Rabu, 24 Februari 2010

Selingkuh Di Atas Piring

  No comments    
Perselingkuhan tak harus berakhir dengan perpisahan. Percaya?

Perselingkuhan tak harus menyakiti satu pihak, terutama wanita. Percaya?

Perselingkuhan tak harus dilakukan sembunyi-sembunyi. Percaya?

Lalu apakah masih perselingkuhan namanya jika di dalamnya telah hadir sebuah pengertian?

Pengertian untuk saling mengalah dan memberi ruang untuk rival kita?

Rasanya permainan cinta lebih pantas untuk menggantikan istilah perselingkuhan itu.

Maksudmu cinta bisa dipermainkan?

Bukankah cinta itu urusan hati dan perasaan?

Hey! Hati dan perasaanmu bisa kau kendalikan. Dia adalah bagian dari dirimu. Tidak percaya?

Oke, aku berikan satu contoh tak bernyawa tentang perselingkuhan atau permainan cinta itu.

Satu contoh yang ada di depan mata kalian.

Garpu adalah lelaki.

Sendok adalah wanita pertama.

Dan Pisau Steak adalah wanita kedua.

Ketiganya terlibat dalam permainan cinta (atau perselingkuhan?).

Manakala bubur yang tersaji, maka itu adalah saat Garpu dan Sendok bercinta. Pisau Steak tak bisa dan tak boleh mengganggu. Sebab tak ada gunanya dia datang diantara mereka. Apalah gunanya Pisau Steak untuk sepiring bubur?

Sama halnya jika yang tersaji adalah Steak. Itu berarti Pisau Steak telah siap menanti romansa percintaannya dengan Garpu. Sendok boleh ikutan? Kadang boleh. Hey, wanita pertama selalu mendapat fasilitas lebih daripada wanita kedua, ketiga dan seterusnya. Begitu seharusnya bukan?

Lantas untuk kebaikan siapa permainan cinta itu dipertahankan?

Bukankah hidup dalam persaingan yang konstan hanya akan merusak jiwa dan hatimu?

Tidakkah kita harus jeda sejenak dan menikmati apa yang seharusnya menjadi milik kita dan hanya milik kita seorang. Tidak untuk dibagikan kepada pihak lain?

Tahukah kamu, kadang ada satu pihak yang terlupakan, diluar lingkaran cinta kalian bertiga. Pihak yang sangat berharap kalau kalian tetap seperti kalian apa adanya. Berselingkuh ataupun tidak. Poligami ataupun tidak.

Siapakah dia?

Aku perkenalkan Piring kepada kalian. Dia ada karena cinta Garpu dan Sendok. Dan dia juga bisa hadir karena cinta Garpu kepada Pisau Steak. Piring adalah buah cinta. Dia tak pernah sedikitpun memberikan sumbangan moril maupun ide atas perselingkuhan Garpu, ayahnya. Dia hadir karena ada cinta antara ayah dan ibunya.

Piring hanya saksi bagaimana cinta ayah dan ibunya bersatu. Tak pernah menginginkan diantara mereka terpisahkan.

Bukankah akan sulit bagi mereka semua, jika bubur hanya tersaji dengan Garpu, tanpa Sendok?

Dan akankah steak terpotong jika hanya ada Garpu, tanpa kehadiran Pisau Steak?

Sungguh, Piring tak ingin menjadi saksi ketimpangan ini.

Jika memang perselingkuhan itu tetap harus berakhir dengan perpisahan juga, jangan lupakan Piring.

*Renungan di meja makan, akibat terlalu malas untuk bergerak ke tempat mencuci piring*

Paper Art

  1 comment    


Entah sejak kapan tepatnya aku begitu tergila-gila dengan kertas warna-warni. Mungkin waktu aku mulai masuk taman kanak-kanak. Melihat Ibu guru menunjukkan kebolehannya melipat, menggunting dan menempel….lalu, voila….tiba-tiba sudah ada kodok di selembar kertas putih. Bagi mata kecilku itu sebuah keajaiban.

