, suruh aja dia dateng ke rumah gue! Kenapa gue yang mesti dateng ke dia? Gue kan bukan karyawannya lagi!" jawabku sewot.

"Ya, iyalaah, noon..." kata Onis. "Lo tunggu aja. Dia punya rencana besar buat lo kayaknya," kata Onis penuh rahasia.

"Rencana besar apaan? Jangan ngomong kalo dia mau ngelamar gue ya!" kataku panik.

"Huahahaa...GR banget sih lo, Fan?" Onis tidak bisa menahan tawanya.

Sompret! Aku jadi malu sendiri dengan ucapanku barusan. Tapi sumpah, memang itu yang terbersit di benakku waktu Onis bilang tentang ‘rencana besar' itu tadi.

"Jadi? Apaan dong?" tanyaku lagi dengan bloon.

"Dia udah keluar dari Misako, Fan. Sekarang sedang ngurus ijin berdiri perusahaan punya dia di Jakarta. OK! Segitu aja yang gue tau, tapi gue rasa itu lebih dari cukup buat lo untuk bisa membayangkan rencana besar seperti apa yang dia maksud," kata Onis sambil mengerling padaku.

Aku terdiam beberapa saat mencerna ucapan Onis barusan. Olalaa...dia akan ada di sini lagi untuk selamanya? Dan ada rencana besar untukku, kata Onis? Rencana besar yang belum bisa kubayangkan, tapi sudah terbentuk dalam khayalku dengan indahnya.. Kubiarkan pikiranku melayang sesukanya. Dia akan datang untukku, kataku dengan perasaan sumringah yang luar biasa saat ini. Atau aku hanya merasa GR sendiri? Sebodo! Biarkan aku dengan cengiranku yang tak mau pergi ini. Mohon jangan ganggu aku.

Ini duniaku

Tak perlu kau lihat

Kalau kau tak mau

Apalagi kau nilai

Karena aku tak butuh

Aku hanya ingin hidup damai

Bahagia secara hatiku

Aku tak butuh teman

Jika teman adalah hakimku

Aku tak butuh cinta

Jika cinta adalah belengguku

Aku ingin bahagia dengan caraku

Kau carilah bahagiamu

Aku tak akan mengganggumu


_____________________________________________________________________________________

TAMAT