Sejak saat itu aku menjadi begitu terobsesi dengan kertas warna-warni. Selalu ingin membuat sesuatu dari kertas-kertas itu. Pelajaran prakarya di sekolah menjadi pelajaran paling kutunggu setiap minggu. Hingga pada akhirnya, saat ujian praktek untuk kelulusan Sekolah Dasar aku mendapat nilai tertinggi untuk mata pelajaran ketrampilan. Ah, andai prestasi itu dibarengi dengan nilai tertinggi mata pelajaran PMP, IPA, IPS dan Matematika. Hihihi….

Beranjak remaja aku justru makin menyukai segala ketrampilan yang berhubungan dengan kertas. Membuat kartu ucapan, seni melipat kertas dari Jepang (origami), membuat boneka dari kertas washi (washi doll) sampai seni menggulung kertas (paper quilling).

Untuk yang terakhir ini (dan juga origami) aku tidak pernah merasa bosan. Rasanya puas sekali kalau aku bisa menghasilkan suatu proyek setelah berhari-hari berkutat dengan kertas, gunting, cutter dan lem.

Alhamdulillah, dari sedikir kebisaan karena hobi ini aku bisa menambah-nambah uang saku. Kadang teman-teman sekolah suka minta dibuatkan kartu ucapan untuk pacarnya atau kartu ulang tahun untuk saudara. Apalagi kalau menjelang hari Valentine seperti sekarang ini. Wiiih, biasanya pesanan suka membanjir. Lumayaaan, daripada lumanyun. Hehehehe…

Sampai akhirnya aku menikah dan punya dua orang anak sekarang ini, hobi itu masih terus aku lakukan. Walaupun sekarang sering terbentur waktu antara mengurus anak, mengurus rumah, mengurus suami dan mengurus Kompasiana. Hahahaa…

Sampai saat ini aku masih membuka kursus kilat untuk anak-anak usia sekolah di rumah. Walaupun peminatnya sepi sekali. Aku suka sedih, anak-anak jaman sekarang sepertinya lebih tertarik untuk jalan-jalan ke mall dibanding duduk manis membuat sesuatu yang bisa bermanfaat dan menambah uang jajannya. Padahal sengaja aku tidak membebankan biaya yang tinggi untuk mengikuti kursus-kursus ini. Misalnya untuk kursus membuat kartu ucapan berhias origami, aku hanya membebankan harga kertasnya yang relatif murah. Kalau mau membuat hiasan dinding paper quilling, sama saja, aku hanya membebankan harga kertas dan frame-nya. Banyak lagi yang ingin aku ajarkan pada mereka. Membuat kerajinan dari stik es krim. Membuat buku anak-anak dari kain flanel. Tapi, ya itu tadi, minat anak-anak ini (terutama usia ABG) ternyata kecil sekali.

Aku sendiri sebenarnya juga bukan pakar atau ahli dalam bidang ketrampilan ini. Semua aku pelajari secara otodidak. Kadang aku ke Gramedia, berdiri lama di rak bagian buku ketrampilan. Melihat-lihat gambar dan membaca petunjuk step by step. bagiku itu sudah cukup untuk menyerap informasinya. Kenapa bisa begitu? Mungkin karena aku berangkat dari hobi dan kesenangan.
kreasi paper quilling yang lain

Sengaja aku tampilkan beberapa hasil karyaku, bukan bermaksud untuk sombong atau pamer. Melainkan menggugah rasa keindahan dan berkesenian di dalam hati anda sekalian yang mungkin selama ini belum ada yang mengusik.

Semoga bermanfaat. ^_^

Jumat, 19 Februari 2010

Ada Cecunguk Di Sini

  2 comments    
Aku menemukan orang yang sangat antipati dengan yang namanya blog beberapa minggu yang lalu. Dia bilang blog itu diary murahan, dan nggak ada penulis hebat yang lahir dari sebuah blog, kecuali si Raditya Kambing Jantan itu. Hahahahaaaa....Kenapa tu orang ya? Punya pengalaman pahit di blog-kah? Pernah dihina-hina di blog? Atau nggak ngerti gimana caranya maen-maen di blog? Sampe segitunya benci sama yang namanya blog? Kekekekek....

Well, whatever...dia udah aku remove dari friends list FB-ku. Wkwkwkwkwk....Kenapa aku remove? Aku terus terang aja aku nggak suka wall-ku dipenuhi sama komen-komen penuh kebenciannya. Wall FB-ku itu tempat penuh canda, dan yang paling penting tempat penuh cinta. Aku nggak mau sampai ada yang mengotori dengan kebencian di wall aku. Kalau dia mau menghujat, menghina, memaki silahkan lakukan di wall masing-masing. Yuk yah....yiuuug!

Apa itu artinya aku adalah orang yang tidak mau dikritik? Kritik dan ngenyek adalah dua hal yang berbeda. Ngenyek adalah merendahkan orang lain tanpa memberikan masukan whatsoever terhadap orang itu, hanya dengan tujuan ingin menjatuhkan. Kritik adalah sesuatu yang mungkin tidak enak didengar, tapi merupakan masukan positif dan tanda kalau si pengkritik perduli terhadap kita. Dia menginginkan kita berkembang menjadi lebih baik dan merasa kita perlu diberi masukan dan pencerahan. Wheeew...aku welcome banget sama orang yang mau kritik aku. Anytime, di wall atau dimanapun. Tapi bukan ngenyek...Karena aku bukan orang yang bisa bereaksi bagus kalau ada orang yang ngenyek atau menjatuhkan aku. Memaafkan masalah aku dengan Tuhan. Kalau aku mau masuk surga, aku harus bisa memaafkan. Tapi melupakan sakit hati? Duh, Tuhan...apa itu termasuk dalam paket memaafkan? Sebab kalau iya, berarti aku belum sempurna memaafkan. See? Aku bukan orang yang bisa bereaksi bagus bila hatiku tersakiti.

Aku sebenarnya bukan tipe blogger curcol kaya postinganku malam ini. Tapi malam ini aku curhat juga di sini, Cil. Lha...lagian ngapain aku punya kamu, kalau aku nggak bisa curhat? Kan kamu 'diary murahanku'? Ahyahyahyahyaaa...

Anyway, akhirnya tu orang kirim message ke aku setelah aku remove. Begini isinya :
Hanya cecunguk yang bermimpi bisa menjadi penulis tapi tidak mau menerima kritik. Hueekh!

Dan aku balas begini :
Tengkyu ^_^

Aku cuma bisa tertawa ngakak dan puas.

Pertama, dia bilang dia mengkritik? Kalau itu caranya mengkritik, sori dori mori, aku nggak apa-apa deh dibilang nggak bisa terima kritikan darinya.

Kedua, darimana dia punya kesimpulan kalau aku ingin jadi penulis? Karena aku punya blog? Apa bukannya aku sudah menjadi seorang penulis bersama-sama dengan jutaan blogger lainnya di dunia ini, dengan adanya blog ini, ya kan? Aku memang penulis kok. Aku menulis untuk diriku sendiri dan aku menulis di blog-ku sendiri. Jadi kenapa tiba-tiba aku jadi cecunguk? Sungguh, aku nggak ngerti, nguk! Hihihihi...

Ketiga, aku hanya memanfaatkan fasilitas yang disediakan Facebook, yakni Remove Friend. Buat apa ada pilihan itu kalau tidak pernah digunakan? Hahahaha....

Sudahlah, cukup sekian dan terima kasih. Heheheheee

Hujan

  2 comments    
categories: 
Titik-titik halus...
Angin menderu...
Rinai lembut...
Kilatan cahaya di langit...
Tetes-tetes harapan...
Gelegar suara menyentak....
Tercurah...
Tertumpah...
Langit kian kelam...
Dalam gelap malam yang kian menghujung...
Dingin menggigit...
Gemeletuk gigi beradu...
Selimut hangat sebagai penggoda...
Dan aku si tergoda tak berdaya...
Sempurna malam ini...
Peraduanku lebih hangat...
Karena dingin yang kau hantar...
Hujan...

Selasa, 26 Januari 2010

Mikirin Mati

  3 comments    
Sore yang cerah. Matahari menyorot telak ke kursi tempat aku menunggu dalam ruang praktek dokter gigi yang tak kunjung datang. Sudah setengah jam aku menunggu sang dokter gigi yang terhormat agar beliau bisa segera mencabut gigi anak sulungku. Duuuh, kenapa juga ini ruangan harus menghadap ke barat? Hehehe…protes yang nggak berarti.

Lama melamun sambil menahan kesal (menyesal nggak ingat dzikir waktu itu), entah kenapa aku jadi mikirin mati (syukurin! Gak ingat dzikir sih!). Hlah, apa hubungannya sih sama nungguin dokter gigi? Beneran deh, nggak tahu!

Aku ingat mamaku pernah cerita kalau kakekku almarhum meninggal dunia di tengah-tengah teman-temannya saat dia sedang dalam perjalanan bersama mereka. Mamaku cerita kakekku adalah orang yang sangat sosial. Berteman dengan siapa saja dan sangat suka duduk-duduk berkumpul dengan teman-temannya. Suka sekali bertandang ke rumah sanak saudara sekedar untuk menanyakan kabar mereka. Dan lebih suka lagi kalau rumahnya ramai dipenuhi orang. Mamaku bilang, seseorang biasanya akan meninggal dalam keadaan yang suka dilakukannya dalam hidup. Kalau dia suka ke mesjid, biasanya dia akan meninggal di mesjid. Kalau dia suka belajar, kemungkinan besar dia akan meninggal tengah membaca buku. Kalau dia suka mabuk-mabukkan, silahkan tunggu kabarnya yang mungkin akan mengabarkan dia meninggal di tempat mabuk-mabukkan. Tentu saja ini bukan sesuatu yang mutlak. Bagaimanapun kematian adalah rahasia Tuhan.

Cerita mamaku berlanjut ke sebuah nasehat. “Makanya sering-seringlah ke tempat yang baik-baik seperti ke mesjid, bersilaturahim dengan saudara dan teman, mengunjungi orang sakit atau melihat bayi yang baru lahir. Lalu bertemanlah dengan orang baik-baik. Dan yang terakhir lakukanlah selalu hal yang baik-baik yaitu beribadah”. Tujuannya supaya apa? “Agar jika sewaktu-waktu nyawa kita dicabut, kta sedang dalam keadaan yang baik”.

Jadi ingat teroris yang terbunuh dalam kamar mandi di Temanggung beberapa waktu yang lalu. Kira-kira dia semasa hidupnya suka ngapain, ya? Wallahualam… Aku juga teringat nenek salah satu temanku yang sehari-harinya selalu berada di mesjid depan rumahnya, sampai-sampai makan siang dan malamnya almarhumah selalu minta diantarkan ke mesjid. Pada akhirnya beliau meninggal dalam keadaan duduk dalam sholatnya. Subhanallah, indahnya. Meninggal dalam keadaan sedang berdialog dengan Khaliq-nya.

Terus, kalau meninggal dalam keadaan menunggu kaya aku sekarang ini, kira-kira baik atau nggak ya?

Minggu, 24 Januari 2010

Mendadak Reuni

  1 comment    



Euforia berkumpul dengan kawan lama dari masa lalu lebih terasa gegap gempitanya setelah kehadiran Friendster di dunia maya. Setelah pamor Friendster tergeser oleh Facebook, demam reuni itu justru makin mewabah. Aku pribadi, dengan segala keterbatasanku, akhirnya hanya bisa menjadi pengamat dan komentator foto dari balik layar komputerku. Banyak undangan untuk bertemu teman lama, kopdar (kopi darat, btw knapa sih namanya kopi darat?) dan lain-lain sebagainya. Tapi tidak satupun yang bisa aku hadiri. Ya, karena itu tadi, mau pergi ninggalin anak, gak tau mau ditinggalin sama siapa. Mau dibawa, ih ogah, ribet banget. Mau dititipin orang tua, wkwkwkwk...sori yah,atuk sama jiddahnya malah lebih padat acaranya.

Akhirnya solusi tergampang supaya bisa pecah telor bisa reunian untuk pertama kalinya, adakan reuni di rumah sendiri. Hahahaa...cucok, nek! Gak pake ribet. Anak-anak tetap aman di rumah, gak deg-degan ninggalin mereka, ketemu teman lama tetap jalan.

Satu-satu nongol muka-muka lama yang hampir dua puluh tahuanan gak pernah ketemu. Weleeeh....dig dig diggin' yang dalam, memori soak harus digali lebih dalam lagi. Bukan apa-apa. Ada yang mukanya waktu kecil lain, pas udah gedenya berubaaah banget. Ada juga yang mukanya gak berubah, tapi posturnya yang berubah. Hihihihi...Ada lagi yang dulunya pendiem, sekarang kok jadi cerewet banget? Tapi kenapa yang dari dulunya cerewet, tetep aja sampai sekarang cerewet ya? Hahahaha...

Senang deh hari ini jadi tuan rumah reunian SD-ku. Walaupun nggak semua bisa datang, tapi paling tidak aku sudah bisa mamer bin nyombong masang foto-foto reunian di wall FB-ku (penting ya? 'Penting' banget gelaaa!!!). Wkwkwkwkwk.....

Kamis, 21 Januari 2010

Sekali Lancung Ke Ujian, Seumur Hidup Ibu Tetap Percaya

  5 comments    



Bicara tentang Ibu tidak bisa lepas dari perasaan cinta mengharu-biru.

Seketika hati yang beku menjadi hangat hanya karena teringat senyum tulusnya.

Seketika jiwa yang panas karena amarah menjadi sejuk hanya karena teringat lembut belaiannya.

Tak pernah terputus kasih sayangnya, namun tak pernah berhenti juga kita mengecewakannya.

Seandainya ibu adalah orang lain, yang tidak pernah mengucurkan air susunya ke dalam tenggorokan kita, pastilah dia sudah tak mau melihat muka kita lagi.

Seandainya ibu adalah orang lain, yang tidak pernah tertatih-tatih menahan beban kita dalam perutnya, pastilah dia sudah tidak sudi mencium kita.

Seandainya ibu adalah orang lain, yang tidak pernah dengan sabar menuntun kita belajar melangkah dan berucap, pastilah dia sudah tidak segan meninggalkan kita.

Begitu banyaknya kesalahan yang kita perbuat pada ibu. Seandainya kesalahan-kesalahan itu kita lakukan pada orang lain, sudah pasti mereka langsung berjalan pergi tak kembali meninggalkan kita.

Tapi ibu adalah ibu…

Hitunglah berapa kali kita berbuat salah dan menyakiti hatinya.

Hitunglah berapa kali kita berkata pedas untuk kemudian berderai air matanya.

Kesalahan kecil atau besar, dosa biasa ataupun fatal, ibu tetap mampu memaafkan kita.

*Renungan yang tak pernah mungkin tentang bagaimana bisa membalas kasih ibu*


Minggu, 17 Januari 2010

Malam Ini Aku Ingat Papaku

  No comments    


Papaku adalah contoh sosok paling bersahaja yang pernah kukenal seumur hidupku. Sahaja dalam tindakan maupun ucapan.
Entah mengapa malam ini aku teringat padanya. Jarakku tak jauh darinya. Namun aku merasa rindu padanya malam ini.
Kalau kalian fikir hanya tinggal segerak tangan ke arah pesawat telepon dan aku bisa mendengar suaranya. Percayalah, bukan itu yang aku rindukan.
Papaku tak pernah berucap banyak. Kuingat pernah dia berkata 'Jangan terlalu banyak bicara'. Aku masih belia saat itu dan nalarku tak sepanjang aliran sungai untuk dapat mencerna kalimatnya. Dia pun tampaknya tak ada niatan untuk melanjutkan kalimat itu dengan sebuah penjelasan untuk anak bodohnya ini.
Bertahun Papa biarkan kalimat itu menggantung dan sempat tertimbun hal lain dalam ruang otakku. Sampai hari ini aku merasa rindu padanya dan teringat kembali akan ucapannya. Saat lagu itu mengalun lembut membuai mataku mengajak ke peraduan....

All the times that i've cried
Keeping all the things i know inside
It's hard but it's harder to ignore it

'Keeping all the things I know inside'....Tepat seperti itulah Papaku. Tak ada yang pernah tahu apa yang ada dalam pikirannya. Apakah dia sedang bahagia atau bersedih. Semua sebisanya disimpannya sendiri. Jika kebahagiaan yang menghampiri kami, dia hanya tersenyum dan berucap 'Alhamdulillah'. Tak ada teriakan gembira dan tawa terbahak-bahak. Jika pahit yang tiba pada kami dia hanya diam dan berucap 'Inna lillaahi'. Tak ada ratapan ataupun penyesalan meluncur dari mulutnya. Jika tersakiti hatinya oleh orang lain, dia hanya diam dan istighfar. Tak pernah dia memaki atau menyumpah.

Kadang aku heran, terbuat dari apakah hatinya? Begitu ringannya dihadapi segala sesuatu dalam hidupnya. Seolah tak ada yang dapat membuat hatinya bergejolak emosi apalagi dilanda euforia. Jangan diharap! Sampai akhirnya setahun yang lalu Papa terkena serangan jantung. Kami semua seperti ditampar. Tak ada yang menyangka kalau Papa bisa jatuh sakit tak berdaya. Selama ini bahkan dalam sakit pun Papa tak pernah merintih. Namun kali ini lain. Tentu sangat yang dirasa sakit di dadanya sampai menetes keluar air matanya menahan. Bagaimana mungkin kami tidak melihat gejala awal penyakit Papa? Lihai sungguh Papa menyimpan sakit. Dan kami semua tahu mengapa disimpannya sendiri sakitnya selama ini. Karena Papa adalah Papaku...Papa kami...Yang tidak banyak bicara...Yang tidak pernah mau membuat hati kami susah memikirkannya. Biarlah selama masih bisa disimpannya sendiri, maka tersimpanlah segalanya sendiri dalam dirinya.

Papaku tak akan pernah berubah. Dia akan selalu menjadi Papaku yang bersahaja dalam diamnya. Tapi paling tidak kini aku tahu apa yang harus aku lakukan untuknya. Aku hanya ingin mengajaknya bercakap-cakap. Memancingnya mengeluarkan tawa walau sekilas. Aku tak ingin terlambat. Entah aku atau Papa yang akan pergi lebih dahulu. Yang terpenting waktuku tak terbuang hanya memandang wajahnya dalam diam. Yang terpenting waktuku tak terbuang hanya untuk berkeluh kesah tentang aku, aku dan aku padanya. Aku hanya ingin Papa tahu kalau aku bahagia punya Papa seperti Papa dan mencoba memastikan diri kalau Papa bahagia akan kami, keluarganya.